Memaafkan Jokowi

OPINI: Memaafkan Presiden Joko Widodo (10)

JOKOWI bukan sekadar tukang gunting pita. Bahkan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung hari ini akan diresmikan dan beroperasi.

Featured-Image
Ilustrasi-Opini Memaafkan Jokowi

JOKOWI bukan sekadar tukang gunting pita. Bahkan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung hari ini akan diresmikan dan beroperasi.

Jokowi bukan sekadar tukang yang meletakkan batu pertama, seperti halnya dalam pembangunan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. 

Tetapi Jokowi seorang kepala negara, kepala pemerintahan. Kekuatan yang super dikantonginya untuk mendorong kesejahteraan dan keadilan sebagai kue kegemaran masyarakat. 

Baca Juga: OPINI: Memaafkan Presiden Joko Widodo (9)

Namun kebermanfaatan Jokowi hanya terangkum dalam lisan para pendukungnya, relawan, hingga partainya. Lisan mereka memenuhi ruang publik yang berharap terjadi glorifikasi makna agar Jokowi tampak berguna bagi rakyatnya. 

Menjadi presiden tak sebercanda itu. Jokowi terlalu dibuat silau dengan gemerlap kemewahan Istana Negara yang dipenuhi fasilitas mumpuni. Bahwa kekuasaan yang membuat dirinya abai dan tak peka. 

Baca Juga: OPINI: Memaafkan Presiden Joko Widodo (8) 

Dahulu saat Jokowi muncul. Kita tampak melihatnya seperti tetangga kita yang kebetulan menjadi presiden. Tetapi kini masyarakat geram dan ogah menaruh harap kepada Jokowi yang abai dengan kepentingan masyarakat. 

Berkenankah Jokowi menunda makan malamnya untuk memastikan seluruh rakyatnya tak kelaparan? 

Baca Juga: OPINI: Memaafkan Presiden Joko Widodo (7)

Bahkan rakyat yang berada di radius satu atau dua kilometer dari Istana. Suapilah mereka dengan makanan mewahmu. Kilau piring gelasmu. 

Jokowi tampak tega jika masih bernafsu menyantap makan malamnya tatkala rakyatnya masih menahan lapar. Menekan perutnya yang tak kuasa menahan derita. 

Cerita rakyat yang tak berkesudahan mungkin tak menjadi hal krusial. Bahkan kini keadilan pun menjadi barang mahal bagi masyarakat. 

Baca Juga: OPINI: Memaafkan Presiden Joko Widodo (6)

No viral, no justice. Jokowi tampak seperti mengenakan kacamata kuda. Ogah menengok kiri dan kanan. Menatap ke depan lantaran kondisi telah dikondisikan. 

Jokowi akan tiba masa penghabisannya. Kita lalu mengenang, sosok apa Jokowi selama menjadi presiden. 

Kita akan mengenang, alasan apa yang patut kita ungkapkan tentang kebermanfaatan Jokowi bagi rakyat. 

Kita akan bercerita, kisah apa yang mampu membuat anak cucu kita puas dengan kinerja Jokowi. 

Baca Juga: OPINI: Memaafkan Presiden Joko Widodo (5)

Baca Juga: OPINI: Memaafkan Presiden Joko Widodo (4)

Jika pembangunan yang menjadi jawaban, maka Jokowi bukan figur sekaliber presiden. 

Sebab monumen atau bangunan bisa dibangun tanpa memiliki presiden sekalipun. Namun Jokowi memahami bahwa legasi yang mudah dikenang yakni sesuatu yang terlihat, bangunan. 

Baca Juga: OPINI: Memaafkan Presiden Joko Widodo (3)

Untuk itu masyarakat banyak terbuai dengan karya monumental di periode Jokowi. Bukan prestasi yang wah, hal itu hanya sekadar program biasa tentang ketersambungan daerah dan akses masyarakat melalui jalan atau fasilitas publik lainnya. 

Hal itu kewajiban seorang pemimpin memastikan memenuhi kebutuhan rakyatnya. 

Namun glorifikasi makna yang digaungkan, terkadang membuat rakyat sukar membedakan kesuksesan dan kegagalan pemimpin. 

Jika masih ada satu orang kelaparan dan menderita akibat ketidakadilan di negeri ini, maka Jokowi gagal. 

Baca Juga: OPINI: Memaafkan Presiden Joko Widodo (2)

Jika masih ada satu orang yang mengais nasib tanpa kepastian hidup, maka Jokowi abai dengan kondisi rakyatnya. 

Rakyat yang sejahtera dan menikmati keadilan merupakan kebutuhan fundamental yang mesti dipenuhi Jokowi. Kita mestinya tertegun mempertanyakan manfaat Jokowi yang begitu menggeliat dan gencar menggunting pita, meresmikan bangunan monumental yang menguras keuangan negara. Padahal tugas presiden memastikan dirinya menjadi jawaban terhadap masalah rakyat. 

Jika masih ada satu pengamen yang diusir dari halaman Istana Negara, maka Jokowi tak bermanfaat bagi rakyatnya.- Safarian Shah Zulkarnaen

Editor


Komentar
Banner
Banner