bakabar.com, JAKARTA – Tragedi Kanjuruhan merupakan tragedi yang sangat kelam sekaligus menyedihkan bagi pencinta sepak bola tanah air. Terutama bagi mereka yang datang ke stadion dan menjadi korban dalam tragedi mengenaskan tersebut.
Sebelumnya, tragedi kerusuhan suporter terjadi usai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya berakhir dengan kekalahan Arema 2-3 di Stadion Kanjuruhan, Malang pada Sabtu (1/10) lalu.
Pertandingan yang berakhir dengan kekalahan tuan rumah Arema FC berakhir ricuh antara suporter dengan pihak pengamanan stadion.
Dilaporkan kerusuhan tersebut menyebabkan ratusan orang meninggal dunia dan banyak korban yang mengalami luka-luka atas kejadian tersebut.
BACA : Analis Sepak Bola Adi Yani Sebut 3 Faktor Utama Penyebab Tragedi di Stadion Kanjuruhan
Menurut keterangan saksi mata yang tidak mau disebutkan namanya kepada bakabar.com, saksi menjelaskan tentang kronologis kejadian tragedi yang menyebabkan ratusan orang meninggal dunia itu.
Salah satu saksi yang selamat dalam tragedi Kanjuruhan menceritakan peristiwa tersebut bermula setelah jalannya pertandingan derbi jatim itu berakhir.
Ketika itu, terdapat beberapa supporter yang langsung turun ke tengah lapangan Stadion Kanjuruhan untuk memberikan dukungan kepada pemain Arema FC. Namun, pihak pengamanan stadion langsung menghalau para suporter itu.
“Para suporter itu turun ke lapangan cuma bilang ingin ketemu official arema berserta tim, dan petugas tidak memperbolehkan. Lalu suporter yang lain ikutan turun, itulah awal mula kerusuhan,” ujar salah satu saksi mata yang tidak mau disebutkan namanya.
Lebih lanjut, ia juga menjelaskan kalau para suporter tersebut turun ke lapangan sebagai bentuk dukungan kepada Arema FC bukan sebagai bentuk protes atas kekalahan.
“Bukan protes, ada yang menuturkan bahwa hanya ingin memberi semangat dan dukungan kepada tim Arema agar tidak down atas kekalahan tersebut,” lanjut saksi mata.
“Kejadian seperti ini harusnya tidak terjadi, karena pertandingan sudah selesai, dan pintu gerbang harusnya dibuka,” tutur saksi mata.
BACA : 2 Timsus Bentukan Pemerintah Dan Komnas HAM Usut Tragedi Berdarah Kanjuruhan
Saat kejadian, saksi mata ini tepat berada di tribun 12. Ia juga menjelaskan kalau polisi sempat menembakan gas air mata berulang kali ke arah tribun 12 yang dimana tribun tersebut menjadi salah satu yang banyak ditembak gas air mata,
Penembakan gas air mata tersebut membuat penonton pun menjadi panik. Mata para suporter perih karena terkena gas air mata.
Mereka pun berusaha untuk keluar Stadion, namun ternyata pintu 11-13 belum dibuka. Ia juga menjelaskan, sebelumnya pintu keluar sudah di buka namun ternyata tertutup kembali.
Lantaran pintu masih ditutup, kemudian terjadi desak-desakan penonton. Saat itu ada yang mengalami sesak napas, bahkan ada suporter yang terinjak.
“Saya tidak bisa lari karena melihat kepanikan karena banyak di tribun yang tidak kondusif dan sesak nafas karena gas,” katanya.
“Awalnya (pintu) sudah dibuka, tapi pas terjadi kerusuhan pintu gerbang itu tertutup. Jadi suporter masih tertahan didalam,” lanjutnya.
Ketika ditanyakan apakah terdapat korban dari tribun 12 tersebut, ia pun menuturkan kalau saat kejadian dia sama sekali tidak bisa melihat keadaan sekitar karena asap gas air mata yang begitu pekat
Ia juga menjelaskan lebih lanjut, banyak para suporter yang ingin keluar dari tribun tersebut untuk menghindari gas air mata. Namun, ternyata pintu gerbang tertutup hal itulah yang membuat para suporter berdesak-desakan untuk segera keluar dari stadion.
“Saya berusaha menutup hidung, mata dan pegangan pada pagar pembatas tribun sampai semua kondusif. Banyak yang ingin keluar dari stadion untuk menghindari gas, tapi ternyata gerbang masih tertutup. Dan itulah yang menjadi pertanyaan saya kenapa gerbang masih tertutup,” tutur saksi mata tersebut
BACA : Belajar dari Tragedi Kanjuruhan, Pengamat Sepak Bola: Perlunya Pendidikan Khusus bagi Steward
Ia juga menjelaskan saat itu ia pergi menonton pertandingan bersama teman-temannya. Namun, ketika kerusuhan itu terjadi ia dan teman-temannya berpisahan untuk mengamankan diri masing-masing.
Lebih lanjut, ia juga tidak bisa melihat keadaan sekitar apakah terdapat korban di tribun tersebut lantaran pekatnya asap gas air mata yang membuat pengelihatan sekitar menjadi susah.
Bagaimanapun, tragedi Kanjuruhan perlu menjadi pembelajaran bersama agar peristiwa seperti ini tidak sampai terulang kembali di masa yang akan datang.