bakabar.com, JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) memastikan negara dan pemerintah akan ambil bagian dalam menangani kasus aborsi hingga tuntas.
Sebab pemerintah akan melindungi perempuan dan setiap nyawa janin meski belum lahir. Kemudian pemerintah memastikan bakal menjamin hak hidupnya sebagai manusia.
"Negara telah mengatur jelas dan hadir untuk memastikan bahwa tindakan aborsi dilarang untuk melindungi serta menjamin hak hidup dan bertahan hidup bagi setiap manusia, termasuk janin yang belum dilahirkan ke dunia," kata Deputi Perlindungan Hak Perempuan KemenPPA, Ratna Susianawati seperti dikutip dari ANTARA, Minggu (5/2).
Ia menerangkan jika dalam situasi khusus, aborsi dapat diperkenankan dengan izin sesuai ketentuan perundang-undangan.
"Sementara itu, jika adanya indikasi-indikasi khusus seperti kedaruratan medis yang mengancam serta kehamilan akibat perkosaan, maka tindakan aborsi dikecualikan," ujarnya.
Ratna menyebut salah satu kasus aborsi usia kehamilan 8 bulan di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan menjadi catatan kelam kasus aborsi. Sebab praktik aborsi ilegal yang dilakukan di kamar hotel tersebut menewaskan perempuan yang tengah mengandung jabang bayi.
"Kami turut prihatin atas meninggalnya perempuan asal Kabupaten Banyuasin akibat pendarahan yang dikarenakan proses aborsi ilegal ketika kandungannya berusia delapan bulan di sebuah kamar hotel," ungkap dia.
"Praktik aborsi ilegal ini tidak hanya mengancam nyawa dari ibu, tetapi juga janin yang berada di dalam kandungan," sambungnya.
Dalam ketentuan perundang-undangan, ia menyatakan bahwa larangan perbuatan aborsi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 75 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi.
"Aturan ini menggambarkan bahwa sejati-nya negara hadir melalui ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk melindungi dan menjamin agar setiap ciptaan Tuhan memiliki hak untuk hidup dan bertahan hidup termasuk janin yang belum dilahirkan ke dunia," kata Ratna.
Dalam ayat (2) UU Kesehatan lebih lanjut menjelaskan tindakan aborsi dapat dikecualikan berdasarkan pertama, indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
Kedua, kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Berdasarkan Pasal 194 UU Kesehatan, disebutkan bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) akan dikenakan pidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.