Eksperimen Sosial

Perempuan Bekerja 100 Jam per Minggu, tapi Dianggap Tak Produktif?

Magdalene bekerjasama dengan International Labour Organization (ILO) membuat sosial eksperimen tentang kerja perawatan, yang berfokus kepada perempuan.

Featured-Image
Sesi diskusi mengenai sosial eksperimen kerja perawatan. Foto: apahabar.com/rayhan

bakabar.com, JAKARTA – Sebuah media khusus perempuan bersama dengan International Labour Organization (ILO) atau Organisasi Perburuhan Internasional menyoroti pekerjaan perawatan perempuan yang melakukan pekerjaan 100 jam per minggu.

Pekerjaan perawatan sendiri merupakan semua pekerjaan yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan orang lain, baik orangtua, anak-anak, lansia, disabilitas, dan lainnya.

Untuk itu, ILO dan media tersebut membuat sosial eksperimen tentang kerja perawatan, yang berfokus kepada perempuan yang melakukan pekerjaan 100 jam perminggu yang dianggap tidak produktif.

Baca Juga: Magdalene dan ILO Bikin Video Eksperimen Sosial Kerja Perawatan

Dalam eksperimen ini melibatkan 5 orang partisipan yakni 5 orang perempuan dari berbagai kalangan dan latar belakang yang berbeda-beda.

Hasil dari eksperimen sendiri akan divaluasi dan dibandingkan dengan penghasilan saat ini atau penghasilan 5 partisipan terkahir.

Para Partisipan Eksperimen Sosial. Foto : magdalene
Para Partisipan Eksperimen Sosial. Foto: magdalene

Jadi nilainya akan dibagi per jam nya dan dibandingkan dengan pekerjaan perawatan yang tak berbayar seperti mengurus anak, orang tua, dan lain-lain. Bahkan nilainya jika divaluasi hasilnya sangat luar biasa.

“Ini menimbulkan pertanyaan sendiri, kenapa sih pekerjaan yang sebenarnya begitu besar jam kerjanya yang jauh lebih banyak dari RUU cipta kerja tentang kerja 40 jam perminggu. Kenapa sih kok tidak dihargai sebagai sesuatu yang produktif, sebagai sesuatu yang secara ekonomi itu punya nilai," kata Pemimpin Redaksi Magdalene, Devi Asmarani di Jakarta, Kamis (18/1).

“Padahal itu pekerjaan yang penting, kalau gaada anak yang diasuh bagaimana jadinya. Kalau orang tua kita abaikan saja, masa kita tega begitu,” tambahnya.

Baca Juga: Risiko Merokok pada Perempuan Muda, Awas Serangan Jantung Mematikan!

Tabel Valuasi dan Jam Kerja Perawatan
Tabel Valuasi dan Jam Kerja Perawatan. Foto : bakabar.com/rayhan

Early D. Nuriana, Koordinator Program ILO untuk Pekerjaan Perawatan, menjelaskan mengenai pentingnya memvaluasi kerja-kerja perawatan, terutama dari sisi jam kerja, dan mengkonversi jumlah kerja tersebut dengan gaji rutin yang diterima dari pekerjaan atau berdasarkan upah minimum yang berlaku. 

“Dengan mengkonversikan jam kerja perawatan yang dilakukan per hari, per minggu hingga per bulan dalam bentuk pendapatan akan menyadarkan betapa kerja perawatan ini sangat memiliki nilai ekonomi, yang selama ini dianggap sebagai pekerjaan yang tidak produktif dan tidak perlu berbayar,” ujar Early.

“Dengan menyadari nilai ekonomi dari pekerjaan perawatan ini, penting bagi masyarakat kita untuk secara bertahap mengubah persepsi dan pola pikir mengenai pentingnya kerja perawatan bagi kesejahteraan semua individu dalam keluarga dan produktivitas dalam pekerjaan baik bagi pekerja laki-laki dan perempuan,” imbuh koordinator ILO itu.

Menurut hasil survei ILO mengenai persepsi masyarakat terhadap pekerjaan perawatan.

Baca Juga: 3 Pilihan Mobil Suzuki yang Cocok untuk Perempuan, Intip Keunggulannya

Dalam survei 2023 itu didapati, sebagian besar responden perempuan (67,3 persen) menuturkan, tidak merasa memiliki jam kerja yang lebih panjang dalam melakukan pekerjaan perawatan dibandingkan laki-laki.

Selain itu, survei juga memperlihatkan 61,6 persen responden laki-laki memiliki istri atau saudara perempuan yang menanggung beban ganda, namun 65,6 persen tidak bersedia membayar orang lain untuk membantu pekerjaan perawatan.

Sementara responden perempuan yang memiliki beban ganda mencapai 79,3 persen. Namun, ironisnya, 78,3 persen menolak membayar orang lain untuk membantu pekerjaan perawatan.

“Karenanya melihat hasil survei terbaru dari ILO dan eksperimen sosial ini, menjadi sangat krusial bagi kita untuk meningkatkan kesadaran kritis masyarakat untuk mengurangi beban perawatan kepada perempuan dan mulai meningkatkan redistribusi pekerjaan kepada pekerja yang berbayar atau meningkatkan kebijakan pemerintah dalam sistem jaminan sosial,” tegas Early.

Baca Juga: Lemahnya Perlindungan bagi Pekerja Perempuan di Pabrik, Kerap Overtime

Dari hasil eksperimen sosial yang dibuat menyimpulkan 4 dari 5 partisipan melakukan pekerjaan perawatan lebih dari standar waktu kerja nasional, yaitu 40 jam perminggu.

Adapun, masih terdapat bias gender terhadap kerja perawatan yang masih beranggapan bahwa perempuan dirasa lebih baik dalam mengerjakan pekerjaan perawatan dibanding laki-laki.

Selain itu, mayoritas dari partisipan berpendapat bahwa mereka tidak mendapat dukungan atau ‘support system’ yang cukup dalam melakukan pekerjaan perawatan.

Editor


Komentar
Banner
Banner