News

Putusan Inkrah Diabaikan, Lahan SDN Laura 2 Masih Dikuasai Ilegal: Begini Respons Pemerhati Hukum

Polemik kepemilikan lahan SDN Laura 2 kembali mencuat setelah Pemerhati Hukum dan Pemerintahan, Dr Afif Khalid, SHI, SH, MH, menyuarakan keprihatinannya.

Featured-Image
Dr Afif Khalid, SHI, SH, MH. Foto: Ist

bakabar.com, BANJARMASIN — Polemik kepemilikan lahan SDN Laura 2 kembali mencuat setelah Pemerhati Hukum dan Pemerintahan, Dr Afif Khalid, SHI, SH, MH, menyuarakan keprihatinannya atas lambannya pemerintah menindaklanjuti putusan hukum yang telah berkekuatan tetap (inkrah).

Putusan Pengadilan Negeri Banjarbaru Nomor 55/Pdt.G/2024/PN Bjb, yang diketok pada 4 November 2024, secara tegas memenangkan gugatan lima orang petani atas sengketa lahan sekolah tersebut. Dalam amar putusannya, pengadilan memerintahkan Kelurahan Landasan Ulin Utara (Laura) untuk membatalkan surat kepemilikan tanah atas nama Rita Rosita, karena lahan itu secara administratif berada di Desa Penggalaman, Kabupaten Banjar — bukan di wilayah Laura, Kota Banjarbaru.

Namun hingga awal Agustus 2025, tidak ada tindak lanjut konkret dari pihak kelurahan maupun Pemkot Banjarbaru. Surat tanah bermasalah belum juga dibatalkan, meski status hukum lahan sudah dinyatakan final dan mengikat.

Dr. Afif mengingatkan, lambannya eksekusi putusan tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merugikan anak-anak yang bersekolah di lokasi sengketa. Ia menekankan, jika relokasi sekolah memang tak terhindarkan, maka lokasi pengganti harus tetap memperhatikan jarak, aksesibilitas, dan keamanan siswa.

“Jangan terlalu jauh dari lokasi asal. Sekolah bukan hanya bangunan, tapi juga ekosistem sosial. Jangan sampai anak-anak jadi korban konflik orang dewasa,” tegasnya, Jumat (2/8/2025).

Menurutnya, sengketa lahan seperti ini berisiko menimbulkan tekanan psikologis bagi siswa dan dapat mengganggu proses belajar-mengajar secara signifikan.

Dalam perkembangan terkini, DPRD Banjarbaru melalui Komisi I mengonfirmasi bahwa pemilik sah lahan yang kini ditempati SDN Laura 2 adalah Haji Riza. Temuan ini diperkuat hasil dialog dan kunjungan lapangan DPRD serta mengacu pada keputusan Mahkamah Konstitusi yang telah menetapkan status hukum lahan tersebut.

Sejumlah upaya Pemkot Banjarbaru untuk mempertahankan status sebelumnya ditolak karena secara hukum tanah itu bukan milik Rita Rosita, melainkan Haji Riza sejak awal.

Dr. Afif menegaskan, bola kini ada di tangan pemerintah. Kelurahan, Pemkot Banjarbaru, dan Dinas Pendidikan harus segera mengambil tindakan konkret.

Ia meminta kelurahan dan Pemkot Banjarbaru segera batalkan surat tanah yang cacat hukum, dan daftarkan ulang kepemilikan sesuai putusan pengadilan ke BPN.

Dinas pendidikan pun diminta petakan kebutuhan darurat jika relokasi sekolah harus dilakukan, serta pastikan siswa tetap bisa belajar tanpa hambatan.

Sedang masyarakat didorong untuk aktif mengawal dan menekan pemerintah agar transparan dan bergerak cepat.

“Pendidikan adalah hak dasar. Jangan sampai birokrasi yang lambat dan kepentingan segelintir orang menjadikan anak-anak sebagai korban,” tegas Afif.

Editor


Komentar
Banner
Banner