Ancaman Bermain Medsos

Hati-Hati! Jejak Digital Tidak Bisa Hilang

Secepat apa seseorang menghapus unggahan yang sudah sempat diunggah di media sosial, saat itu juga jejak digital sudah terekam.

Featured-Image
Meta selaku induk perusahaan Facebook dan Instagram, mengeluarkan platform baru untuk melawan penyebar konten tak bertanggung jawab. Foto: Radar

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengingatkan aparat penegak hukum dan juga masyarakat untuk tidak memandang sebelah mata adanya ancaman pembunuhan, seperti yang dilontarkan oleh peneliti BRIN kepada warga Muhammadiyah.

Sudah banyak contoh yang dapat dijadikan pelajaran dari kasus ancaman yang disampaikan lewat media sosial, seperti situasi-situasi yang terjadi di mancanegara.

Baca Juga: Janjian di Medsos, Remaja Perempuan 17 Tahun Diculik 2 Pria di Kebon Jeruk

Salah satunya, Salvador Ramos, sebelum menembak 19 murid dan dua guru pada Mei 2022, ia mengirim pesan di akun Facebook-nya yang berbunyi “Saya akan melakukan penembakan di sebuah SD”.

Kemudian, Travis McMichael juga meninggalkan jejak digital berupa pesan kebencian pada kalangan tertentu, sebelum menembak orang dari kelompok sosial yang dia benci.

Baca Juga: Literasi Digital Edukasi Pelajar SMA Aceh Besar Dasar Keamanan Akun Medsos

Ketika ancaman pembunuhan saja sudah tidak patut dipandang sebelah mata, apalagi jika ancaman itu diekspresikan dalam bentuk hate crime (kejahatan berlatar kebencian).

Cerdas bermedia sosial

Kini AP Hasanuddin harus mempertanggungjawabkan perbuatan atas kelalaiannya untuk bijak saat bermedia sosial. Ia harus menjalani penahanan di Rutan Bareskrim Polri selama proses penyidikan berlangsung.

AP Hasanuddin menjadi tersangka yang dijerat dengan Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU ITE dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun, denda Rp 1 miliar, dan Pasal 45B juncto Pasal 29 UU ITE dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun dan denda Rp 750 juta.

Baca Juga: Literasi Digital di SMAN 4 Prabumulih Ajak Lawan Hoaks di Medsos

Dittipidsiber Bareskrim mengimbau masyarakat untuk cerdas dalam bermedia sosial, dalam kondisi apapun. Kondisi capek dan emosi tidak boleh dituangkan di media digital atau internet.

Semua yang diucapkan, dituliskan, divideokan, digambarkan didigitalkan, kemudian diekspos dan diunggah, tidak bisa ditarik lagi. Apalagi bila sudah ditangkap layar oleh orang lain (netizen) Indonesia yang terkenal jeli. Jejak digital tersebut tidak akan hilang.

Baca Juga: Polisi: Dua Penyalahguna Thrifting Sering Bikin Onar di Medsos

Sehingga, sebelum mengunggahnya, seseorang harus sadar apa yang diucapkan, apa yang ditulis dan ditayangkan di media sosial, baik itu Twitter, Facebook, maupun Instagram.

Perlu Edukasi Medsos

Masyarakat perlu diedukasi untuk mencegah terjerat tindak pidana UU ITE. Keteledoran di media sosial tidak memandang umur, maupun latar belakang pendidikan. Siapapun bisa terjerumus bila tak cermat, tidak berhati-hati dan tak bijaksana dalam bermedia sosial.

Banyak celah bisa membuat masyarakat terjerumus. Untuk itu perlu upaya pencegahan dari dua sisi, yakni dari masyarakat untuk bijak bermedia sosial, dan dari sisi kepolisian sebagai aparat penegak hukum.

Baca Juga: Pria di Bekasi Diamankan karena Jual Satwa Dilindungi ke Medsos

Dittipidsiber Polri berupaya melakukan upaya pencegahan dengan memberikan edukasi kepada masyarakat, seperti yang dilakukan polisi siber di beberapa negara, dengan membuat iklan layanan masyarakat, berupa film pendek mencegah penipuan berlatar belakang cinta (love scams).

Untuk pencegahan ini, Dittipidsiber sudah melakukan kajian dan mengupayakan ada kasubdit yang bertugas mengedukasi masyarakat, sebagai langkah pencegahan.

Baca Juga: Maksimalkan Penjualan di Medsos, Kemal Palevi: Produk UMKM Harus Berbeda

Intinya reserse tidak hanya bisa mengungkap kasus, tapi juga melalukan edukasi, supaya masyarakat tidak terjerat dan tidak menjadi korban atau menjadi pelaku.

Editor


Komentar
Banner
Banner