bakabar.com, JEMBER - Sejumlah keluarga buruh migran asal Kecamatan Silo, Kabupaten Jember mendatangi Kantor Disnaker, Selasa (6/6).
Para keluarga melaporkan bahwa 6 orang yang bekerja di Kamboja ingin pulang karena tidak sesuai dengan pekerjaan yang dijanjikan.
Para pekerja tersebut berangkat secara ilegal melalui agensi dengan iming-iming dibayar dengan gaji fantastis Rp 8,5 juta per bulan.
Namun pada kenyataannya, para buruh migran ilegal ini bekerja di sebuah sindikat judi online, dengan upah hanya Rp 3 juta rupiah.
Baca Juga: Polresta Cilacap Bongkar Praktik Perdagangan Orang Jaringan Eropa
Mistarum (60), ayah dari AM (23) pekerja migran yang terjebak di Kamboja berharap agar Disnaker Jember bisa membantu memulangkan 6 warga asal Silo yang terjebak di sana.
"Versi anak saya, pertama dia tidak kerasan, karena tidak sesuai dengan harapan. Sebelum berangkat dijanjikan gajinya 8,5 juta dan tiap bulan naik," kata Mistarum kepada bakabar.com, Selasa (6/6).
"Tapi setelah bekerja di sana, harapan tidak pernah jadi kenyataan. Upah sekitar 3 juta, kerja di judi online," tambahnya.
Baca Juga: Tersangka Arisan Bodong di Cianjur Terlibat Perdagangan Orang
Mistarum mengatakan anaknya berangkat pada minggu ke tiga di bulan Ramadhan, pada April 2023 lalu. Hingga kini ia masih bisa berkomunikasi.
"Saya tidak tahu kalau anak saya berangkat, malah tahu dari tetangga. Setelah saya telusuri ternyata berangkat secara ilegal ke Kamboja," jelasnya.
Terbaru, anaknya telah mengundurkan diri dari pekerjaannya. Kendati demikian, anaknya terus mendapatkan tekanan dari agensi agar membayar biaya ganti rugi pemberangkatan.
"Anak saya bilang, 'saya mengundurkan diri dari pekerjaan itu. Tidak tahu akan dipekerjakan seperti itu' (judi online)," ujarnya.
Baca Juga: Kapolri Klaim Bakal Usut Tuntas Kasus Perdagangan Orang!
"Dia khawatir terus kerja di situ, suatu saat akan ditangkap polisi Kamboja. Penegakan hukum di sana, katanya lebih ketat dibandingkan Indonesia," tambahnya.
AM sempat mengirimkan share lokasi dimana ia berada kepada ayahnya. "Itu ada di Kamboja, Samraong," katanya.
Mistarum juga telah menemui orang yang memberangkatkan anaknya. Jaringan agensi ilegal tersebut juga berasal dari Silo.
Mistarun dan keluarga pekerja migran di Silo, diminta sejumlah uang ganti rugi sebesar Rp 115 juta untuk tiga orang, termasuk anaknya.
"Terus sekarang turun jadi Rp 60 juta," jelasnya.
Baca Juga: 2 Pelaku Perdagangan Perempuan Tertangkap di Cianjur, Modusnya Pekerja Migran
"Yang memberangkatkan orang Silo. Kemarin sudah saya temui. Dia mau bertanggung jawab, tapi artinya bisa pulang, tapi dimintai biaya ganti rugi pemberangkatan," ujarnya.
Padahal, anaknya sudah menghabiskan uang sekitar Rp 10-15 juta untuk biaya pemberangkatan. AM merupakan warga Desa Mulyorejo, sementara 5 warga lain berasal dari desa tetangga.
"Ada yang suami istri dari Desa tetangga Harjomulyo, mirip namanya dengan desa saya," ujarnya.
Mistarun dan sejumlah keluarga korban pekerja migran ilegal berharap agar Disnaker Jember bisa menyelamatkan keluarganya pulang ke Tanah Air.
Sementara itu, Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Jember segera menjalin komunikasi dengan lembaga dan kementrian terkait untuk menindaklanjuti laporan 6 warga Kecamatan Silo yang terjebak di Kamboja.
Baca Juga: Bareskrim Usut Kasus Perdagangan 20 WNI di Myanmar
Sub Koordinator Penempatan Tenaga Kerja dan Pekerja Migran Indonesia, Disnaker Jember Irwan Dhani mengatakan, berdasarkan laporan dari keluarga korban, 6 pekerja migran asal Silo itu berangkat secara ilegal melalui agensi.
Kasus ini, kata Irwan, sudah tergolong dalam ranah tindak pidana perdagangan orang.
"Kita menjalin komunikasi dengan Disnaker Provinsi, BP2MI dan dengan kementrian terkait. Berangkat secara non prosedural, masuk ranah perdagangan orang," kaya Irwan kepada bakabar.com.
Para pekerja migran ini berangkat dengan iming-iming gaji fantastis, namun sesampai di Kamboja mereka dipekerjakan dalam sindikat judi online dengan upah jauh dari standar yang dijanjikan.
Baca Juga: Satgassus Ungkap Sisi Negatif Perdagangan Pakaian Bekas Impor
Tidak hanya itu, sebelumnya Disnaker Jember juga menerima laporan dua warga Jember yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang di Myanmar. Dua warga asal Tempurejo dan Ambulu itu sudah ditangani pihak KBRI untuk proses pemulangan.
"Kondisi di Myanmar kita belum ada update datanya, tapi sudah ditangani KBRI. Ada dua orang," ujarnya