Peristiwa & Hukum

Eks Bupati HST Divonis 6 Tahun Penjara Berikut Uang Pengganti Rp30,9 Miliar

Selain vonis penjara, Latif juga dihukum membayar didenda Rp300 juta, subsider 3 bulan penjara. Plus membayar uang pengganti Rp30,9 miliar subsider 6 tahun.

Featured-Image
Abdul Latif mengikuti sidang putusan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin secara virtual dari Lapas Sukamiskin, Jawa Barat. Foto: Syahbani

bakabar.com, BANJARMASIN - Mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST), Abdul Latif alias Majid Hantu divonis 6 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin.

"Menjatuhi hukum penjara selama 6 tahun kepada terdakwa Abdul Latif," ujar hakim ketua persidangan, Jamser Simanjuntak, saat membacakan amar putusan, Rabu (11/10).

Selain vonis penjara, Latif juga dihukum membayar didenda Rp 300 juta, subsider tiga bulan penjara. Plus harus membayar uang pengganti Rp 30,9 miliar subsider 6 tahun penjara.

Vonis yang dijatuhkan kepada mantan Bupati HST periode 2016-2021 ini tak jauh berbeda dengan tuntutan Jaksa KPK yang dikurangi hanya nilai uang pengganti. 

Jika sebelumnya, Latif dituntut untuk membayar uang pengganti Rp41,5 miliar. Dalam vonis ini, pria 56 tahun itu hanya harus membayar Rp 30,9 miliar.

"Terbukti melakukan korupsi secara berlanjut dan pencucian uang secara bersamaan sebagai mana dakwaan kesatu dan kedua," kata Jamser.

Sidang pembacaan putusan terdakwa korupsi dan TTPU mantan Bupati HST Abdul Latif di Pengadilan Tipikor Banjarmasin. Foto: Syahbani
Sidang pembacaan putusan terdakwa korupsi dan TTPU mantan Bupati HST Abdul Latif di Pengadilan Tipikor Banjarmasin. Foto: Syahbani

Dalam amar putusan setebal 578 halaman itu, majelis hakim berpendapat Latif telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan gratifikasi berupa penerimaan fee proyek serta tindak pidana pencucian uang (TTPU).

Dia dinyatakan telah melanggar Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-undang korupsi, juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan kesatu.

Kemudian Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan kedua.

Dalam pertimbangan majelis hakim, yang dibacakan hakim anggota, Arif Winarno, bahwa dalam fakta persidangan terungkap Latif terbukti telah menerima fee proyek kepada rekanan kontraktor. 

Sebut saja di antaranya fee proyek untuk pembangunan jalan sebesar 10 persen dan proyek bangunan sebesar 7 persen. Dengan total penerimaan sebesar Rp41,5 miliar.

Kendati demikian, duit tersebut tak sepenuhnya dinikmati Latif. Sebab dari fakta persidangan ada sekitar Rp 10 miliar lebih diserahkan Latif ke pihak lain. Dengan sebutan 'dana cipta kondusif'.

Sehingga, majelis hakim berkesimpulan bahwa Latif hanya melakukan TTPU sebesar Rp30,9 miliar. Dimana duit itu dicuci dengan cara masukkan dalam rekening atas nama orang lain, pembelian obligasi, aset berupa tanah, hingga mobil dan motor mewah.

"Dalam pembelaan terdakwa meminta maaf, dan menyatakan kalau solusi kebijakan yang diambil salah karena tak paham hukum, bukan kesengajaan malakukan. Dengan hal itu sudah cukup membuktikan," jelas Winarno.

Usai pembacaan vonis, Jamser Simanjuntak pun memberikan kesempatan kepada Latif untuk menyampaikan tanggapan atas vonis tersebut. Apakah menerima, banding atau pikir-pikir.

Latif yang mengikuti persidangan secara virtual dari Lapas Suka Miskin, Jawa Barat menyatakan banding atas vonis yang dijatuhkan kepada tersebut.

Dia beralasan, vonis tersebut tak adil baginya. Sebab menurutnya ada hal yang tak sesuai dengan fakta sebenarnya yang dia yakini.

"Ada beberapa aliran duit yang menurut saya bukan korupsi, di antaranya sumbangan usaha saya ke KADIN Rp 2 miliar. Dianggap jadi kerugian negara, dan dibebankan ke saya untuk mengganti," jelasnya.

Sementara itu, meski Latif secara tegas mengambil langkah banding atas putusan tersebut. Jaksa KPK belum dapat mengambil langkah hukum pasti. Mereka menyatakan pikir-pikir.

Editor


Komentar
Banner
Banner