Peristiwa & Hukum

Penetapan Tersangka Anggota Dewan HST, Kuasa Hukum: Janggal!

Baru saja dilantik sebagai anggota DPRD HST 12 Agustus lalu, seorang dewan dari Partai Demokrat berinisial MS (28) ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi.

Featured-Image
Kuasa hukum MS merasa ada kejanggalan dalam peroses penetapan tersangka yang dilakukan penyidik Kejati Kalsel terhadap kliennya. Foto: Istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN - Baru saja dilantik sebagai anggota DPRD HST 12 Agustus lalu, seorang anggota dewan dari Partai Demokrat berinisial MS (28) ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi.

MS ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan oleh Tim Penyidik pada Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Selatan (Kalsel), pada Jumat (30/8) lalu.

MS resmi menjadi tahanan penyidik, setelah menjalani pemeriksaan sebagai saksi, atas perkara dugaan korupsi pada kegiatan kader sosial pada salah satu dinas untuk Tahun Anggaran 2022.

Penyidik menjerat MS dengan Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana sebagaimana pasal primair.

Selain itu MS juga dijerat Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-undang Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana sebagaimana pasal subeider. 

Penetapan tersangka ini pun disoal penasihat hukum MS, Zainal Abidin merasa ada kejanggalan dalam penetapan tersangka sekaligus penahanan klieinnye tersebut.

Pasalnya, dalam kasus tersebut awalnya MS dipanggil sebagai saksi oleh pihak Pidsus Kejati Kalsel, namun pada hari yang sama MS ditetapkan sebagai tersangka, dan langsung dilakukan penahanan.

“Ini yang rasa kami janggal. Klien kami diperiksa tanggal 30 (Agustus) langsung ditetapkan tersangka dan ditahan di hari yang sama, ini yang kami pertanyakan apakah prosedur seperti ini bisa,” ujar Zainal, kepada awak media, Sabtu (7/9) siang.

“Terlebih lagi dalam hal ini, kasus utamanya saja masih dalam tahap pemeriksaan. Kami juga bingung klien kami dikenakan pasal yang mana, kalau memang pasal 55, kasus korupsi yang utamanya saja masih dalam tahap pemeriksaan,” lanjut Zainal.

Lebih rinci, Zainal menjelaskan, kasus ini berasal berawal dari Dinas Sosial Kabupaten HST dimana mereka menggelar kegiatan kader sosial pada bulan April 2022, dan MS diminta oleh Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Kabupaten HST untuk mencari kader sosial.

Setelahnya, ada sebanyak 676 kader yang didapat. Mereka digaji Rp150 per bulan untuk masa waktu tiga bulan.

Dari pihak Dinsos menyerahkan uang kurang lebih sebesar Rp300 juta kepada MS untuk membayar para kader tersebut.

“Jadi klien kami MS ini pun selesai mengerjakan tugasnya, hingga melakukan pembayaran. Klien kami ini juga tidak begitu mengerti dan juga tidak hafal para kader tersebut, karena banyak yang datang tiap harinya dan tanda tangan untuk mengambil upah tersebut, dan disitulah yang menjadi awak kasus tersebut,” jelas Zainal.

Kemudian, kata Zainal, dari pihak Dinsos mengatakan ada kesalahan dalam administrasi penandatanganan, lalu pihaknya pun sempat melakukan perubahan dalam administrasi tersebut.

“Namun, karena merasa ada yang salah, Kadisnsos pun meminta dilakukannya audit dari pihak inspektorat,” kata Zainal.

Singkat cerita, lanjut Zainal, karena merasa masalah ini menjadi sorotan, pada Februari 2023 pihak Kadinsos dan MS pun berinisiatif untuk menyelesaikan masalah secara internal.

“Mereka pun mengembalikan uang yang telah dikeluarkan sebelumnya, dengan menggunakan uang pribadi, agar tidak menjadi masalah di kemudian hari, dan tidak menjadi kerugian negara,” papar Zainal.

“Karenakan tidak mungkin juga menarik kembali uang yang telah dibayarkan kepada para kader tersebut, jadi mereka mengganti dengan uang pribadi, dan sudah masuk ke kas daerah,” sambungnya.

Selanjutnya, papar Zainal, pada bulan Agustus 2024, masalah tersebut ditarik oleh pihak Kejati Kalsel, dan dilakukan pemanggilan terhadap MS sebagai saksi, dan kemudian ditetapkan sebagai tersangka, dan dilakukannya penahanan.

“Jadi disini kami ingin meluruskan masalah ini, karena klien kami merasa keberatan dengan penetapan dan penahanannya sebagai tersangka. Sementara uang tersebut sudah berbulan-bulan mengendap di kas daerah, yang kemudian baru diminta dikeluarkan oleh pihak Kejati Kalsel,” papar Zainal.

“Jadi klien kami merasa keberatan, kerugian negaranya dari mana, sementara uangnya sudah dikembalikan, untuk tanda terima pun ada juga,” lanjutnya.

“Dia disini dituduh korupsi, sementara klien kami ini bukan pegawai negeri, dan perkara pokoknya saja masih tahap pemeriksaan, tapi sudah dilakukan penahanan,” tambahnya.

Oleh sebab itu, ungkap Zainal, pihaknya akan berupaya melakukan upaya-upaya hukum yang menjadi hak dari klien kami.

“Salah satunyakan pra-pradilan dan juga upaya-upaya hukum lainnya untuk membela klien kami,” ungkap Zainal.

Rekan penasehat hukum MS, Adde Pramana putra juga turut menambahkan, pihaknya pun sependapat terhadap tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam hal ini Kejati Kalsel, dalam melakukan pemberantasan kasus korupsi.

Kendati demikian, semuanya juga harus melihat tiga hal, yakni kepastian hukum, kemanfaatan hukum, dan juga keadilan hukum.

“Yang dimana uang yang disita oleh pihak kejaksaan itu sudah dikembalikan ke kas daerah pada Tahun 2023, kenapa malah uang yang sudah menjadi uang negara malah dijadikan barang bukti, dan juga masalah tersebut sudah diselesaikan secara internal,” ucap Adde.

“Disini sudah upaya untuk melakukan restorative justice, yang mana sesuai dengan edaran dari Jaksa Agung Republik Indonesia, dan saat itu klien kami masih belum menjadi anggota dewan. Jadi biarlah masyarakat yang menilainya,”lanjutnya.

Sementara itu, Ketua DPC HST Partai Demokrat, Rifki Rifani menuturkan, pembelaan ini dilakukan sebagai bukti kepedulian partai terhadap anggotanya.

“Kita khususnya saya sebagai ketua, akan mengayomi anggota kita dengan memberikan bantuan hukum terhadap anggota kita,” tutur Rifki.

Rifki juga meminta kepada pihak kejaksaan maupun pengadilan, agar kasus ini jangan sampai dikaitkan dengan ranah politik.

“Karena ini merupakan kasus pribadi, dan bukan kasus politik. Terlebih lagi MS ini baru menjabat sebagai anggota dewan di HST baru 14 hari sejak dilantik,” pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner