bakabar.com, JAKARTA - Angka 13 sering kali disebut sebagai angka sial. Namun, ada tragedi di pintu 13 Stadion Kanjuruhan yang menjadi duka bagi Indonesia bahkan seluruh dunia.
Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada Sabtu (1/10) tercatat menewaskan ratusan orang dan menyita perhatian dunia.
Pintu 13 menjadi saksi bisu ketika para suporter berdesakan mencari pintu keluar.
Pintu 13 Kanjuruhan kini terlihat seperti gerbang yang penyok.
Baca: Selarik Puisi Duka untuk Tragedi Kanjuruhan
Baca: Stadion Lusail Iconic Punya Venue Terbesar di Piala Dunia Qatar 2022
Pintu setinggi 3 meter itu rusak seperti mendapat dorongan keras dari luar dan disebut sebagai kuburan massal.
Terlihat juga coretan warna merah bertulisan 'RIP'. Pintu ini yang diduga titik yang paling banyak ditemukan korban tewas.
Pada gagang pintu tergantung syal Aremania dan bunga-bunga di lantai. Adapun kertas putih bertuliskan 'Stop Brutality Police'.
Kertas itu ditempel bergambar seorang pria menggendong anak-anak yang terjebak saat ada gas air mata ditembak ke arah di tribun.
Baca: Tragedi Kanjuruhan jadi Sorotan Dunia, dari Klub Eropa sampai Legenda Sepak Bola
Baca: Tragedi Kanjuruhan, Legislator Dukung Pemerintah Hentikan Sementara Gelaran Liga I
Ada juga dua kaus di tembok yang berlubang. Tidak diketahui apakah tembok itu sudah berlubang sebelum atau sesudah tragedi Kanjuruhan.
Di bawahnya baju itu tampak coretan 'Selamat Jalan Saudaraku, 1-10-2022'.
Kronologi Kejadian Pintu 13
Dengan viralnya pintu 13 Kanjuruhan, PSSI membeberkan kronologi terjadinya peristiwa tersebut pada Selasa (4/10).
Sejatinya tidak ada data pasti berapa jumlah orang yang meninggal di pintu 13 Stadion Kanjuruhan.
Hanya saja sejumlah kalangan memprediksi lebih dari 50 orang meninggal khusus di pintu 13.
Baca: Diselimuti Duka Insiden Stadion Kanjuruhan, Skuad Garuda Diminta Tetap Fokus di Laga Selanjutnya
Baca: Komisi Disiplin PSSI Menjatuhkan Sanksi Denda hingga Larangan Bermain di Kandang untuk Arema FC
Menurut Ketua Komite Disiplin (Komdis) PSSI Erwin Tobing, berdasarkan investigasi sesuai keterangan perwakilan manajemen, ketua panitia pelaksana dan security officer Arema FC, tiga pintu di gate 11, 12 dan 13 tidak dibuka setelah pertandingan Arema FC versus Persebaya tersebut.
Pertandingan pekan ke-11 Liga 1 2022/2023 ini berlangsung normal.
Hingga peluit akhir pertandingan ditiup wasit, tak ada kejadian aneh.
Namun, kericuhan mulai terjadi setelah pemain Persebaya masuk ke lorong ruang ganti.
Baca: Cerita Saksi Selamat Tragedi Kanjuruhan, Perih dan Sesak Napas Gas Air Mata di Mana-mana
Baca: 2 Timsus Bentukan Pemerintah Dan Komnas HAM Usut Tragedi Berdarah Kanjuruhan
Awalnya seorang suporter menerobos pembatas tribune dan masuk ke lapangan.
Penonton itu mendekati pemain Singo Edan yang berkumpul di tengah lapangan.
Tidak lama setelah itu, puluhan penonton lainnya ikut masuk ke lapangan.
Dalam pandangan Komdis PSSI, kejadian yang gagal dibendung ini menjadi awal mula tragedi di Stadion Kanjuruhan.
Seharusnya orang pertama yang masuk bisa dihalau sehingga tidak memicu penonton lainnya ikut-ikutan turun ke lapangan pertandingan.
