bakabar.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana mendesak Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mengoreksi putusan 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia capres-cawapres.
"Bukan hanya menjatuhkan sanksi etis berupa pemberhentian dengan tidak hormat hakim terlapor, tapi yang lebih penting adalah menilai dan membuka koreksi atas putusan 90 yang telah direkayasa dan dimanipulasi oleh hakim terlapor dan kekuatan kekuasaan yang mendesain kejahatan berencana dan terorganisir tersebut," kata Denny, Selasa (31/10).
Baca Juga: MK Restui Capres Belum 40 Tahun Asal Pernah jadi Kepala Daerah
Baca Juga: MK Tolak Gugatan Usia Capres-cawapres Maksimal 70 Tahun
Denny menambahkan putusan MK tersebut dipersiapkan untuk pencalonan putra mahkota Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.
Terlebih perkara gugatan batas usia capres-cawapres melibatkan Ketua MK Anwar Usman yang juga paman Gibran. Bahkan Anwar memiliki relasi dengan Presiden Jokowi yang dinilai sebagai bentuk pemanfaatan kekuasaan demi kepentingan keluarga.
"Memanfaatkan relasi keluarga demikian bukan hanya koruptif, kolutif dan nepotisme, tapi juga merendahkan dan mempermalukan Mahkamah yang seharusnya dijaga dengan segala daya upaya kehormatannya," katanya.
Baca Juga: Terima 18 Aduan Pelanggaran Etik, MKMK: Paling Banyak Anwar Usman
Untuk itu, ia mengusulkan agar MKMK mengoreksi putusan dan tidak digunakan sebagai dasar pencalonan di Pilpres 2024.
"Pelapor mengusulkan putusan 90 tidak boleh digunakan sebagai dasar untuk maju berkompetisi dalam Pilpres 2024," katanya.
Sebelumnya, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie akan segera memutus aduan pelanggaran etik hakim MK sebelum tanggal 8 November.
Baca Juga: PKS Ragukan Independensi Hakim MK Tangani Sengketa Pemilu 2024
"Kita ingin memastikan jangan sampai timbul kesan, misalnya ada orang menganggap sengaja dimolor-molorin, gitu lo. Padahal sebetulnya ini sudah terlalu cepat ini karena tugas kita 30 hari," katanya.
Selain Jimly, MKMK diisi oleh akademisi hukum tata negara Bintan Saragih dan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams.