bakabar.com, JAKARTA – Pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian negara akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Yang punya kompetensi menghitung kerugian negara kalau terjadi kasus lingkungan hidup itu yang punya kewenangan adalah BPK RI,” kata Mudzakir kepada bakabar.com, Jumat (6/10).
Baca Juga: Pemerintah Didesak Evaluasi Izin Konsesi Perusahaan Biang Karhutla
Mudzakir menilai perhitungan kerugian negara tak dapat dilakukan ahli lingkungan, melainkan mesti dilakukan auditor BPK. Sehingga, kata dia, hasil perhitungan dapat dijadikan rujukan di muka persidangan jika perkara bergulir di pengadilan.
Kendati demikian, jika dibutuhkan BPK juga dapat bekerja sama dengan para ahli lingkungan agar menyelaraskan kerugian negara akibat karhutla.
Di sisi lain, ia menilai bahwa ahli lingkungan cenderung membengkakkan hitungan kerugian lingkungan dan menghitungnya berdasarkan potential loss lingkungan hidup pada masa yang akan datang.
Baca Juga: DPR Desak Polri Usut Penyebab Karhutla di Kalimantan!
Baca Juga: Terkuak! Karhutla di Tapin 99 Persen Akibat Ulah Manusia
Baca Juga: 17 Perusahaan Biang Keladi Karhutla di Kalimantan-Sumatera Terungkap!
“Yang benar seharusnya the real loss atau factual loss atau artinya ruginya apa. Misalnya, kalau tanaman, ruginya berapa hektare,” ujarnya.
Sebelumnya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak pemerintah untuk mengevaluasi izin konsesi belasan perusahaan yang menjadi penyebab kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Maka pemerintah tak menunjukkan keseriusan dan terkesan tutup mata dalam menangani karhutla.
Baca Juga: Pj Gubernur Kaltim Didesak Segera Urus Karhutla hingga Suksesi IKN
“Ketika terjadi perulangan, sebenarnya bisa menjadi indikator bahwa mereka (perusahaan) itu tidak tertib pada aturan terkait pengelolaan lahan,” kata Manager Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Walhi, Uli Arta Siagian kepada bakabar.com, Rabu (4/10).
Menurut Uli, pemerintah mestinya mengevaluasi izin perusahaan pemilik konsesi lahan gambut yang memiliki rapor merah menyala medio 2015-2023.
Proses evaluasi izin konsesi, kata dia, perlu menempatkan indikator lingkungan hidup atau melihat fungsi sebuah wilayah sebagai pertimbangan utama.