Polemik KRIS JKN

Polemik KRIS JKN, DJSN Bicara Regulasi Anggaran

Polemik KRIS JKN masih terus bergulir. Ditambah lagi, kabar dari pemerintah yang telah memberi pernyataan tidak akan menaikan biaya KRIS

Featured-Image
Rencana penerapan KRIS JKN masih berpolemik. Foto: CNBC

bakabar.com, JAKARTA - PolemikKRIS JKN masih terus bergulir. Ditambah lagi, kabar dari pemerintah yang memberi pernyataan takkan menaikan biaya KRIS JKN hingga 2024.

Rahmad Handoyo anggota Komisi IX DPR RI melihat hal tersebut berpotensi memberi implikasi terhadap likuiditas BPJS.

Menanggapi itu, Ketua Komisi Kebijakan Umum Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Mickael Bobby Hoelman menyampaikan penganggaran hingga kini menjadi salah satu topik utama.

Baca Juga: Kontroversi KRIS JKN, DJSN Tunggu Revisi Perpres

"Penganggaran terkait infrastruktur KRIS saat ini menjadi concern utama regulator JKN," terang bobby kepada bakabar.com, Jumat (4/8)

Pasalnya, pemerintah menawarkan solusi dengan melibatkan asuransi swasta. Tapi, DPR Komisi IX belum mengatahui lebih jelas bagaimana mekanismenya.

Baca Juga: KRIS JKN Terlaksana Juni 2025, DJSN Tetapkan Kouta Bed

Sejauh ini pihak swasta yang sudah terlibat masih tetap menggunakan skema yang lama. Sementara Kementerian Kesehatan masih dalam perumusan untuk mencari formula terbaik.

"Belum ada mekanisme baru, saat ini masih menerapkan skema lama, yang bersifat Top Up pelayanan," ungkap Mickael.

Baca Juga: Kontroversi KRIS JKN Memanas, Lafkespri: BPJS Surplus Kok

Di sisi lain, jelas Bobby, Kementerian Kesehatan sudah melakukan perbaikan-perbaikan terkait tarif INA CBG's melalui Permenkes Nomor 3 Tahun 2023.

"Itu (permenkes) sudah berjalan, dan nantinya juga akan ada Dana Alokasi Khusus Fisik untuk RS Pemerintah," terangnya

Di tahun yang akan mendatang, terang Bobby, regulator akan mendorong agar tarif INA CBG's disesuaikan dengan kebutuhan yang aktual.

Hal tersebut agar nantinya ada tarif disesuaikan dengan memerhitungkan kecukupan Iuran dan kesinambungan program.

"Ya, nantinya kita sesuaikan dengan ketersediaan faskes, indeks harga konsumen, dan indeks kemahalan daerah," papar Mickael.

Editor


Komentar
Banner
Banner