bakabar.com, JAKARTA - Pengamat energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmi Radhi menyoroti peran pemerintah yang terlalu fokus mementingkan masuknya investor smelter. Di sisi lain justru mengabaikan sistem keamanan para pekerja.
Padahal, menurutnya pemerintah perlu tegas mengenai penerapan standar keselamatan internasional (international safety standard). Hal ini menyusul terjadinya kecelakaan kerja di pabrik pengolahan nikel PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah.
"Pemerintah harus memberlakukan standar keselamatan internasional dengan zero accidents ke seluruh investor, termasuk investor China,” katanya seperti dilansir Antara, Selasa (26/12).
Baca Juga: Kemenaker Selidiki Meledaknya Smelter PT ITSS Morowali
Baca Juga: Tim Gabungan Polri Turun Tangan Usut Tragedi Smelter PT ITSS
Meledaknya smelter di Morowali, kata Fahmy, semakin menegaskan investor smelter mengabaikan standar keselamatan pekerja di pertambangan.
Padahal, penerapan standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) seharusnya mengacu pada standar internasional. Bukan mengacu pada standar nasional atau standar China.
“Investor China biasanya cenderung meminimalisir biaya, termasuk mining safety cost,” terangnya.
Baca Juga: Smelter Asal China Meledak, Ini Profil PT ITSS Morowali
Baca Juga: Smelter Morowali Meledak-Tewaskan Pekerja Tanggung Jawab Siapa?
Karena itu, Fahmi meinta agar secara reguler diadakan audit keselamatan. Hal itu dilakukan untuk mamastikan sistem keselamatan bekerja sesuai dengan standar yang berlaku.
Sebelumnya, Smelter PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) terbakar, Minggu (24/12). Smelter ini berada di area PT Indonesia Morowali Indsutrial Park (IMIP).
Akibat dari insiden tersebut puluhan pekerja mengalami luka-luka. Sedangkan korban tewas dengan data terbaru saat ini sudah mencapai 18 orang.