Kontroversi Jabatan Kades

Perpanjangan Masa Jabatan Kades Rawan Lahirkan Koruptor

Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun sangat rawan melahirkan koruptor.

Featured-Image
Kepala Desa Seluruh Indonesia Melakukan Unjuk Rasa di Gedung DPR RI (Foto: apahabar.com/Daffa)

bakabar.com, JAKARTA - Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun sangat rawan melahirkan koruptor. Sebab, kades yang terlalu lama menjabat cenderung menyalahgunakan kekuasaan.

"Demokrasinya jadi terabaikan, kalau kades menjabat terlalu lama, sesuai dengan teori ya, power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely, ya cenderung korup, dan rawan penyalahgunaan kekuasaan, ini yang bahaya," kata Ujang kepada bakabar.com, Kamis (26/1).

Pemerintah dan DPR, lanjut dia, harus mempertimbangkan usulan ratusan kepala desa yang mendesak perpanjangan masa jabatan. Terutama, dalam tinjauan secara konstitusional, bukan hanya dilihat dari untung rugi sesaat di Pemilu 2024 mendatang.

Baca Juga: Kepala Desa Se-Indonesia Geruduk DPR Tuntut Perpanjangan Masa Jabatan

"Maka pemerintah dan DPR mesti bijak dalam konteks mengakomodir kepentingan kepala desa, harus proporsional. Ya ini jual beli kepentingan, interest. Jual beli deal-deal kesepakatan politik," ujarnya.

Untuk itu, Ujang menyebut bahwa tidak ada yang gratis dalam praktik politik. Termasuk, gencarnya ratusan kepala desa terjun ke jalan untuk memperjuangkan langgengnya kekuasaan hingga 9 tahun.

"Kalau soal dukung mendukung, tidak ada yang gratis di politik. Pasti ada harga yang harus dibayar dan dikeluarkan, bisa jual beli kepentingan antara kades dengan para politisi di istana atau di senayan. Ujung-ujungnya kalau untung bersama dieksekusi, kalau ada yang dirugikan, ya tidak akan (diakomodir)," ungkap dia.

Aspirasi ratusan kades jika tak diakomodir juga tidak akan berdampak signifikan terhadap stabilitas politik nasional. Hanya saja, partai politik ketakutan kehilangan lumbung suara di tingkat desa yang mendongkrak kemenangan secara elektoral.

Baca Juga: DPR Tepis Keterkaitan Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa dengan Presiden

Sehingga, persetujuan perpanjangan masa jabatan hanya soal untung rugi sesaat, bukan tinjauan secara konstitusi. Bahkan berpeluang melahirkan koruptor-koruptor baru yang mengeruk kekayaan negara.

"Di situ lah kalau tidak diakomodir ketakutannya itu pada penguasa ke partai dan persiapan 2024 takut kehilangan suara dari para kepala desa, psikologi itulah yang digunakan dan dimanfaatkan kepala desa itu menggencarkan menyalurkan aspirasinya untuk memperpanjang masa jabatan 9 tahun," jelasnya.

"Kepala desa memanfaatkan tahun politik akhirnya mengajukan aspirasi politik terkait perpanjangan masa jabatan. Ini gerakan politik, dan rakyat membacanya ada kepentingan politik," pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner