Surabaya - Pihak official Persebaya didatangkan menjadi saksi dalam sidang lanjutan tiga polisi terdakwa Tragedi Kanjuruhan, di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, pada Selasa, (14/2/2023).
Ketiga terdakwa itu, Danki 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.
Salah satu saksi, Manager Persebaya, Yahya Alkatiri mengatakan, nyanyian bernada ancaman sudah mulai terdengar sejak timnya melakukan pemanasan di lapangan Stadion Kanjuruhan.
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, timnya tak henti-hentinya jadi sasaran provokasi dan serangan dari Aremania.
Baca Juga: Menang 2-1, PSM Makassar Putus Rekor Kemenangan Persib Bandung
"Ya (nyanyian) 'Bonek janc#k dibunuh saja', saya mendengarnya bahkan saat pemanasan pemain," kata Yahya saat menjadi saksi di Ruang Cakra.
Kemudian, Yahya melanjutkan ketika wasit meniupkan peluit tanda dimulainya pertandingan Arema FC melawa Persebaya, para suporter sudah mulai melakukan pelemparan ke arah bangku pemain.
"Sepanjang pertandingan lagu 'Bonek janc*k dibunuh saja' terus berkumandang. Pelemparan ada waktu bermain, diarahkan ke bench (bangku pemain) kami," jelasnya.
"Setelah itu kick off, waktu itu main, ada di tribun depan saya kalau nggak salah di timur, ada salah satu mungkin koordinator suporter membentangkan spanduk 'Kiamatmu di Malang," imbuh Yahya.
Baca Juga: La Nyalla Lirik Menpora Jadi Kandidat Calon Wakil Ketua PSSI
"Pas (skor) 2-2 ada teriakan, awal masih belum (panas), naik-naiknya itu pas 2-3. Terus 90 menit terakhir kalimat mencekam dan saya sudah meminta pemain cadangan siap-siap," tambah Yahya.
Yahya kemudin mendapatkan intruksi jika dalam waktu lima menit, mereka sudah harus keluar dari ruang ganti. Ketika itu, dia melihat sejumlah suporter sudah mulai masuk ke lapangan.
"Saya lihat dari dalam ada suporter turun ke lapangan, gak lama di dalam, media officer ngasih waktu 5 menit, cepet, karena suporter sudah turun, kondisi mencekam," ujarnya.
Selanjutnya, para pemain bersama official Persebaya langsung masuk ke kendaraan barakuda untuk dievakuasi. Namun, mereka terhambat selama satu jam lebih untuk keluar dari Stadion Kanjuruhan.
Baca Juga: Jelang AC Milan Vs Tottenham: Conte Belum Pulih, Sarr Solusi Lini Tengah
"Tersendat, kami masuk 22.08 WIB, jam 23.20 WIB an, rantis baru bisa jalan. Saya tanyakan, ini kenapa gak jalan, terus katanya ada massa besar itu tadi," kata dia.
“Di rantis kami ada HT Brimob. Mereka di HT jelas suaranya (ada) anggota (polisi) meninggal dua. Kami di luar belum lihat, nggak ada gas air mata. Di sebelah kanan saya udah mulai lempar-lempar barakuda. Kemudian massa memukul mundur, polisi ditendang. Kami tetap dilempari waktu itu," ungkap Yahya.
"Ada yang lempar tong sampah posisi mabuk, helm batako dan lainya dilemparkan ke kami. Pembakaran mobil polisi mungkin nanti salah satu manajemen Persebaya (yang tahu) kebetulan ada yang di patwal bagian depan yang terbakar itu. Kami baru keluar 11.15 WIB. Rantis kaca pecah. Satu lagi, sekitar menit ke 90 waktu pertandingan lagu 'gak iso mulih' (gak bisa pulang) itu terus berkumandang," tandas Yahya.
Baca detik-detik mencekam Tragedi Kanjuruhan dari kesaksian tim official Persebaya, Defo Harianto di halaman selanjutnya