bakabar.com, JAKARTA – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak pemerintah untuk mengevaluasi izin konsesi belasan perusahaan yang menjadi penyebab kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Maka pemerintah tak menunjukkan keseriusan dan terkesan tutup mata dalam menangani karhutla.
“Ketika terjadi perulangan, sebenarnya bisa menjadi indikator bahwa mereka (perusahaan) itu tidak tertib pada aturan terkait pengelolaan lahan,” kata Manager Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Walhi, Uli Arta Siagian kepada bakabar.com, Rabu (4/10).
Baca Juga: Karhutla Kalsel Parah! BNPB Terjunkan Satgas Darurat
Menurut Uli, pemerintah mestinya mengevaluasi izin perusahaan pemilik konsesi lahan gambut yang memiliki rapor merah menyala medio 2015-2023.
Proses evaluasi izin konsesi, kata dia, perlu menempatkan indikator lingkungan hidup atau melihat fungsi sebuah wilayah sebagai pertimbangan utama.
Sebab keselamatan fungsi lahan gambut adalah yang terpenting. Terlebih area gambut merupakan wilayah yang rentan terbakar.
Baca Juga: DPR Desak Polri Usut Penyebab Karhutla di Kalimantan!
Aspek lain yang perlu diperhitungkan dalam pemberian izin, sambung Uli, pemerintah mesti memperhatikan indikator konflik. Aspek ini menitikberatkan masyarakat adat dan komunitas lokal yang juga mengantungkan hidupnya di kawasan gambut.
“Mereka sebenarnya punya pengetahuan dan punya pengalaman bagaimana cara mengelola gambut. Ketika kemudian wilayah itu dikelola oleh masyarakat, terbukti tingkat kerentanan terbakar lebih rendah ketimbang dikuasai perusahaan,” imbuh dia.
Baca Juga: DPR Dorong Pemerintah Percepat Penanganan Karhutla
Jika ada salah pengelolaan lahan gambut tentu berdampak pada hidup masyarakat adat itu sendiri. Oleh karena itu, masyarakat adat yang telah lama bermukim dianggap lebih layak menjadi pengelola.
Senada, Juru Kampanye Pantau Gambut Abil Salsabila juga menilai karhutla takkan terulang jika pemerintah tidak tutup mata.
Merujuk laporan Pantau Gambut terdapat 17 perusahaan di Kalimantan dan Sumatera pemegang izin konsesi hak guna usaha (HGU) yang lahannya pernah terbakar lebih dari sekali dalam rentang waktu 2015 hingga 2020.
Baca Juga: Terkuak! Karhutla di Tapin 99 Persen Akibat Ulah Manusia
“Karhutla tidak hanya terjadi pada tahun ini saja tapi tahun-tahun sebelumnya sudah terjadi. Pemerintah jangan tutup mata dalam hal penegakan hukum,” kata Abil.
Ia menyayangkan banyak perusahaan yang sudah diputus bersalah terkait pengelolaan lahan tidak ditindak sesuai ketentuan seperti pada kasus Surya Darmaji.
Sebelumnya Mahkamah Agung (MA) menyunat pidana hukuman denda Surya Darmaji. Alhasil kolongmerat Darmek Agro Group yang membawahi 15 anak perusahaan itu hanya perlu membayar Rp2 triliun dari Rp42 triliun.
Padahal, sebelumnya Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat telah memerintahkan Surya Darmaji membayar Rp42 triliun.
“Hal yang harus digaris bawahi adalah penegakan hukum dan eksekusi putusan-putusan bagi perusahaan yang seharusnya membayar denda. Karena selama ini putusan itu sudah ada, KLHK sudah dimenangkan gugatannya oleh MA. Tapi kemudian putusan itu tidak dieksekusi. Itu yang harus didorong,” ujarnya.