Kontroversi KRIS JKN

Kontroversi KRIS JKN Memanas, Lafkespri: BPJS Surplus Kok

Ketua Manajemen Akreditasi Lembaga Akreditasi Fasilitas Kesehatan Primer (Lafkespri), Misbahul Munir, angkat suara terkait KRIS KJN yang tak kunjung usai.

Featured-Image
ILUSTRASI sejumlah pasien menjalani rawat inap. Foto: Dok.apahabar.com

bakabar.com, JAKARTA - Ketua Manajemen Akreditasi Lembaga Akreditasi Fasilitas Kesehatan Primer (Lafkespri), Misbahul Munir, turut menyoroti kontroversi Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional atau KRIS KJN. 

Menurut Misbahul, isu tersebut sedianya bergulir sudah ada sejak lama. "Sebenarnya KRIS JKN itu kan isu standarisasi. Isu itu kan sudah bergulir sejak lama, gejolak itu dimulai sekitar tahun 2018/2019-an," kata Misbahul kepada bakabar.com.

Baca Juga: RSUP Surakarta Sudah Sesuaikan 12 Kriteria KRIS JKN

Isu tersebut kembali memanas karena pemerintah secara sepihak sudah melakukan uji coba tanpa adanya landasan yang mendasar.

"Sebelumnya kan (isu standarisasi) sudah mentah dan hilang gitu aja. Tau tau rame lagi, mau direalisasi, udah uji coba ini kan jadi masalah," jelasnya

Baca Juga: Polemik KRIS JKN, Anggota DPR: Masyarakat Kelas Tiga akan Kesulitan

Lantas, apa hal yang mendasar dari digulirkannya kembali KRIS JKN?

Menurutnya, perubahan itu berkaitan dengan finansial. Karena, lanjut ia, pemerintah melihat adanya potensi yang bisa merugikan BPJS dengan skema beragam kelas. 

"Waktu itu yang terpikir karena BPJS secara keuangan akan mengalami kesulitan," terang Ketua Manajemen Akreditasi Lafkespri.

Baca Juga: Polemik KRIS JKN, Anggota DPR: Masyarakat Kelas Tiga akan Kesulitan

Sekarang masalah finansial, menurutnya, sudah tidak lagi menjadi alasan yang relevan. Faktanya, BPJS mendapat keuntungan dari adanya pengelompokan.

"Faktanya BPJS surplus kok" tegasnya

Lalu untuk apa adanya perbaikan mutu kesehatan dengan skema perubahan kamar? 

Baca Juga: Kontroversi KRIS JKN, YLKI: Pemerintah Jangan Ngotot

Terlepas dari pro-kontra yang ada, menurutnya, pemerintah semestinya lebih memprioritaskan kebutuhan medis daripada mengurusi perubahan ruangan yang tidak berpengaruh signifikan dalam sebuah perawatan. 

"Kalau memang tentang mutu, untuk apa? kenyamanan? ada kaitannya dengan medis? Apakah dengan adanya perubahan ruangan lebih bermakna dari pada membenahi tenaga kesehatan?" tanya Misbahul

Dalam pemberitaan sebelumnya, pemerintah memberlakukan KRIS JKN sebagai perbaikan pelayanan program.

Menurut Kementerian Kesehatan, sampai saat ini belum ada aturan kriteria pasti standar maksimal tempat tidur kamar rawat inap.

Hal itu akan mengakibatkan pasien lebih rentan tertular penyakit lainnya. Sehingga, berdampak pada kesembuhan pasien.

Editor


Komentar
Banner
Banner