bakabar.com, BANJARMASIN - Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Ukhuwah Banjarmasin angkat suara terkait dugaan kasus bullying yang menimpa salah satu siswanya.
Kuasa hukum pihak sekolah, Dewa Krisna, membantah tuduhan yang dialamatkan kepada SDIT Ukhuwah.
"Kejadian yang sebenarnya tidak seperti yang beredar dan dilaporkan. Ini bukanlah kasus bullying atau perundungan, melainkan perkelahian biasa antar anak-anak," ujarnya.
Meski demikian, Dewa menegaskan bahwa pihaknya siap mengikuti seluruh proses hukum yang berlaku. Pihak sekolah juga telah memenuhi panggilan Unit PPA Reskrim Polresta Banjarmasin dan menyerahkan sejumlah alat bukti kepada kepolisian.
Dalam upaya menyelesaikan permasalahan ini, Dewa menyebut pihak sekolah telah melakukan mediasi antara orang tua siswa yang terlibat. Orang tua terlapor disebut telah meminta maaf, dan anak yang bersangkutan juga telah menerima sanksi berat dari sekolah.
Namun, orang tua pelapor meminta sanksi yang lebih berat, yakni agar anak terlapor dikeluarkan dari sekolah. Selain itu, mereka juga menuntut biaya pemulihan psikologis sebesar Rp3 juta per pekan selama satu tahun.
"Kami tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut," kata Dewa.
Sementara itu, pihak pelapor, Reza Febriadi, menegaskan bahwa pihaknya tetap berpegang pada bukti yang dimiliki.
"Itu hak mereka (pihak sekolah) untuk berasumsi. Kita buktikan saja nanti di persidangan atau dalam gelar perkara. Kami sudah memiliki bukti CCTV dan hasil visum anak kami setelah kejadian," ujarnya.
Reza menambahkan bahwa, terlepas dari anggapan pihak sekolah, anaknya jelas menjadi korban kekerasan dan pengeroyokan.
"Silakan kalau mereka menyebut itu bukan bullying, tetapi yang dapat menyatakan hal tersebut adalah hakim dalam persidangan atau pihak penyidik kepolisian. Yang pasti, anak kami dianiaya dan dikeroyok," tegasnya.
Lebih lanjut, Reza mengungkapkan bahwa akibat kejadian ini, anaknya mengalami trauma berat yang berdampak pada perubahan perilaku sehari-hari.
"Sekarang anak saya tidak berani sekolah, tidak mau keluar rumah, dan mengalami perubahan lainnya. Kami pun langsung berkonsultasi dengan psikolog dan psikiater, dan mereka menyatakan bahwa anak kami mengalami trauma berat, bahkan mungkin sudah terdampak secara mental," ungkapnya.