bakabar.com, JEMBER - Sidang pembacaan vonis kasus pencabulan santriwati dan ustazah dengan terdakwa Fahim Mawardi (FH) di Pengadilan Negeri Jember, mencatatkan fakta baru.
Sebagai pengasuh Ponpes Syariah Al Djaliel II, di Desa Mangaran, Kecamatan Ajung, Fahim Mawardi disebut hakim telah menggunakan relasi kuasanya untuk melakukan pelecehan seksual.
Pembacaan putusan yang berlangsung sekitar 1 jam lebih itu dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Alfonsus Nahak. Dalam materi putusannya, Alfonsus menyebut Fahim Mawardi tidak terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap tiga santriwati yang masih di bawah umur.
Kendati demikian, hakim menyebut pernikahan siri Fahim Mawardi dengan ustazah AN tidak berlaku. Sebab pernikahan tersebut digelar tanpa saksi, dan hanya berdasarkan persetujuan dari pihak perempuan.
Baca Juga: Terbukti Lakukan Tindakan Cabul, Kiai di Jember Divonis 8 Tahun Penjara
"Memanfaatkan relasi kuasa, kerentanan, ketergantungan... Pernikahan siri dengan salah satu ustazah, tanpa saksi, di Banyuwangi, tanpa wali orang tua. Hanya cukup persetujuan dari pihak perempuan," ujar Alfonsus, Rabu (16/8).
Kasus Fahim muncuat setelah istri sahnya melapor ke Polres Jember pada awal Januari 2023. Hingga akhir persidangan, hakim telah memeriksa 3 korban dari pihak santriwati.
Namun, akibat bukti yang tidak mencukupi, Fahim lepas dari jeratan pasal pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Hakim akhirnya mendakwa Fahim dengan pasal 6 huruf b, huruf c, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Baca Juga: Terdakwa Ustaz Cabul FH Jalani Sidang Putusan di PN Jember
Lebih lanjut, Alfonsus menyebut, AN sudah sering diajak masuk ke sebuah ruangan di Pondok Pesantren. Ruangan tersebut merupakan studio untuk produksi dan editing video di kanal YouTube-nya.
"Dipanggil sendirian, edit youtube, biasa tidur di sana... Sering curhat kondisi keluarga...diberi uang Rp10-30 ribu ketika usai edit video," jelasnya.
Kendati Fahim mengaku hanya pernah mencium kening, tanpa melakukan persetubuhan dengan AN, namun aktivitas dua manusia yang berlawanan jenis di ruangan tersebut, dinilai sebagai bagian dari memanfaatkan relasi kuasa.
AN bahkan dinilai tak serius dinikahi, sebab sudah pernah diceraikan melalui pesan singkat. Hakim menilai Fahim tidak serius menjalani hidup berumah tangga dengan AN. "Diceraikan lewat WA, rujuk, dicerai lagi," ungkap hakim.
Baca Juga: Kiai Cabul di Jember Dituntut Sepuluh Tahun Penjara
Alfonsus kemudian menyebut hal-hal yang memberatkan hukuman terdakwa, yakni merusak masa depan korban. Kemudian terdakwa tidak mengakui perbuatannya. Sedangkan yang meringankan, terdakwa sopan dan kooperatif selama persidangan, serta belum pernah dihukum.
Ajukan Banding
Dikonfirmasi usai sidang putusan, Fahim Mawardi tampak tenang. Bahkan sesekali ia melepar senyum ke masyarakat yang menyapanya.
"Putusan sudah saya dengar dengan seksama, pernikahan saya (tanpa saksi) dengan ustazah, yang disampaikan majlis yakim itu Madzhab Hanafi," kata Fahim kepada bakabar.com.
Baca Juga: Berkas Perkara Kasus Kiai Cabul Jember Siap Disidangkan
Ia menambahkan, "Sebenarnya itu madzhab Syafi'i dan sudah jelas uraiannya, dasarnya sudah jelas."
Pada kesempatan itu, Fahim tidak mengakui perbuatannya sebagai bagian dari tindakan pencabulan seperti yang didakwakan oleh majlis hakim.
"Ustazah ini dimasukkan ke dalam kategori pencabulan. Dia di persidangan sudah menyampaikan pernikahan atas kemauan sendiri dan atas dasar cinta," terang Fahim.
"Dan sampai detik ini beliau ada rasa cinta kepada saya. Jadi tidak ada unsur pencabulan sebenarnya," imbuhnya.
Baca Juga: Gugatan Praperadilan Kiai Cabul Jember Ditolak, Berkas Perkara Tunggu P21
Lebih lanjut, ia bersama kuasa hukumnya Nurul Jamal Habaib akan mengajukan banding. "Kami menghormati putusan hakim, tapi kami juga akan menyampaikan hak kami untuk banding," tegasnya.
Senanda dengan Fahim, Nurul Jamal Habaib menilai putusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara sangat tidak rasional. Sebab, sejatinya ia lebih khawatir dengan jeratan pasal 3 orang santriwati yang menjadi korban.
"Tanggapan saya angka 8 tahun irasional, karena yang saya khawatirkan yang tiga, yang anak ini. Ternyata itu dikesampingkan, karena bukti tidak cukup," jelas Habaib.