KEPEMILIKAN saham perusahaan tambang dapat berubah hanya dalam waktu sekejap. Bak legenda Roro Jonggrang yang memindahkan candi dalam semalam. Tentu bukan dengan kekuatan magis atau komat-kamit jampi, tetapi perusahaan dibegal dengan modus yang mencengangkan.
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menjadi instrumen pembantu kongkalikong untuk membegal perusahaan. Lewat Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kemenkumham menyulap kepemilikan saham perusahaan tambang agar berpindah tangan.
Bukan sekadar kementerian pemberi cap, melainkan penyokong legitimasi yang bertarung dan beradu di mata hukum. Adu kuat pengakuan.
Menkumham, Yasonna Laoly memasrahkan kemelut pengambilalihan saham perusahaan tambang ke penegak hukum. Seraya memasang kuda-kuda dengan label asas praduga tak bersalah.
Baca Juga: Wamenkumham Eddy Hiariej Belum Ditangkap KPK, Firli: Tunggu Saja!
“Kita menghormati proses hukum dan pada saat yang sama kita juga menghargai asas praduga tak bersalah,” kata Yasonna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta kepada bakabar.com.
Dengung utak-atik pencaplokan saham perusahaan tambang tak sekadar pepesan kosong. Kuda-kuda Yasonna beralasan. Sebab KPK mencatatkan nama Wamenkumham, Edward Omar Sharif Hiariej sebagai tersangka yang diduga terendus dalam kasus pembegalan saham perusahaan.
Yasonna tak bergeming. Ia menanti laporan dari wakilnya—Eddy-sapaan akrabnya tentang sikap hukum di ruang publik. “Dia (Eddy) katakan sudah ada (pernyataan) tapi akan saya cek,” ujar Yasonna.
Baca Juga: Wamenkumham Eddy Hiariej Tersangka, KPK: 3 Penerima dan 1 Pemberi
Politikus PDI Perjuangan itu menghadiri Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi III DPR. Tentu Yasonna tak datang sendirian. Ia didampingi Wakilnya, Eddy Hiariej beserta pejabat utama kementerian. Di sela raker, anggota Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman melayangkan protes atas kehadiran Eddy.
Bukan tanpa alasan, cap tersangka telah disematkan kepada Eddy. “Diketahui status beliau Wamenkumham ini tsk (tersangka-red). Ditetapkan oleh KPK. Saya rasa supaya rapat kerja kita ini tidak cacat begitu, kalau bisa Wamenkumham sebelum Menkumham menjelaskan hal-hal yang ditanyakan oleh Komisi III terlebih dahulu menjelaskan status dia, kalau tidak kami usulkan yang bersangkutan tidak berada di ruangan ini,” kata Benny.
Eddy tampak hanya merespons dengan lemparan senyum meski nyaris diusir. Wajahnya meronggeng yang disambut dengan aksi pembelaan dari Wakil Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman. Ia mempertahankan kehadiran Eddy dengan dalih tak terdapat relevansi dengan bahasan rapat. Rapat kembali dilanjutkan.
Usai berjam-jam rapat berlangsung, pantauan bakabar.com, Eddy mengelak dari kerumunan media. Pada Selasa (21/11) pukul 16.27 WIB, Eddy beserta jajaran Kemenkumham diduga menggunakan pintu lain yang terhubung dekat area parkir Gedung Nusantara II untuk langsung meninggalkan Kompleks Parlemen tanpa terendus media.
bakabar.com lalu menghubungi Dirjen AHU Kemenkumham, Cahyo Rahadian Muzhar dan pejabat setingkat direktur hingga humas namun tak mendapatkan balasan. Padahal Kemenkumham diselubungi dugaan kemelut dalam aksi begal perusahaan tambang. Ekstremnya sampai menyeret Wamenkumham sebagai tersangka.
Modus pembegalan kepemilikan saham perusahaan tambang lambat laun terkuak. Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso meyakini modus pengambilalihan perusahaan tambang mengandung kecacatan.
Namun Ditjen AHU Kemenkumham malah mengaminkan pengambilalihan tanpa konfirmasi berlapis. Kepemilikan akta perusahaan diubah atas permintaan pemohon baru. Tanpa verifikasi, lalu terbit kertas penguat legitimasi. Bahkan Sugeng menduga peran serampangan Kemenkumham merupakan kesengajaan.
Baca Juga: KPK Tetapkan Wamenkumham Eddy Hiariej Tersangka Gratifikasi!
IPW mengantongi keluhan tentang kisruh pembegalan kepemilikan saham perusahaan tambang. Lakon Kemenkumham berlagak bak pemberi tiket terusan yang memicu perseteruan. “AHU meloloskan terjadinya perubahan,” kata Sugeng kepada bakabar.com.
Sugeng yang sempat mempersoalkan kepemilikan saham tambang di PT Citra Lampia Mandiri (CLM), telah memasuki babak baru. Susunan direksi berubah. Saham terancam. Kemenkumham menjadi penonton saat dua pihak beradu pengaruh tentang legitimasi perusahaan.
Menurut sumber bakabar.com lain yang enggan dimuat identitasnya, modus pembegalan perusahaan tambang dilakukan melalui proses pailit.
Baca Juga: Menteri ESDM Setop Tambang Anzawara Tanah Bumbu, Kok Masih Beroperasi?
Berawal dari perusahaan yang mengajukan utang pinjaman. Namun nominal utangnya secara tiba-tiba menjadi selangit berlipat ganda. Tapi utang itu tak boleh dibayar. Sebab pinjaman perusahaannya sengaja akan diarahkan menjadi wanprestasi.
Seiring dengan utang yang dibiarkan menggantung, terendus upaya kriminalisasi yang kemudian diketahui hanya sekadar urusan perdata, bukan pidana. Utang tak dikehendaki dibayar, tapi sengaja demi memuluskan pembegalan saham perusahaannya. Padahal saham terlarang untuk menjadi jaminan pinjaman.
“Tujuan mereka adalah tidak untuk dibayar, mereka ingin ambilalih,” kata sumber bakabar.com.
Modus pembegalan dengan cara mempailitkan perusahaan juga ternyata disokong mafia peradilan. Bahkan ia membocorkan kepada bakabar.com ternyata terdapat geliat Komisi Yudisial (KY) yang telah mengendus dan hendak memberantas modus beserta pelaku mafia kepailitan. Tentu lantaran orkestrasi pembegalan tersebut melibatkan instrumen peradilan.
“Mereka memakai instrumen kepailitan untuk menzalimi orang,” ujar dia.
“(KY) ingin sikat hakim-hakim nakal, terutama di (Pengadilan) Niaga,” kata dia menambahkan.
Jika perusahaan dinyatakan pailit, kata dia, kurator menjadi instrumen lainnya yang akan mengaktifkan lakon untuk memuluskan pembegalan perusahaan tambang. Apalagi ditopang UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan.
Kurator akan melakukan penyitaan aset perusahaan yang telah dinyatakan pailit. Bahkan modus pembegalannya kembali terendus lantaran kepemilikan perusahaan juga diambilalih. Kurator akan menjual aset yang tak sesuai prosedur agar dapat mencaplok agenda pengambilalihan perusahaan.
"Direksi kaya cacat dan tidak berdaya karena yang take over semua kewenangan kurator," ujar sumber bakabar.com.
Ia menceritakan kurator yang berperan memuluskan pembegalan perusahaan tak hanya menyasar perusahaan yang pailit. Bahkan membidik perusahaan induknya. Kepemilikan saham perusahaan mulai terkoyak dan menuai kisruh.
Tak jarang keserampangan kurator menelurkan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH). Lajur bagi para pihak yang merasa dikorbankan dalam gencarnya modus pembegalan saham perusahaan tambang.
Di tengah sengkarut pembegalan, kurator juga menolak pinjaman dibayar. Kurator berlakon bak wayang yang didalangi dan dibekingi kekuatan. Maka gugatan ke lembaga penegak hukum pun tak terhindarkan akibat keserampangan kurator.
Baca Juga: Yasonna Tanggapi Soal Wamenkumham Tersangka KPK: Silakan Saja Proses
Langkah modus pembegalan perusahaan tambang pun beranjak untuk menyingkirkan satu per satu direksi. Dipecat tanpa diberi jeda penjelasan. Bahkan keputusan diambil dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dicap ilegal.
Kemudian upaya penguatan legitimasi dilakukan melalui akta notaris dan registrasi di Ditjen AHU Kemenkumham. Lagi dan lagi, adu pengaruh cap Ditjen AHU begitu krusial. Bahkan sumber bakabar.com tak berdaya mempersoalkan legitimasi kepemilikan saham perusahaan.
“Sebenarnya kami tidak bisa bilang itu nota palsu, karena aktanya sudah jadi dan didaftarkan ke AHU,” jelas dia.
“Pokoknya AHU asal ada akta notaris. Yang pasti kurator ini dekat dengan Ditjen AHU, nggak ada verifikasi dulu,” sambungnya.
