bakabar.com, JAKARTA - Destructive Fishing Watch (DFW) memaparkan ada tiga persoalan utama yang sering dihadapi awak kapal perikanan (AKP). Ketiganya di antaranya mengenai pemotongan gaji, tidak adanya asuransi dan jaminan sosial, hingga kasus penipuan dan manipulasi.
Dari ketiga persoalan tersebut agen penyalur tenaga kerja merupakan aktor yang paling banyak dilaporkan yakni sebesar 46,7 persen. Pelapor sebagian besar berasal dari kalangan AKP domestik.
Kemudian aktor paling banyak dilaporkan disusul perusahaan pemilik kapal sebesar 28.7 persen dan pemilik kapal perseorangan sebesar 18 persen.
Baca Juga: AKP Kapal Domestik Paling Sering Mengalami Pelanggaran Hak Kerja
Dua aktor yang dilaporkan tersebut sebagian besar dengan pelapor AKP migran. Sedangkan sisanya berasal dari aktor pemerintah dan lainnya.
"Pelanggaran yang dialami AKP domestik didominasi oleh calo, tapi calo bukan menjadi pihak atau aktor yang dilaporkan," kata Human Right Manager DFW, Mitahul Choir, Minggu (10/12).
Kasus pemotongan gaji, kata Miftahul, merupakan laporan yang paling sering diterimanya. Modusnya, calon AKP ini mendapatkan pekerjaan melalui calo yang berasal yang menawarkan kasbon.
"AKP memiliki kerentanan ekonomi, pembayaran hutang dipotong melalui gaji yang diterima," katanya.
Baca Juga: EKBIS SEPEKAN: Petani Dibelengggu Kemiskinan hingga Respons Santai OIKN soal Pakuwon
Selain itu, akomodasi bahan kebutuhan sehari-hari idealnya diberikan pemilik kapal. Namun, yang terjadi AKP justru menganggung biaya kebutuhan sehari-hari tersebut yang dipotong melalui hasil tangkapan ikan.
"Termasuk AKP yang ingin pulang ke Indonesia, tapi gaji mereka dipotong untuk ongkos pulang. Hingga gaji dipotong karena sakit, padahal ada hak cuti," terangnya.
Selanjutnya mengenai asuransi dan jaminan sosial, kata Miftahul, masih sering ditemui kapal yang tidak memberikan fasilitas yang layak kepada AKP seperti tempat tidur, tempat sanitasi, hingga kotak obat.
Baca Juga: Nah Loh! Musim Hujan, Usaha Cuci Kendaraan Tak Diguyur Cuan
Di sisi lain perekrutan AKP selama ini dilakukan berdasarkan pengalaman dan non pengalaman. Padahal, kemampuan sertifikasi diperlukan sebagai AKP.
"Pengalaman hanya pernah ikut kapal sekali dan beberapa kali saja," terangnya.
Minimnya kemampuan AKP yang tidak disertai sertifikasi kompetensi membuat AKP rentan mengalami kecelakaan kerja. Sedangkan konsekuensi lainnya AKP yang tidak terampil berisiko mudah lelah dan mengalami sakit.
"Beruntung kalau bisa dipulangkan. Tapi kasus lain ada yang dipulangkan dengan gaji yang dipotong, paling parah dilarung ke laut," jelasnya.
Baca Juga: Edan! Kekayaan Prajogo Melesat 3 Kali Lipat, Low Tuck Kwong Tergeser
Terakhir, mengenai penipuan dan manipulasi. AKP yang sebagian besar berasal dari kalangan ekonomi bawah lebih sering termakan janji-janji fasilitas dari keberangkatan hingga saat menjadi AKP di atas kapal.
Faktanya, kata Miftahul, AKP mengeluarkan biaya sendiri mulai dari pelatihan basic safety training, pembuatan kartu pelaut hinggal saat praktik kerja lapangan.
“Di luar tiga kasus lain ada bantuan bantuan fasilitasi sebesar 5,7 persen, minta dipulang dari kapal asing 4,1 persen, kekerasan fisik dan seksual 4,1 persen dan layanan informasi 2,5 persen,” pungkasnya.