bakabar.com, JAKARTA - Polres Metro Jakarta Pusat telah menggerebek sebuah kontrakan yang digunakan sebagai tempat klinik aborsi ilegal di Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Rabu (28/6).
Dalam pengembangan kasus tersebut, aktivitas ilegal itu diketahui dari laporan warga sekitar yang merasa curiga dengan dengan perilaku penghuni baru yang berujung pada pelaporan ke polisi.
"Aktivitasnya sangat tertutup, mobilisasi hanya mobil yang datang dan pergi termasuk beberapa wanita yang lebih banyak masuk ke dalam," kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Komarudin, Kamis (29/6).
Baca Juga: Serda MA Paksa Kekasih Aborsi di Banjarmasin, Ternyata Tak Hamil
Dalam penggerebekan itu, Komarudin mengatakan pihaknya menangkap tujuh orang pelaku dan langsung ditetapkan sebagai tersangka.
Berdasarkan modus operandinya para pelaku menjalankan aksinya dengan mengantar jemput pasien yang berminat dengan mobil usai mendapatkan informasi tentang jasanya dari media sosial.
"Jadi satu hari itu di dalam mobil bisa 3-4 orang. Jadi dia keliling jemput-anter ke sini, nanti pulangnya diantar lagi," tuturnya.
Baca Juga: Soroti Kasus Aborsi, KemenPPA Pastikan Beri Perlindungan Bagi Perempuan
Komarudin mengatakan aborsi dilakukan dengan menyedot janin korban. Setelahnya janin-janin yang berhasil dikeluarkan langsung dibuang ke dalam kloset.
"Di sini hanya alat-alat sedotnya hanya menggunakan vacum. Terus ada beberapa alat suntik juga obat-obatan yang bisa dibeli di apotik dengan bebas. Obat antibiotik, obat anti-nyeri," jelasnya.
"Kemudian sarana yang ada itu cuma vakum ya. Jadi disedot (janin) menggunakan vakum setelah itu dibuang di dalam kloset," imbuhnya.
Lebih lanjut, berdasarkan perannya, ia merincikan pelaku berinisial SN bertugas sebagai eksekutor dan diduga memiliki tempat praktik lainnya. SN juga tidak memiliki latar belakang medis dan hanya tercatat sebagai sebagai ibu rumah tangga di KTP.
Baca Juga: Pengungkapan Klinik Aborsi Billy & Moon, 5 Tersangka Ditangkap!
Selanjutnya pelaku NA bertugas sebagai narahubung bagi penyewa jasa dan penjemput pasien. Kemudian SM berperan sebagai supir antarjemput pasien dan dibayar Rp500 ribu per hari.
Selain itu, Komarudin menambahkan pihaknya juga turut menangkap 4 orang pasien yang menggunakan jasa klinik aborsi yakni J, AS, RV dan IT.
"Pelaku menerapkan tarif eksekusi itu antara 2,5-8 juta tergantung dari usia kandungan," ungkap Komarudin.
Atas perbuatannya, para pelaku dijerat dengan Pasal 76 C juncto 80, serta pasal 77 huruf a, serta pasal 346 KUHP