Modus pembegalan tak terhenti. Upayanya diteruskan untuk mengantongi cap pengambilalihan saham yang mesti disetujui Kementerian ESDM.
Para korban pembegalan perusahaan sedikit bernafas lega. Sebab modus pembegalan menemui aral melintang. Persetujuan KemenESDM mutlak mesti dikantongi, jika tak dipenuhi akan dibayang-bayangi jeratan pidana. “Kalau tidak ada (persetujuan KESDM) berarti bermain ini oknum AHU,” beber dia menjelaskan.
Sumber bakabar.com juga kembali menyebut kisruh pembegalan kepemilikan saham perusahaan tambang juga menyeret nama Wamenkumham, Eddy Hiariej. Bahkan ia menuding Eddy berlakon serupa dalang.
“Memang otaknya dia. Itu yang di atas. Kalau Dirjen AHU kan di bawah dia, Wamen ternyata dalang semuanya,” kata dia melanjutkan.
Ia bahkan melempar tudingan bahwa terdapat pembagian saham dari upaya pembegalan kepemilikan perusahaan tambang. “Tujuannya bukan cuman duit, nanti dibagi saham,” ujarnya.
Baca Juga: Benny Harman Sentil Status Tersangka Eddy Hiariej
Pembegalan perusahaan tambang dengan modus kepailitan dapat dilakukan tanpa merogoh kocek atau cuma-cuma. Sebab belah jatah saham menjadi tawaran yang disodorkan.
“Mereka bisa dapat tambang tanpa keluar uang,” imbuh dia.
Perusahaan tambang yang terkena modus pembegalan hanya diuntungkan dengan cap legitimasi AHU Kemenkumham. Sedangkan perusahaan tambang mesti juga beriringan memiliki persetujuan KemenESDM.
Para pembegal tersebut meski telah beradu legitimasi, terkendala izin KemenESDM. Maka pembegal terpaksa melaksanakan operasional di malam hari demi mengelabui para pemangku kebijakan. “Jadi sekarang mereka kucing-kucingan. Kerjanya malem doang, siang diam. Ngumpet, malam kerja lagi,” jelasnya.
Bahkan aktivitas ilegal tercium warga setempat. Persetujuan KemenESDM masih belum dikantongi tapi tergesa-gesa mengeruk kekayaan alam yang didapat dari pembegalan perusahaan tambang.
Sumber bakabar.com itu juga menuding Ditjen AHU Kemenkumham menerima suap dalam pembegalan perusahaan tambang. Salah satu petunjuknya yakni kasus Wamenkumham Eddy kini bergulir di KPK.
“Pastilah ada oknum AHU, pasti nerima suap untuk nutup-nutupin, ilegal loh,” ujar dia.
Baca Juga: Membebani KPK, Firli Bahuri Sebaiknya Mundur!
Modus kepailitan yang sistemik disokong instrumen peradilan. Namun KY tak ingin buka-bukaan tentang aksi yang terlalu agresif untuk memberantas hakim nakal yang bersekutu dengan mafia kepailitan.
KY akan terus mengaktifkan kewenangannya untuk menyoroti etik dan perilaku hakim.
“Saya tidak bisa komen untuk kasus spesifik seperti ini. Yang pasti KY bekerja dalam koridor penegakan etik dan perilaku hakim,” kata Juru Bicara KY, Miko Susanto kepada bakabar.com.
Pelarian Tambang Ilegal
PEMBEGALAN kepemilikan saham perusahaan tambang menjadi pelarian dari sengkarut tambang ilegal. Sebab tambang ilegal rentan mandek dan terlalu berisiko. Lagi, ilegal ditambal dengan aktivitas ilegal.
Modus begal perusahaan tambang memberi angin segar untuk memuluskan pengambilalihan saham perusahaan melalui solusi kepailitan. Meninggalkan aktivitas tambang ilegal dengan mencaplok juga sama-sama dikali nol. Jalan pintas yang sama-sama ilegal.
Mengeruk kekayaan alam dari pembegalan kepemilikan saham perusahaan tambang menjadi jalan pintas.
Baca Juga: DPR RI Bentuk Panja Illegal Mining, Telusuri Tambang Ilegal
“Meneruskan illegal mining risiko. Karena rezim sekarang beda dengan yang dulu,” kata pengacara Andreas Husodho, Kamaruddin Simanjuntak kepada bakabar.com.
Mantan pengacara keluarga mendiang Brigadir J ini juga bercerita bahwa kliennya bersama sejumlah saudaranya sempat mengajukan pinjaman yang ternyata menjadi momok dalam kisruh kepemilikan saham.
Sejumlah tahapan pembegalan perusahaan mayoritas dilakukan lewat mekanisme kepailitan. Perusahaan akan dipailitkan akibat pinjaman yang menolak dibayar dan nominalnya menjadi melambung tinggi.
“Pada akhirnya, mereka ambil cara dengan ambil Anzawara dengan cara ilegal, yakni kepailitan,” ujarnya.
Meski sempat terbangun narasi dialogis soal restrukturisasi pinjaman, mereka tak diberikan waktu untuk mengembalikan utang. Bahkan angkanya semakin tak masuk akal, berlipat ganda.
Baca Juga: Soal Tambang Ilegal sekitar IKN, Pj Gubernur Kaltim: Kewenangan Pusat
Saat dinyatakan pailit, kurator mengambilalih peran. Melakukan proses penyelesaian utang agar pailit diakhiri. Namun pihaknya mengendus terdapat upaya pihak di luar pemegang saham yang justru menjual saham tersebut.
Penjualan dilakukan melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH). Belakangan perusahaannya tercatat berstatus terblokir. Status tersebut dimungkinkan lantaran kurator mengatur buka tutupnya sistem. Bahkan dituding buka-tutup dikendalikan secara serampangan.
Modus pembegalan kepemilikan perusahaan bermuara pada UU Minerba Nomor 3/2022 yang mengarah pada tindakan manipulatif, koruptif, dan dapat dijerat pidana.
Koordinator Divisi Hukum Jatam, Muhammad Jamil mengeklaim pembegalan kepemilikan saham perusahaan tambang sebagai pola baru. Bau menyengat korupsi dan manipulasi menyelubungi kisruh kepemilikan saham.
“Justru ini adalah pola baru yang muncul,” kata Jamil kepada bakabar.com.
Baca Juga: Pj Gubernur Akmal Ditantang Beresin Tambang Ilegal di Kaltim
Kepemilikan saham perusahaan tambang beserta aktivitasnya belum diperkuat dengan regulasi yang mumpuni. Sebab ia mengendus peraturan hanya sekadar jalan untuk mengamankan pihak tertentu.
“Karena ketika hanya melibatkan pengusaha kita sudah bisa tahu arah peraturan yang dibuat untuk kepentingan siapa,” ujar dia.
Kemelut pembegalan kepemilikan saham tambang masih menjadi momok bagi para pengusaha. Serangkaian modus dikhawatirkan dapat diduplikasi untuk menyerobot perusahaan lainnya.
Jatam juga menuntut Kemenkumham untuk lebih piawai dalam bekerja. Setidaknya dalam melakukan proses validasi dan verifikasi dalam sengkarut pengajuan administrasi melalui AHU. Peralihan akta perusahaan akan menjadi mengemuka jika AHU tak memiliki tolok ukur yang relevan untuk memberikan kepastian hukum.
Meskipun Jamil juga mengendus terdapat indikasi suap yang menyelubungi aksi pembegalan saham tambang agar mulus, tak terhambat. Izin atau proses administrasi dikhawatirkan menjadi bahan bancakan yang akan menggolongkan kementerian sebagai lembaga yang harum dengan rasuah.
“Itu persoalan yang sebenarnya terjadi dalam hal perizinan dan tidak ada mekanisme verifikasi,” ujar Jamil.
Dorongan senada disampaikan anggota Komisi III DPR RI. Pembegalan saham tambang tak hanya terendus indikasi suap dan gratifikasi. Melainkan membuat Kemenkumham sekadar lembaga cap yang menjadi sumber kekisruhan.
Baca Juga: Kapolri Tutup Mulut Tanggapi Polisi Bekingi Tambang Ilegal Kepung IKN
Apalagi kasus pembegalan sudah membidik Wamenkumham, Eddy Hiariej sebagai tersangka. Orkestrasi aksi begal yang sistemik menuntun agar Kemenkumham terus ditagih komitmen dan spirit dalam pemberantasan korupsi.
“Saya hanya mendorong agar proses hukum berjalan baik. Selebihnya serahkan ke proses hukum,” kata Benny K Harman.
Arteria Dahlan bahkan memasang kuda-kuda serupa Yasonna Laoly. Rakyat diminta percaya dengan mekanisme hukum seraya melabeli Eddy dengan asas praduga tak bersalah.
“Kami sebagai teman mendoakan Pak Wamen tetap tabah, istiqamah, ya. Kepada KPK, kami juga berharap prosesnya bisa berjalan dengan baik,” kata Arteria. (*)
Reporter: Citra Dara Trisna dan Nandito Putra
Redaktur: Safarian Shah Zulkarnaen