Karena semakin banyak penonton yang masuk, polisi mulai melakukan tindakan.
Baca: Jadwal Rilis Games AAA Bulan Oktober 2022
Baca: Setangkup Burger Big Mac Jadi Index Pergerakan Ekonomi Dunia, Bagaimana Cara Mengukurnya?
Awalnya mereka menghalau suporter agar kembali ke tribune.
Dalam situasi seperti itu ada sejumlah polisi yang memukul dan menjatuhkan suporter.
Melihat rekan-rekannya mendapat kekerasan, penonton yang ada di tribun mulai memaki-maki polisi.
Tak lama berselang, polisi menembakkan gas air mata, yang disemburkan ke lapangan pertandingan, kemudian ke tribun penonton.
Menurut Erwin, tribun pertama yang ditembakkan gas air mata adalah sisi selatan dan rupanya ada banyak tembakan yang diluncurkan, sehingga asap gas dengan cepat menguasai ruang udara.
"Dalam situasi seperti itu penonton mencoba keluar stadion. Karena pintu di gate Stadion Kanjuruhan kecil, hanya sekitar satu meter, terjadi desak-desakan dan dorong-dorongan. Ini membuat situasi tak terkendali," imbuhnya di Malang, Selasa (4/10).
Baca: KPAI Sebut Pemerintah Bertanggung Jawab terhadap Anak Yatim Piatu Akibat Tragedi Kanjuruhan
Rupanya beberapa pintu belum dibuka oleh petugas bagian security officer. Erwin menyebutkan pintu 11, 12 dan 13 belum dibuka, karena itu, PSSI berasumsi banyak korban tumbang di tribun tersebut.
"Pintu itu kan kejadian di tribun selatan. Pintu 11, 12, 13. Harusnya itu bisa dibuka, tapi begitu terjadi kericuhan, itu pintu kan isinya ribuan orang. Terjadi keributan," kata Erwin.
Pintu Tribun Terkunci?
Lantas timbul pertanyaan, mengapa bisa pintu tribun tidak dibuka?
Menurut Erwin, kejadian tersebut karena kelalaian security officer Arema FC. Katanya, pintu gate seharusnya sudah dibuka 10 menit menjelang pertandingan berakhir yang itu masuk dalam regulasi PSSI.
Namun, begitu peluit pertandingan ditiup wasit dan situasi menjadi tidak terkendali, petugas yang berjaga juga tak kunjung membuka pintu.
Baca: Anggota DPR PDI P Minta Pemerintah Jangan Cuma Evaluasi, Tapi Investigasi Tragedi Kanjuruhan Malang
Alasannya, security officer yang bertugas di pintu 11, 12 dan 13 tak membuka pintu di 10 menit terakhir karena ada banyak penonton di luar. Untuk menghindari masuknya penonton tak bertiket, pintu belum dibuka.
"Itu kita tanyakan ke panpel. Saya tanyakan ke saudara Aris pengelola gedung, 'Pak dalam setiap event akan kita berikan kuncinya ke saudara Abdul Haris (Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Arema FC)," kata Erwin.
"Siapa yang pegang kunci? steward, security officer. Kita tanya, saya ketemu, 'oh saya buka', kenyataannya tidak dibuka pintunya. Kenapa tidak dibuka? Ini yang menjadi suatu kelalaian," sambungnya.
Selain itu, pada saat kejadian, penerangan di tribun juga gelap. Erwin membantah sebagian lampu dimatikan, tetapi fakta di lapangan memperlihatkan bahwa sebagian lampu mati. Hanya lampu ke arah tribun yang masih menyala.
"Penonton tidak bisa turun. Keadaan saat itu sudah menumpuk, tertimpa-timpa, ada asap, gelap. Itulah terjadi penumpukan massa," jelasnya.
"Saya katakan, kalau panitia pelaksana ini sudah menganggap ini tugas rutin, kewaspadaannya hilang dan saya melihat itu. Harusnya ini dicek, pintu harus dibuka. Ini tidak sama sekali," tutupnya.