Skandal Setoran Polri

Sosok Mafia Tambang Kalimantan Jadi Teka-Teki, Pengamat: Apa Bedanya Penculikan?

Bareskrim mengonfirmasi penangkapan seorang terduga mafia tambang ilegal asal Kalimantan Timur. Kendati begitu, polisi belum juga membuka identitas dimaksud.

Featured-Image
Di tengah keberadaan Ismail Bolong yang masih misterius, polisi mengonfirmasi penangkapan satu terduga pelaku penambangan ilegal di Kaltim.

bakabar.com, JAKARTA - Bareskrim mengonfirmasi penangkapan seorang terduga mafia tambang ilegal asal Kalimantan Timur. Kendati begitu, polisi belum juga membuka identitas sosok dimaksud. 

"Kalau ditangkap, harusnya diumumkan. Kalau gak jelas, apa bedanya dengan penculikan?" jelas pengamat kepolisian dari ISESS, Bambang Rukminto, Rabu siang (30/11).

Bambang mendesak polisi berani bersikap transparan. Jika tak kunjung diungkap, maka tak salah publik akan semakin liar berasumsi.

Baca Juga: Sambo dan Kabareskrim 'Pingpong' Soal BAP Kasus Ismail Bolong

Baca Juga: Perlukah Densus 88 untuk Menjemput Ismail Bolong?

"Jangan salahkan publik berasumsi karena memang sejak awal kepolisian tidak cepat dan transparan," jelasnya.

Berkaca dari rekayasa peristiwa pembunuhan Brigadir Joshua, Bambang mewanti-wanti agar hal serupa tidak berulang. 

"Kenapa polisi gak mau buka identitasnya? Bisa jadi masih dituliskan atau didikte skenarionya. Kasus pembunuhan Joshua dulu kan seperti itu," jelasnya.

Apakah cukup hanya dengan menangkap satu terduga pelaku tersebut? Bambang bilang tidak.

Fokus publik saat ini bukan sekadar pada mafia tambang. Tapi, juga pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan kepolisian dalam menutup-nutupi praktik penambangan ilegal terkhusus di Kalimantan.

Baca Juga: Perlukah Densus 88 untuk Menjemput Ismail Bolong?

Mengacu surat hasil penyelidikan Divisi Propam, 7 April 2022, Kepala Biro Paminal kala itu Brigjen Hendra Kurniawan dan timnya menemukan keterlibatan sejumlah nama tinggi Polri. Seperti, Kabareskrim Komjen Agus Andrianto, hingga eks Kapolda Kaltim Irjen Herry Rudolf Nahak.

Keduanya diduga menerima sekaligus mengelola 'uang koordinasi' total Rp6 miliar dari Ismail Bolong. Uang diberikan oleh mantan intel Polresta Samarinda tersebut agar polisi menutup mata terhadap aksi penambangan ilegal di Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Terungkapnya kasus tersebut bermula dari viralnya video pengakuan Ismail Bolong, kendati belakangan waktu ia meralatnya dengan menyebut sedang di bawah tekanan Brigjen Hendra.

Baca Juga: 2 Jenderal di Pusaran Ismail Bolong, Castro: Hukum Tak Kenal Senioritas

Karenanya, Bambang mendorong Kapolri Listyo Sigit lebih berani bersikap. Menindak sejumlah nama, khususnya petinggi kepolisian yang diduga menjadi beking penambangan liar di Kaltim.

"Kalau mereka semua yang terlibat seperti dalam surat Divisi Propam tidak diperiksa, dan disanksi, penangkapan siapapun di luar nama-nama itu tak akan mengembalikan public trust pada kepolisian," jelasnya.

"Bahkan hanya akan dianggap sekadar pengalihan isu dari substansi masalah," pungkas Bambang.

Terkait Ismail Bolong, Polri, kata Bambang, tentu akan sulit melakukan penangkapan selama Kabareskrim masih dijabat oleh Agus Andrianto.

Baca Juga: Setengah Hati Menangkap Ismail Bolong, ISESS: Wacana Kosong ‘Bersih-Bersih’ Polri

"Kalau Bareskrim gak bisa menangkap, bisa minta tolong Densus 88-lah, karena Ismail Bolong ini sudah menjadi teror bagi penegak hukum yang benar," jelasnya.

"Rp1,5 triliun anggaran Densus 88 sangat disayangkan kalau gak bisa menemukan Ismail Bolong," pungkasnya.

Senada, pegiat antikorupsi, Herdiansyah Hamzah melihat tak sulit bagi polisi menangkap Ismail Bolong. Semua perangkat yang dibutuhkan telah dimiliki kepolisian. 

"Intelijen mereka punya, struktur hingga ke polsek-polsek mereka punya, semua mereka punya," ujar Castro dihubungi bakabar.com, Selasa malam (29/11).

Baca Juga: Skandal Setoran Emas Hitam Kaltim, Pernyataan Ismail Bolong Soal Brigjen Hendra Diragukan!

Sehingga, hanya tersisa dua kemungkinan. Pertama, terkait niat dan keseriusan. Dan kedua, konflik kepentingan.

"Mereka tahu kalau Ismail Bolong ditangkap, bakal menyeret petinggi-petingginya," tutur dosen hukum Universitas Mulawarman ini.

Sedari awal, Castro merekomendasikan agar kasus Ismail Bolong ditangani oleh kejaksaan atau KPK saja. 

"Karena itulah kasus tambang ilegalnya ditangani Polri, tapi untuk dugaan suap dan gratifikasinya harus ditangani kejaksaan atau KPK," jelasnya. 

Mantan direktur Walhi Nasional, Berry Nahdian Furqon melihat aksi bersih-bersih tambang ilegal hanya bisa terwujud apabila terjadi reformasi di tubuh kepolisian.

"Profesional Polri hanya akan bisa kalau para personelnya (oknumnya) tidak lagi terlibat dalam dunia bisnis dan politik dan tentunya punya mental antikorupsi," jelas Berry dihubungi terpisah.

Siapapun pelaku mafia tambang, tidak akan bisa eksis tanpa beking dari aparat. Sebagai langkah awal, tertibkan mereka yang masih terlibat.

"Ketika persoalan penegakan hukum masih sangat lemah dan jadi masalah utama, maka salah satu solusinya adalah dengan kebijakan politik dewan maupun kebijakan presiden untuk menata ulang kembali institusinya," jelas inisiator Jatam Kalsel ini.

Editor
Komentar
Banner
Banner