bakabar.com, JAKARTA - Polemik antara perusahaan kelapa sawit dengan Suku Awyu Papua masih berlanjut. Selain merampas hutan adat, kedatangan sejumlah perusahaan sawit telah menimbulkan konflik internal di antara Suku Awyu.
Kuasa hukum masyarakat Awyu Tigor Gemdita Hutapea mengungkapkan, kini masyarakat Suku Awyu terpecah belah. Ada yang ingin mempertahankan hutan adat mereka, dan ada pula yang pro terhadap perusahaan sawit.
"Nah dengan datang berbagai perusahaan dengan iming-iming janji akhirnya masyarakat terbelah dan terjadi konflik di antara mereka," ujar Tigor kepada bakabar.com, Kamis (2/8).
Sebagai informasi, seluas 8.828 hektare hutan adat Suku Awyu diserobot oleh dua perusahaan sawit PT Megakarya Jaya Raya dan PT Kartika Cipta Pratama.
Baca Juga: Miris, Suku Awyu Diintimidasi di Hutan Adatnya Sendiri
Sementara itu, PT Indonesia Asiana Lestari (IAL) diduga area konsesinya mencakup hutan adat milik Suku Awyu. Wilayah hutan adat Suku Awyu itu masuk ke dalam bagian rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit PT IAL luasnya mencapai puluhan ribu hektare.
PT IAL telah mendapat izin kelayakan lingkungan hidup yang dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua.
Atas dasar itu, terang Tigor, pemerintah seharusnya berpikir sebelum bertindak. Aspek lingkungan dan masyarakat adat seharusnya menjadi perhatian utama. Dengan kondisi sekarang ini, pemerintah seperti tidak mempertimbangkan potensi munculnya berbagai macam permasalahan, pasca-dirampasnya hutan adat milik Awyu.
"Nah adanya izin yang dikeluarkan justru menambah parah permasalahan yang ada di sana," jelas Tigor. Akibatnya, masyarakat terbagi dua kelompok, kelompok yang membela perkebunan kelapa sawit dan kelompok yang menolak.