Duka untuk Tragedi Kanjuruhan
Pertandingan sudah selesai
Stadion itu senyap, orang-orang yang teriak telah lengang
Menyisakan gumpalan asap yang menerbangkan nostalgia atas nama-nama
Merekam sebuah sudut, tempat seorang anak, ayah, ibu, adik, kakak, telungkup
Mata mereka perih lalu menutup dalam gelap
Dari Kanjuruhan, nyawa-nyawa serentak memanjati cakrawala
Pertandingan sudah selesai
Kemenangan menghilang ditelan yel-yel terpedih menghujam sukma
Stadion menjelma kuburan yang meletakkan ingar bingar di persemayaman
Suara-suara itu tak pernah kembali
Sungguh-sungguh pergi
Berakhir sepenuh lirih
Ratusan wajah yang sedianya meninggalkan rumah
Melenggangkan asa untuk klub kesayangan dengan sumringah
Langkah demi langkah menjemput takdir paling hitam
Mendulang raungan sepanjang ingatan yang kelam
Mendekap bola-bola yang ditendang menuju gawang keabadian
Belasungkawa mengalir panjang, mengelana hingga penjuru dunia
Mencatatkan sejarah sebagai luka paling menganga dan berdarah
Sementara di luar stadion
Para Pemangku saling lempar tanggung jawab, juga kata-kata
Padahal, setiap jiwa yang melayang itu mengantarkan sehimpun kisah
Bahwa tiada yang sia-sia, bila Indonesia mau berbenah
Menjadikannya pesan paling khusyuk bagi bangsa yang kerap lupa
Pertandingan memang sudah selesai
Di sudut Stadion Kanjuruhan, sepasang gawang berhadapan dalam diam
Menyimpan ratusan jiwa ke arena yang belum usai
Sebab tiada kemenangan apapun yang terukir di sana
Melebihi keadilan atas nyawa-nyawa manusia.
Deasy Tirayoh, 5 Oktober 2022