PUSAT Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencurigai kampanye capres-cawapres berasal dari uang haram hasil aktivitas tambang ilegal, kejahatan lingkungan, korupsi, hingga perjudian.
PPATK mengkhawatirkan sirkulasi elite dalam gelaran Pilpres 2024 dibiayai dari hasil kejahatan.
“Ada indikasi itu dari ilegal mining, kejahatan di bidang lingkungan, judi,” kata Kepala Biro Humas PPATK, Natsir Kongah kepada bakabar.com.
“Pokoknya tambang lah, kategorinya tambang,” tambah dia.
Baca Juga: MAKI Ngasih KPK Nama Bos Tambang Ilegal Pendana Kampanye
Bukan tanpa alasan, Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) tak mencerminkan aktivitas kampanye capres-cawapres yang masif. Bahkan aktivitas rekening cenderung stagnan.
Namun PPATK mengendus aktivitas fantastis pada rekening tim pemenangan hingga tim yang bertalian dengan kampanye yang sangat signifikan. Uang hilir mudik tak wajar.
“Itu yang kita lihat kenaikan itu di atas 100 persen dan nilainya di atas Rp1 triliun,” ujar Natsir.
PPATK membatasi diri karena terbentur ketentuan perundang-undangan untuk membeberkan aliran uang yang masuk ke dompet tim capres-cawapres.
Termasuk siapa capres-cawapres yang menerima nominal terbesar dari aktivitas kejahatan.
Baca Juga: Respons Menteri ESDM soal Dugaan Dana Tambang Ilegal untuk Kampanye
Namun ia memastikan bahwa cuan terlarang yang diduga hasil kejahatan mengalir deras ke hampir semua kandidat capres-cawapres. Bukan hanya satu, dua, atau tiga kandidat.
“Merata, satu triliun, dari sana berapa, dari sana berapa, dan besarannya Rp1 triliun globalnya saja,” kata dia menjelaskan.
PPATK menilai bahwa bahaya laten hasil kejahatan yang masuk ke dompet tim capres-cawapres tergolong Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Lantaran terdapat upaya menyembunyikan hasil kejahatan yang ingin terlihat sah, tetapi bersumber dari aktivitas kejahatan.
Natsir membeberkan ketentuan UU nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan TPPU yang berkesesuaian dengan temuan yang diendus PPATK dalam memantau aktivitas aliran dana kampanye yang tak wajar. Uang hasil kejahatan yang dicuci lewat dompet tim capres-cawapres.
“Ada indikasi itu,” kata Natsir.
Baca Juga: Duit Tambang Ilegal Mengalir ke Pemilu 2024, Aparat Jangan Tidur!
Semula PPATK menerima laporan transaksi mencurigakan di atas Rp500 juta. Bahkan terdapat laporan transaksi tunai di dalam maupun luar negeri yang diterbitkan di tahun 2023.
Untuk itu PPATK telah melayangkan hasil temuannya ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebab PPATK mengkhawatirkan pergantian presiden dan wakil presiden diselubungi dana hasil kejahatan yang didominasi eksploitasi tambang ilegal.
Meskipun praktik uang tak wajar bukan kali pertama terjadi dalam pemilu. Namun PPATK selalu mengendus modus sumber dana untuk melancarkan aktivitas kampanye dari sumber yang tak jelas.
Sementara praktik lancung uang kampanye yang disponsori tambang ilegal bukan modus baru. Maka sejumlah pihak mendesak PPATK agar membongkar data aliran dana yang mengalir ke peserta pemilu, termasuk capres-cawapres.
Sebab selubung asap menutupi data aliran dana dari aktivitas tambang ilegal, sehingga sekadar muncul sebagai temuan PPATK dan berlalu pergi tanpa penyelesaian yang komprehensif.
Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas menerangkan bahwa kejahatan lingkungan yang membiayai aktivitas kampanye capres-cawapres bukan pertama kali terjadi pada gelaran pemilu.
Baca Juga: Geruduk Mabes Polri, Lemtaki Soroti Tambang Ilegal: Ada Setoran ke Aparat
Namun data penerima dan pemberi dana jumbo dari kejahatan lingkungan tak diungkap secara terang benderang.
