"Kenaikan tersebut menjadi salah satu langkah pengendalian konsumsi rokok atau produk hasil tembakau," papar Sri Mulyani seperti dilansir Bisnis, Senin (19/12).
"Salah tujuannya adalah agar prevalensi merokok di kalangan anak dapat turun menjadi 8,92 persen di akhir 2023," imbuhnya.
Kementerian Keuangan mencatat bahwa beban penanganan kesehatan dari dampak rokok bisa mencapai Rp27,7 triliun setiap tahun. Angka ini bisa terus meningkat, seandainya jumlah perokok terus bertambah.
"Dari total biaya tersebut, Rp10,5 hingga Rp15,6 triliun di antaranya merupakan biaya perawatan yang dikeluarkan BPJS Kesehatan. Ini setara 20 hingga 30 persen dari subsidi Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN per tahun senilai Rp48,8 triliun," imbuh Sri.
Di sisi lain, Pemerintah menargetkan penerimaan kepabeanan dan cukai hingga Rp299 triliun. Dari target ini, penerimaan cukai dari rokok berkontribusi paling besar hingga Rp209,91 triliun.
"Ditargetkan cukai rokok sebesar Rp232,58 triliun di akhir 2023, sehingga alokasi dana bagi hasil berkisar Rp6,97 triliun," beber Sri Mulyani.
"Kalau menggunakan asumsi itu, anggaran penanganan kesehatan dari dampak rokok akan mencapai Rp2,79 triliun," pungkasnya.