bakabar.com, JAKARTA – Organisasi masyarakat adat dan masyarakat sipil terbesar di Indonesia meluncurkan inisiatif baru yang akan menyalurkan dana iklim ke masyarakat adat dan komunitas lokal. Selama ini, masyarakat adat dan komunitas lokal dikenal sebagai garda terdepan yang melindungi ketahanan pangan dan mencegah kerusakan lingkungan yang mengancam keberlangsungan hidup lingkungan dan kesehatan manusia.
Sebagai mekanisme pendanaan langsung pertama di Indonesia untuk masyarakat adat dan komunitas lokal (MAKL/IPLC), Dana Nusantara bersama dengan berbagai upaya gerakan global lainnya, bergabung untuk menyelesaikan permasalahan terkait alokasi dana iklim:
MAKL hanya menerima kurang dari 1% akses pendanaan untuk mengatasi perubahan iklim, padahal sudah banyak bukti signifikan bahwa mereka adalah salah satu penjaga terbaik ekosistem rentan di dunia. Tempat di mana pengetahuan akan tata kelola hutan telah memberi manfaat dan peningkatan signifikan untuk pembangunan berkelanjutan.
“Dana Nusantara dirancang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat adat dan komunitas lokal yang kami dampingi,” ujar Rukka Sombolinggi, anggota Masyarakat Adat Toraja sekaligus Sekretaris Jenderal AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) pada Peluncurkan Dana Nusantara di Jakarta, Senin (8/5).
Baca Juga: Masyarakat Adat Terancam, Tiga NGO Lingkungan Luncurkan 'Dana Nusantara'
Dana Nusantara merupakan kolaborasi tiga lembaga yakni AMAN, sebuah organisasi yang mewakili 20 juta masyarakat adat dan 2.449 komunitas di Indonesia; KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria), organisasi berbasis gerakan reforma agraria terbesar di Indonesia’ dan WALHI (Wahana Lingkungan Hidup/ FoE Indonesia), kelompok lingkungan terbesar di Indonesia.
Diluncurkan dengan dukungan awal sebesar US$3 juta dari para filantropi internasional, termasuk Ford Foundation dan Packard Foundation, Dana Nusantara bergabung dengan kelompok organisasi terpilih di negara pemilik hutan tropis untuk membantu memenuhi target IPLC Forest Tenure Pledge2 sebesar US$ 1.7 miliar.
Para pendiri inisiatif pendanaan baru di Indonesia itu berharap dapat menarik pendanaan hingga US$ 20 juta dalam lima tahun ke depan yang akan ditujukan untuk MAKL di Tanah Air.
“Hari ini merupakan sebuah langkah konkrit pemenuhan tanggung jawab kita bersama untuk melindungi sumber daya bumi. Sebagai penyandang dana dan filantropi, tanggung jawab kami adalah menjembatani kesenjangan antara daya yang kami miliki – mulai dari jaringan hingga sumber keuangan – dan masalah mendesak yang dihadapi masyarakat adat dan komunitas lokal di Indonesia dan global,” terang Presiden Ford Foundation Darren Walker dalam keterangannya di Jakarta, Senin (8/5).
Baca Juga: Perlindungan Hak Masyarakat Adat, BRWA: Masih Lemah
Walker menambahkan, “Dengan berkontribusi di Dana Nusantara, menempatkan pemimpin dari akar rumput pada solusi kunci iklim, dan bergabung dengan gerakan global untuk melindungi hutan dan wilayah di seluruh dunia, kita dapat memitigasi krisis iklim dan mencegah kerusakan keanekaragaman hayati yang berdampak pada manusia.”
Diumumkan pada COP26 di Glasgow, Forest Tenure Pledge atau Perjanjian Kepemilikan Hutan merespons bukti-bukti bahwa MAKL hanya menerima dukungan minim dalam upaya mereka untuk mengamankan hak atas wilayah leluhurnya, sebuah solusi yang terbukti namun belum termanfaatkan untuk mengatasi krisis global yang dipicu oleh perusakan hutan dan biomassa lainnya.
Banyak penelitian, yang sebagian besar dihasilkan oleh pakar iklim dan keanekaragaman hayati PBB, menunjukkan peran strategis MAKL dalam konservasi sumber daya alam, termasuk perkiraan 80% dari keanekaragaman hayati yang tersisa di bumi ini.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB bahkan mengajak masyarakat mempertahankan hutan dan memproduksi tanaman pangan yang penting sebagai sektor ekonomi swasta terbesar di dunia.
Baca Juga: Taman Bakau Biak, Peningkatan Ekonomi Warga dan Pelibatan Masyarakat Adat
Peran penting komunitas adat di negara-negara hutan tropis semakin terancam. Wilayah-wilayah pedalaman dunia diserbu akibat meningkatnya kebutuhan lahan untuk memproduksi kedelai, jagung, dan minyak sawit, serta untuk mengekstraksi bahan bakar fosil dan mineral.
Aktivitas itu didorong dengan permintaan akan bahan baku yang dibutuhkan untuk teknologi terbarukan. "Hal-hal ini juga terjadi di Indonesia,” kata Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif WALHI.
Menurutnya, masyarakat adat komunitas lokal di seluruh dunia tidak memiliki perlindungan hukum yang mereka butuhkan untuk menghentikan fragmentasi tanah.