“Tindakan yang diambil oleh PPATK seharusnya ditindaklanjuti untuk menemukan kejahatan itu dan membuka data-data; siapa saja; partai-partai yang mendapat dana dari tambang ilegal. Karena ini penting sekali,” kata Arie kepada bakabar.com.
Arie mengungkapkan bahwa kejahatan lingkungan yang mengarah pada kerusakan dipastikan berkaitan erat dengan elite politik. Maka pintu masuk melalui aktivitas kampanye capres-cawapres mesti diusut tuntas dan tak dibiarkan menggantung tanpa penyelesaian.
“Ini pada masa kampanye ini mereka membutuhkan dana. Karena dana pemilu di Indonesia sangat tinggi dan membuka peluang untuk terbukanya transaksi ilegal,” kata Arie menjelaskan.
Ia menyebut sumber dana tak wajar yang masuk ke dompet tim capres-cawapres didominasi aktivitas tambang nikel dan batubara. Kemudian tambang emas ilegal yang angkanya belum signifikan.
“Tapi yang terbesar adalah batubara dan nikel. Keduanya (nikel dan batubara) menjadi komoditas tambang yang memang sarat dengan transaksi ilegal; tambang ilegal,” kata dia.
“Kebanyakan memang keduanya menjadi peluang atau tempat di mana para elite termasuk penegak hukum sering bermain di wilayah yang ilegal. Jadi dua komoditas itu paling utama,” sambungnya.
Baca Juga: Arsjad Rasjid: Ganjar Komitmen Berantas Tambang Ilegal di IKN
Greenpeace memastikan tambang ilegal tak mengantongi izin dalam mengeruk kekayaan sumber daya alam Indonesia. Namun praktik lancung ini terjadi akibat beringin politik yang justru kontraproduktif dengan kelestarian lingkungan.
Namun data publik tak tersedia untuk menghitung satu per satu tambang ilegal. Sedangkan Greenpeace mengaku hanya mengantongi data pertambangan legal yang izinnya bermasalah.
Modus sponsori kampanye capres-cawapres juga dilakukan secara berantai. Umumnya menggunakan makelar. Aktivitas penjualan hasil tambang ilegal masuk juga ke sejumlah pejabat sehingga mereka berjodoh tatkala gelaran pesta demokrasi digelar membutuhkan sponsor untuk menggerakkan mesin politik.
“Itu praktik umum yang dilakukan,” ungkap dia.
Greenpeace menilai cikal bakal kejahatan lingkungan mensponsori kampanye capres-cawapres dimulai sejak otonomi daerah digaungkan. Sebab wewenang pejabat daerah menerbitkan izin menjadi pintu masuk praktik lancung dalam melanggengkan aktivitas tambang ilegal.
“Kita bingung juga kenapa baru diangkat oleh PPATK, tapi praktik ini sudah lazim dilakukan,” kata dia menjelaskan.
Baca Juga: Pj Gubernur Akmal Ditantang Beresin Tambang Ilegal di Kaltim
Untuk itu Greenpeace skeptis dengan komitmen capres-cawapres yang akan terpilih pada 14 Februari 2024 mendatang. Sebab selubung asap dana jumbo yang membiayai aktivitas kampanye menyandera mereka.
“Kalau ada temuan seperti itu (aliran dana dari tambang ilegal) kita pesimis presiden terpilih bakal punya concern langsung kepada kerusakan lingkungan,” kata Tim Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace, Bondan Andriyano kepada bakabar.com.
“Jangankan dari tambang ilegal, dari tambang legal (yang dukung capres) itu didukung oleh pertambangan, yang kita bisa bilang berpotensi merusak lingkungan, itu capres-capres pasti agak bias ketika menangani persoalan lingkungan karena didanai oleh perusahaan tambang,” sambungnya.
Konflik kepentingan akan dipastikan terjadi. Terlebih politik balas budi akan menjadi instrumen dalam memetakan konfigurasi politik masa depan yang berawal dari uang jumbo yang disponsori tambang ilegal ke tim kampanye capres-cawapres.
