bakabar.com, JAKARTA - Korban penyintas dan keluarga korban meninggal tragedi Kanjuruhan hingga kini masih berupaya untuk menjemput keadilan.
Merasa tidak puas dengan hasil rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Kanjuruhan. Mereka mendatangi Komnas HAM, KPAI, Ombudsman, LPSK, dan Mabes Polri untuk membuat laporan baru.
Dalam laporan barunya itu, mereka menuntut keadilan agar sejumlah pihak yang dianggap bertanggung jawab atas peristiwa kerusuhan usai laga sepak bola untuk segera diadili.
Delik Aduan Dugaan Pembunuhan Berencana ke Bareskrim
Kuasa Hukum Tim Gabungan Aremania (TGA), Anjar Nawan Yusky mengatakan pihaknya membuat Delik Aduan dugaan pembunuhan yang berbeda. Dengan perkara yang ditangani oleh Polda Jatim saat itu.
Delik pembunuhan saat ini, lebih ditujukan untuk mengakomodir korban.
Baca Juga: Geruduk Bareskrim Polri, Rombongan Korban Kanjuruhan Laporkan Irjen Nico Afinta
Anwar mengatakan dalam laporan itu, pihak keluarga korban mengajukan pasal yang berbeda, diantaranya soal pasal 340 KHUP tentang pembunuhan berencana.
Pihaknya juga sudah mempersiapkan dan menyertakan beberapa barang bukti, berupa resume medis, hal itu guna memperkuat isi laporan nantinya.
"Jadi di laporan model A, atau laporan yang berjalan di Polda Jatim kami duga di sana tidak menjelaskan secara terang seperti apa akibat luka ini. Tidak hanya patah tulang ya, karena patah tulang seperti yang ada di perkara berjalan di Polda Jatim itu seolah-olah nanti korban-korban ini terinjak-injak. Padahal banyak. ada korban mata merah, ada korban sesak nafas, itu kami bawa semua sekarang buktinya," kata Anwar kepada wartawan, Jumat (18/11).
Selain Delik pembunuhan, korban penyintas juga membuat laporan terkait penganiayaan dalam peristiwa naas Kanjuruhan itu.
"Dan kunci yang penting ini ada korban anak, ada ketentuan UU khusus yang mnegatur. Itu UU perlindungan anak, itu harusnya diterapkan, tetapi nyatanya belum diterapkan Polda Jatim," lanjutnya.
Baca Juga: TGA Sebut Korban Kanjuruhan Butuh Bantuan Psikologis dan Ekonomi
Minta Komnas HAM Lakukan Penyelidikan Prosjusticia
Kuasa Hukum keluarga korban dan korban penyintas tragedi Kanjuruhan menyebut para korban meninggal buntut adanya serangan sistematis yang dilakukan aparat di dalam stadion.
"Terlihat dengan jelas bahwa Brimob melakukan serangan tidak secara impulsif tetapi secara sistematis," kata Andy usai melakukan audiensi kepada Komnas HAM di Jakarta, Kamis (17/11).
Berdasarkan temuannya, ada enam fase serangan yang dilakukan oleh Polisi dalam jangka waktu enam menit. Mulai dari tribun utara, selatan, sehingga merenggut ratusan korban nyawa.
Atas temuannya itu, Andy mengatakan pihaknya membuat kesimpulan awal yang dapat didalami lebih lanjut melalui penyelidikan berbasis prosjusticia yang bisa dilakukan Komnas HAM.
"Agar kita bisa mengurai lebih dalam, melakukan verifikasi terhadap keterangan dan bukti-bukti yang ada, yang tentu kalau kami sebagai lembaga non negara punya keterbatasan di wilayah itu," ujar Andy.
Korban Adukan Sejumlah RS ke Ombudsman
Pendamping keluarga korban dan korban penyintas mengadukan sejumlah rumah sakit ke Ombudsman. Karena tidak mengakomodir kepentingan korban atas peristiwa buntut kekerasan pihak aparat di Kanjuruhan.
Laporan dibuat ke Ombudsman RI, karena hampir semua rumah sakit yang menangani korban tidak mengeluarkan rekam medis korban. Padahal, rekam medis itu merupakan hak pasien.
Tidak hanya itu, sambung dia, laporan ke Ombudsman RI juga berkaitan dengan rekonstruksi peristiwa oleh polisi yang dinilai keluarga korban tidak sesuai fakta yang ada.
"Termasuk beberapa indikator lain terkait penyidikan yang berpotensi pada obstruction of justice," ujar anggota tim kuasa hukum gabungan Aremania, Nico, dikutip Sabtu (19/11).
Baca Juga: Menjemput Keadilan, Puluhan Korban Selamat Tragedi Kanjuruhan Datangi Komnas HAM
Korban Klaim Dapat Intimidasi
Tim penasihat hukum keluarga korban dan korban penyintas Tragedi Kanjuruhan, Ahmad Agus Muin, menyebut bahwa kedatangan mereka ke Jakarta merupakan upaya untuk mencari keadilan.
Dirinya meminta agar LPSK turun ke Malang. Pasalnya, ada sejumlah upaya untuk mengintimidasi korban dan keluarganya.
"Harapan kami, LPSK memberikan perlindungan kepada korban dan keluarga," kata Agus Muin, di Jakarta, Jumat (19/11).
Potensi intimidasi mereka disebut nyata. Bahkan, sempat ada narasi permintaan dari oknum tertentu agar rombongan tidak usah berangkat ke Jakarta," lanjutnya.
Baca Juga: Tersangka Baru Kebaya Merah, Bertiga Bikin 33 Konten Video Porno
Tragedi Berdarah Kanjuruhan
Sekadar pengingat, insiden kericuhan melanda Stadion Kanjuruhan pasca-kekalahan Arema FC dari Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3, Sabtu 1 Oktober 2022.
Hasil investigasi TGIPF memastikan jatuhnya korban Aremania sebanyak 713 orang, yakni 133 orang meninggal dunia, 96 luka berat, serta 848 orang luka ringan atau sedang, dipicu oleh gas air mata yang ditembakkan oleh Polisi secara membabi buta di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada 1 Oktober 2022.