Pelanggaran Etik Hakim

Terima 18 Aduan Pelanggaran Etik, MKMK: Paling Banyak Anwar Usman

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Ashiddiqie mengimbau agar masyarkaat tidak lagi mengajukan laporan pelanggaran etik hakim konstitusi.

Featured-Image
Ketua MKMK Jimly Ashiddiqie. Foto: Nandito Putra

bakabar.com, JAKARTA - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Ashiddiqie mengimbau agar masyarkaat tidak lagi mengajukan laporan pelanggaran etik hakim konstitusi.

Pasalnya, kata Jimly, saat ini sudah ada 18 laporan terkait dugaan pelanggaran etik yang masuk ke MKMK.

"Jadi sekarang sudah ada 18 laporan. Jadi sudah nambah lagi dua hari ini. Dari 18 itu ada enam isu. Kemudian ada sembilan terlapor. Tapi yang paling pokok dan paling banyak itu Pak Anwar Usman," kata Jimly kepada wartawan di gedung MK, Senin (30/10).

Untuk itu, Jimly mengimbau agar tidak ada lagi laporan soal dugaan pelanggaran etik terkait pokok persoalan yang sama.

Baca Juga: MKMK dan 9 Hakim Konstitusi Gelar Pertemuan Tertutup Sore Ini

"Karena pertimbangan substansi laporan mirip-mirip, bahkan bisa dikatakan sama. Maka kalau bisa jangan lagi mengajukan laporan baru," ujarnya.

Ia menyebut laporan yang ada sudah terlalu banyak. Kendati demikian, ia tak bisa melarang warga yang memang ingin melaporkan dugaan pelanggaran etik oleh hakim MK.

"Tapi ini hanya imbauan saja. Kita tidak boleh menutup hak warga, tapi kalau ada, paling lambat itu kalau masih ada yang mau melapor, kita tunggu hari Rabu," ujarnya.

Sebelumnya, MKMK yang diketuai oleh Jimly Ashiddiqie dengan anggota Bintan Saragih dan Wahdiuddin Adams akan menggelar sidang etik besok, Selasa (31/10).

Baca Juga: Majelis Kehormatan MK Garap Sidang Etik Hakim Konstitusi Besok

Hakim MK yang pertama kali menjalani pemeriksaan adalah Ketua MK Anwar Usman. Putusan terkait semua laporan dugaan pelanggaran etik ini akan diputus pada Selasa (7/11) mendatang.

Adapun yang memicu ramainya pelaporan etik terhadap hakim MK adalah Putusan 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres yang dibacakan pada 16 Oktober lalu.

Putusan tersebut dikritik banyak pihak karena inkonsisten dengan sikap MK atas pokok perkara yang sama. Sebelumnya MK memutus permohonan uji materi soal batas usia capres-cawapres adalah open legal policy atau kewenangan pembentuk undang-undang.

Pada tiga permohonan dengan pokok perkara yang sama, yaitu perkara nomor 29, 51 dan 55. Pada tiga perkara tersebut Ketua MK Anwar Usman tidak terlibat.

Kemudian sejak Anwar Usman terlibat dalam perkara 90/PUU-XXI/2023, mahkamah menerima gugatan pemohon dengan menambahkan syarat menjadi capres-cawapres.

Dalam pasal 169 huruf q UU Pemilu diatur bahwa syarat menjadi capres-cawapres berusia paling rendah 40 tahun.

Lalu putusan 90/PUU-XXI/2023 menambahkan syarat "atau pernah/sedang menjabat kepala daerah atau jabatan yang dipilih melalui pemilu,"

Keterlibatan Anwar dalam memeriksa perkara tersebut dinilai memberikan karpet merah kepada keponakannya, Gibran Rakabuming Raka.

Gibran masih berusia 36 tahun dan sedang menjabat Wali Kota Solo. Putra sulung Presiden Jokowi itu kini resmi menjadi cawapres dari Prabowo Subianto.

Editor


Komentar
Banner
Banner