Hal senada diungkap eks peneliti Jatam, Rupang. Sanderaan kepentingan politik terhadap presiden-wakil presiden akan dipersoalkan lantaran mafia tambang ilegal merasa aman dan takkan tersentuh. Tentu akibat aliran dana yang dikucurkan untuk memenangkan kandidat di Pilpres 2024.
Maka ia menyangsikan tim kampanye capres-cawapres yang menghalalkan segala cara agar melenggang ke Istana. Termasuk berkompromi dengan para penjahat lingkungan untuk memuluskan jalan ke Istana.
“Mereka adalah pihak yang akan melakukan segala cara untuk mendapat kepentingannya,” kata Rupang kepada bakabar.com.
Tentu tumpulnya penanganan tambang ilegal juga akan dengan mudah dipotret dari performa pemerintahan saat ini. Insinuasi ditujukan bukan tanpa alasan, sebab dimungkinkan pemerintah kekinian juga ikut tersandera akibat praktik lancung sponsor tambang ilegal.
Baca Juga: Kapolri Sigit Overthinking Jika Pemilu 2024 Gagal
Terlebih kasus yang berkaitan dengan aktivitas tambang ilegal yang bergulir ke Polri stagnan. Seperti kasus yang menjerat Ismail Bolong dengan geliat di Kalimantan Timur. Kasus menggantung tanpa kejelasan.
Baca Juga: [VIDEO] Kasus Ismail Bolong, Kompolnas Janji Cek Surat ke Kapolri
Untuk itu pemerintah dan aparat penegak hukum didesak untuk bersikap profesional seiring dengan dugaan terjadi sanderaan politik yang diakibatkan oleh jasa tambang ilegal mensponsori biaya politik para pejabat.
Apalagi terdapat dugaan yang mencengangkan. Para pelaku kejahatan lingkungan justru menyusup ke ranah politik untuk mengamankan posisinya.
Maka bukan tak mungkin bahwa sanderaan kepentingan politik yang membatasi ruang gerak pemimpin akan dikali nol. Artinya takkan digubris sampai kapanpun.
“Akan ada kepemimpinan yang dibangun dari kepentingan kroni dan celakanya nanti adalah ketika kebijakan yang dibuat adalah kebijakan yang memuluskan kepentingan sponsor yang cenderung punya perspektif ekstraktif terhadap sumber daya alam dan membajak anggaran negara,” kata Rupang.
Kendati demikian seluruh tim pemenangan capres-cawapres memasang laku yang sama. Membantah. Klaim mereka bahwa aktivitas kampanye dibiayai dari sumber dana yang jelas dan dipertanggung jawabkan.
Bahkan mereka menyeret nama KPU sebagai sandaran bahwa keuangan mereka dalam membiayai kampanye telah tercatat dalam Laporan Awal Dana Kampanye (LADK).
“Di laporan KPU dana awal kampanye TPN itu Rp23 miliar. Dan itu sumbernya jelas semua. Sejauh ini TPN Ganjar dengan anggara awal dana kampanye sebesar itu tetap bisa optimal selama masa kampanye ini,” kata Wakil Ketua TPN Ganjar-Mahfud, TGB Zainul Mahdi.
Baca Juga: Soal Tambang Ilegal sekitar IKN, Pj Gubernur Kaltim: Kewenangan Pusat
Laporan dana kampanye, kata dia, akan terus berkembang seiring dengan proses politik yang masih digencarkan. Namun ia memastikan bahwa tak ada instrumen terlarang yang masuk ke dompet tim pemenangan Ganjar-Mahfud.
Bantahan senada juga diungkap Wakil Ketua Tim Hukum TKN Prabowo-Gibran, Fahri Bachmid.
Ia membeberkan bahwa keuangan yang membiayai kampanye kandidatnya dilakukan secara transparan dan akuntabel. Bahkan uang yang tercatat dalam LADK diklaim telah mencerminkan aktivitas kampanye.
“Transparan, laporannya ada di KPU. Itu adalah hal yang sudah diatur dan harus kita ikuti,” kata Fahri.
Begitu pun co-captain Timnas Anies-Muhaimin, Sudirman Said yang memastikan dana kampanyenya berasal dari sumber yang jelas. Bukan hasil dari kejahatan lingkungan, tambang ilegal.
Terlebih dalam LADK, Timnas AMIN cenderung paling sedikit mencantumkan keuangan yang membiayai aktivitas kampanyenya, Rp1 miliar yang berasal dari sumbangan pasangan calon.
“Semua aktivitas kampanye didanai secara sukarela oleh partai, kader dan relawan. Nanti berapa penggunaan dana kampanye akan direkap dan laporannya ada,” kata Said.
ILUSI SANKSI
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asyari mengaku masih membahas temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengarah pada mengalirnya cuan terlarang ke tim pemenangan capres-cawapres.
Dokumen yang diserahkan PPATK masih dipelajari dan pihaknya masih memproses pelaporan dana kampanye kandidat.
“Ya itu masih dibahas ya. Kita masih mempelajari dokumen temuan PPATK. Dan sampai saat ini pelaporan dana kampanye masih diproses,” kata Hasyim.
Ia menilai bahwa laporan dana kampanye capres-cawapres telah diatur dalam UU Pemilu pasal 527. Bahkan ancaman pidana membayangi praktik lancung yang diduga dilakukan dalam kampanye capres-cawapres.
“Peserta Pemilu yang menerima sumbangan kampanye dari uang ilegal bisa dipidana 3 tahun penjara dan denda Rp36 juta,” kata dia menjelaskan.
Baca Juga: MAKI Ngasih KPK Nama Bos Tambang Ilegal Pendana Kampanye
Termasuk terdapat ancaman sanksi yang membayangi capres-cawapres yakni dicabut statusnya sebagai peserta pemilu, atau didiskualifikasi.
“Pasal 339 UU Nomor 7/2017 juga mengatur itu. Sudah clear bahwa peserta pemilu, pelaksana kampanye dan tim kampanye yang menerima sumbangan dari uang ilegal, maka dilarang menggunakan dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPU dan menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas negara paling lambat 14 hari setelah masa kampanye Pemilu berakhir,” kata Hasyim.
Sementara Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty juga mengaku masih mempelajari temuan PPATK yang mengendus terdapat sponsor kejahatan lingkungan berupa tambang ilegal ke dompet tim capres-cawapres.
Seraya Bawaslu juga tetap akan mengawasi dana kampanye kandidat lantaran data yang disodorkan PPATK masih mentah.
“Namun temuan PPATK bersifat sangat rahasia. Sifatnya masih data mentah yang perlu ditelusuri lagi. Kemudian temuan ini perlu kajian mendalam,” ungkap Lolly.
Dia menerangkan bahwa hasil kajian dan penelusuran Bawaslu akan tampak terlihat juga pada pelaporan penggunaan dana kampanye tahap pertama, Januari 2024 mendatang.
Baca Juga: Kapolri Tutup Mulut Tanggapi Polisi Bekingi Tambang Ilegal Kepung IKN
Sebab jika terdapat transaksi tak wajar maka dugaan sponsor kejahatan lingkungan semakin menguat.
“Hasilnya nanti akan terlihat ketika pelaporan penggunaan dana kampanye tahap pertama pada Januari nanti,” kata dia.
Maka Bawaslu mengeklaim akan fokus untuk menindak pelanggaran kampanye, termasuk cuan terlarang yang diduga mengalir membiayai kampanye capres-cawapres.
Meskipun sanksi telah termaktub dalam ketentuan perundang-undangan, namun Bawaslu membutuhkan kepolisian dan KPK dalam membantu akselerasi penanganan agar tak menggantung tanpa penyelesaian.
“Kalau memang ada transaksi yang bersumber dari uang ilegal, akan diusut oleh kepolisian dan KPK,” kata Lolly.
Sanksi akan mengancam kandidat yang disponsori tambang ilegal akan berkutat pada ancaman 3 tahun bui dan didiskualifikasi dari kepesertaan pemilu. Namun diharapkan tak sekadar ilusi, dan angan semata.
“Bawaslu masih mempelajari temuan ini bersama PPATK dan KPU,” pungkasnya.
Reporter: Citra Dara Trisna dan Nandito Putra
Redaktur: Safarian Shah Zulkarnaen