Hutan Adat Awyu

Miris, Suku Awyu Diintimidasi di Hutan Adatnya Sendiri

Suku Awyu Papua mengadu ke Komnas HAM. Aduan tersebut tak lain karena polemik hutan adat mereka yang ingin dicaplok beberapa perusahaan sawit.

Featured-Image
Sejumlah masyarakat suku Adat Awyu tiba di Kantor Komnas HAM pukul 14.20, Selasa (9/5). apahabar.com/Andrey

bakabar.com, JAKARTA - Suku Awyu, Papua beberapa waktu lalu mengadu ke Komnas HAM. Aduan tersebut tak lain karena polemik hutan adat mereka yang ingin dicaplok beberapa perusahaan kelapa sawit, hingga mendapatkan intimidasi. 

Hal itu diungkapkan salah satu kuasa hukum masyarakat Awyu, Tigor Gemdita Hutapea. Menurutnya, intimidasi yang diterima oleh Suku Awyu merupakan pelanggaran HAM serius.

"Intimidasinya itu mereka tidak boleh melakukan aktivitas-aktivitas untuk menolak perusahaan atau menolak adanya perkebunan kelapa sawit," kata Tigor kepada bakabar.com, Kamis (3/8).

Tindakan intimidasi itu, lanjutnya, diduga dilakukan oleh oknum yang berpihak kepada beberapa perusahaan sawit yang hendak menyerobot lahan hutan adat Suku Awyu.

Baca Juga: Gugatan Perusahaan Sawit ke PTUN, Greenpeace: Tentukan Nasib Suku Awyu

Sekedar informasi, 8.828 hektare hutan adat Suku Awyu telah diserobot oleh PT Megakarya Jaya Raya dan PT Kartika Cipta Pratama. Sayangnya, hingga saat ini, kedua perusahaan tersebut belum mendapatkan izin beroperasi di wilayah hutan adat Suku Awyu, Papua.

Sebelumnya, perusahaan tersebut sempat mendapat zin konsesi. Kini izinnya telah dicabut oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar lewat Surat Keputusan NOMOR: SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022.

Sementara itu, izin kelayakan lingkungan hidup yang dikeluarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua untuk perusahaan PT Indo Asiana Lestari (PT IAL) juga berlokasi di Boven Digoel, Papua Selatan. 

Atas izin tersebut, terang Tigor, wilayah hutan adat milik Suku Awyu akhirnya masuk ke dalam wilayah kosesi. Karena itu, Suku Awyu telah kehilangan wilayah adat mereka secara formal hukum akibat izin yang diberikan.

Baca Juga: Perjuangkan Hutan Adat Awyu, Greenpeace: Selamat dari Krisis Iklim

"Nah, padahal ini adalah hak mereka sejak turun menurun, bahkan sebelum negara kemerdekaan. Ini pelanggaran serius juga," jelas Tigor.

Diberitakan sebelumnya, Greenpeace dan koalisi terus memperjuangkan hutan adat Suku Awyu Papua. Selain berjuang untuk Suku Awyu, hutan adat yang tersisa merupakan benteng terakhir dari krisis iklim.

Hal itu disampaikan Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Sekar Banjar Ali kepada bakabar.com. Menurut dia, selain menjadi kuasa hukum, pihaknya  terlibat dalam kerja-kerja advokasi kasus Suku Awyu, karena berdampak luas terhadap kehidupan dan ekosistem.

"Benteng terakhir untuk menyelamatkan kita dari krisis iklim. Jadi pilihannya menyelamatkan hutan atau punah," ujar Sekar kepada bakabar.com, Rabu (2/8).

Baca Juga: Komnas HAM Klaim Dukung Upaya Lindungi Hutan Adat Suku Awyu Papua

Meskipun belum beroperasi, kata Sekar, kehadiran PT IAL merupakan ancaman nyata bagi suku asal Papua itu. Ancaman atas kehilangan hutan, sungai dan isinya yang selama ini menjadi sumber kehidupan Suku Awyu.

Tak sampai di situ, lanjutnya, izin untuk perusahaan sawit tersebut ternyata tak sejalan dengan janji pemerintah mengatasi dampak perubahan iklim.

Editor
Komentar
Banner
Banner