"Jika hak tanah masyarakat diakui dan ditegakkan oleh pemerintah, akan menjamin mereka dalam mengelola lahannya secara produktif dan berkelanjutan," terangnya.
Baca Juga: Meriahnya Tradisi Adat Keboan, Arak-arakan hingga Siraman Air
Senada, Dewi Kartika Sekretaris Jenderal KPA menjelaskan, Dana Nusantara akan memperkuat gerakan reforma agraria di akar rumput untuk melindungi secara kolektif hak atas tanah dan penghidupan.
"Sistem pendukung ini akan mendukung serikat tani, perempuan pedesaan, dan pemuda tani dalam memperluas praktik baik model reforma agraria di tingkat desa,” terang Dewi.
Pendanaan Nusantara, ungkap Dewi, telah menciptakan model baru untuk memberikan dukungan pembangunan kepada masyarakat, yang akan mampu mengurangi kerusakan lingkungan untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan ekonomi.”
Sebuah komunitas petani di Jawa Barat, misalnya, menggunakan dana hibah mereka untuk meningkatkan produksi tanaman dan memanfaatkan tradisi kekayaan hukum adat, termasuk dalam pengaturan warisan untuk mencegah fragmentasi tanah.
Baca Juga: Dulu Lapangan Kini Alun-Alun, Ribuan Warga Padati Trunojoyo Sampang
Hal ini pada akhirnya akan mendorong petani untuk mempraktikkan suatu bentuk pertanian berkelanjutan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan generasi mendatang.
Pengelolaan Dana Nusantara
Zenzi mengungkapkan, tujuan pengelolaan Dana Nusantara adalah untuk memberdayakan masyarakat yang mereka wakili, menyediakan sumber daya yang akan membantu mereka untuk meningkatkan peran dalam mengelola lingkungan dan sumber daya alam, sekaligus meningkatkan ekonomi dan mengurangi emisi, yang merupakan salah satu cara yang harus dilakukan untuk pemulihan bumi.
"Dengan menunjukkan keberhasilan model keberlanjutan ini, kami berharap dapat mendorong otoritas nasional dan lokal untuk mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal di seluruh nusantara," papar Zenzi.
Dalam pengaturan dana itu, perwakilan dari ketiga organisasi tersebut akan menjadi dewan penasihat bersama dengan anggota lainnya dari komunitas adat dan lokal.
Baca Juga: 11 Ribu Wisatawan Padati Kebun Binatang Solo Safari Selama Libur Lebaran
Keputusan tentang proyek mana yang akan didanai akan berdasarkan pada kehendak untuk melindungi, memajukan, dan menghormati hak asasi manusia, dengan tetap mematuhi aturan adat.
Menurut tiga pendiri organisasi, tidak ada satu kelompok pun yang akan diperlakukan lebih baik daripada kelompok lain dalam cara pengambilan keputusan dan pembagian manfaat.
AMAN, KPA, dan WALHI bersepakat program ini harus dilaksanakan dengan kepercayaan bahwa masyarakat adat dan masyarakat lokal memiliki integritas yang tinggi, inisiatif, dan pengalaman langsung di lapangan.
Untuk memastikan kebenarannya, para pemimpin dari tiga organisasi bertemu dengan ratusan masyarakat adat, nelayan dan petani, serta dengan para pemimpin organisasi yang mewakili komunitas ini – baik daring maupun luring.
Baca Juga: Berkah Libur Lebaran, Wisata Klotok Banjarmasin Dipadati Pengunjung
Penyandang Dana Nusantara, dan dana-dana yang lainnya yang diperkenalkan dan dikembangkan di negara-negara dengan hutan tropis, berkomitmen pada tahun 2022 lalu untuk meningkatkan dukungan atas pembangunan kapasitas dan menyebarkan hibah mereka secara lebih merata di seluruh wilayah tropis.
“Dana Nusantara secara langsung mendukung masyarakat adat dan komunitas lokal untuk memperkuat kapasitas mereka dalam mengelola lingkungan alam, mengurangi emisi, membangun ekonomi kekayaan lokal, dan mengelola sumber daya yang penting untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia – dan iklim global.” terang Darren Walker.
Dana tersebut juga berkontribusi pada pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) dan target nol emisi di Indonesia. "Saya berharap para donor dan penyandang dana di mana saja akan bergabung dengan kami dan berkomitmen untuk meningkatkan mata pencaharian MAKL, dan kelestarian wilayah tempat tinggal mereka," imbuhnya.
Baca Juga: Usai Menteri, Giliran Walhi Soroti Bopengnya Pantai Bunati Tanah Bumbu
Laporan Perubahan Iklim PBB tahun 2022 menggarisbawahi pentingnya aksi ini. Panel dari para ilmuwan ahli menganjurkan negosiator iklim PBB untuk menyoroti kebutuhan mendesak akan pengakuan hak-hak masyarakat adat dan untuk mendukung adaptasi iklim berbasis pengetahuan adat.
Pasalnya, masyarakat adat merupakan kelompok penting dalam mengurangi risiko perubahan iklim dan adaptasi iklim yang efektif dengan keyakinan yang sangat tinggi.