Skandal Korupsi Megaproyek

Jaksa Berwenang Bungkam Terduga Koruptor Bendungan Tapin

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai terdakwa tindak pidana korupsi, Achmad Rizaldy dibatasi kebebasannya melakukan pembelaan

Featured-Image
Kericuhan terjadi ketika terdakwa Achmad Rizaldy ingin menyampaikan pernyataan kepada awak media yang sudah menunggunya di luar ruangan. Foto: Syahbani

bakabar.com, JAKARTA - Kericuhan mewarnai sidang lanjutan kasus korupsi megaproyek Bendungan Tapin Kalimantan Selatan. Terdakwa Rizaldy yang hendak memberikan keterangan pers dibawa paksa dari pengadilan. Lantas bolehkah jaksa berlaku seperti itu?  

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai terdakwa tindak pidana korupsi, Achmad Rizaldy dibatasi kebebasannya melakukan pembelaan di muka publik.

Sebab ia menambahkan Rizaldy telah diakomodir ruang pembelaan di persidangan, maka tindakan jaksa yang melarang Rizaldy diklaim sesuai ketentuan perundang-undangan.

"Tindakan Jaksa sudah benar (Melarang terdakwa untuk berbicara di depan awak media usai persidangan," kat Abdul kepada bakabar.com, Minggu (3/9).

Baca Juga: Kejagung Belum Beberkan Asal-Usul Uang Rp27 Miliar Terkait Korupsi BTS

Semula jaksa disebut membungkam terdakwa korupsi pengadaan tanah Bendungan Tapin di Pengadilan tipikor Banjarmasin. Hal ini menuai kontroversi lantaran jaksa melarang Achmad Rizaldy berbicara di muka publik.

Saat ia hendak mengutarakan pembelaan di hadapan wartawan, sejumlah jaksa melarangnya. Sebab ia telah disediakan hak pembelaan di muka persidangan.

"Jadi selama dilakukan pemeriksaan sidang terdakwa mempunyai kebebasan mengemukakan apa saja," ujar Abdul.

Baca Juga: Kejagung Bakal Tunda Usut Kasus Korupsi Peserta Pemilu 2024

Abdul menerangkan bahwa usai terdakwa menjalani persidangan di PN Tipikor dan akan dikembalikan ke tahanan, maka kebebasan terdakwa akan dibatasi.

"Artinya kebebasannya dibatasi, termasuk kebebasan mengemukakan keberatan di luar sidang. Artinya tindakan Jaksa sudah benar," pungkasnya.

Sebelumnya Achmad Rizaldy menjalani sidang tuntutan perkara korupsi pengadaan tanah Bendungan Tapin di Pengadilan Tipikor berujung ricuh, Kamis (31/8) kemarin.

Baca Juga: Kejagung-KPK Siap Kerja Sama Usut Dugaan Gratifikasi Menpora Dito

Kericuhan terjadi ketika terdakwa Achmad Rizaldy ingin menyampaikan pernyataan kepada awak media yang sudah menunggunya di luar ruangan.

Saat itu, Rizaldy sempat menyampaikan keberatannya atas hukuman penjara 6 tahun yang dituntutkan terhadapnya. Dia mengaku bahwa hanya menjadi tumbal dalam perkara korupsi itu. "Saya kebaratan. Ini kan sidang tumbal," ujarnya dengan mata memerah.

Tak lama berselang, datang beberapa orang yang diduga oknum jaksa. Di antaranya mengenakan topi serta jaket. Satu lagi seorang jaksa perempuan.

Mereka terus memaksa Rizaldy untuk segera dibawa pergi dari pengadilan. "Coba kamu jangan ganggu. Saya punya hak bicara," ujar Rizaldy.

"Saya juga punya hak untuk mengembalikan ke Lapas," sahut oknum jaksa perempuan usai mendengar pernyataan Rizaldy.

Situasi pun kian memanas ketika Rizaldy dipaksa untuk dibawa. Bahkan awak media yang saat itu terus berupaya mewawancarai Rizaldy terus dihalang-halangi. Akhirnya dengan dikawal aparat kepolisian, Rizaldy digiring ke mobil kejaksaan untuk dibawa kembali ke tahanan.

Baca Juga: Kejagung Pikir-pikir Gelar Sidang Panji Gumilang di Luar Jakarta

Hukuman penjara terhadap Rizaldy dituntut jaksa relatif paling tinggi dibanding dua terdakwa lainnya. Rizaldy dituntut 6 tahun penjara oleh jaksa, sementara Herman dan Sugianor hanya 5 tahun alias lebih rendah setahun.

Selain tuntutan hukum penjara, ketiga terdakwa ini juga dituntut denda masing-masing Rp200 subsider 4 bulan penjara plus uang pengganti.

Untuk Herman dituntut membayar uang pengganti Rp954 juta, Rizaldy Rp600 juta dan Sogianor Rp800 dengan subsider masing-masing tiga tahun.

Baca Juga: Jerat Sanksi Berlapis 3 Terdakwa Suap Bendungan Tapin

Rizaldy sebelumnya sempat buka suara soal dugaan aliran dana sekitar Rp2 miliar yang diduga mengalir ke oknum jaksa Kejati Kalsel berinisial F serta oknum pegawai BPN.

Diduga, para oknum ini turut mengatur administrasi lahan-lahan yang tak lengkap. Keduanya disebut turut mengurus hingga pengaturan harga ganti untung.

Saat itu, Kasi Penkum Kejati Kalsel, Yuni Priono saat dikonfirmasi media ini mengaku bahwa oknum jaksa tersebut sudah tak lagi bertugas di Kejati Kalsel.

Dari informasi yang didapat Priono bahwa FH sudah pensiun. "Status sudah bukan pegawai. Sudah pensiun," jelasnya singkat.

Editor


Komentar
Banner
Banner