Skandal Setoran Polri

Setengah Hati Menangkap Ismail Bolong, ISESS: Wacana Kosong ‘Bersih-Bersih’ Polri

Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto meragukan perintah Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untu

Featured-Image
Sebuah alat berat tengah beraktivitas di salah satu penambangan batu bara ilegal di Kalimantan Timur. (Foto: Tribunnews.com)

bakabar.com, JAKARTA – Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto meragukan perintah Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk menangkap Ismail Bolong dapat dilakukan dengan baik. Sebab, perintah tersebut tanpa disertai strategi yang konkret.

"Tanpa ada langkah-langkah konkret dan tegas, sekadar (perintah) menangkap Ismail Bolong yang hanya operator lapangan. Sulit untuk percaya bahwa kapolri konsisten untuk bersih-bersih internalnya, apalagi menyangkut beberapa nama perwira tingginya," kata Bambang seperti dilansir Antara, Rabu (23/11).

Perintah penangkapan itu terkait video yang berisi pengakuan Ismail Bolong tentang uang koordinasi kegiatan tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur. Tentang itu, Bambang mempertanyakan perintah Kapolri yang baru muncul sekarang.

Selain itu, dia juga mempertanyakan mengapa surat rekomendasi kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, yang kala itu dijabat Ferdy Sambo, pada tanggal 7 April 2022 malah membebaskan Ismail Bolong dan semua nama pihak yang terlibat dalam kasus tersebut.

Tangkap Ismail Bolong, Terang Benderang Kasus

Bambang mengatakan penangkapan Ismail Bolong merupakan langkah awal yang menelusuri kasus skandal suap tambang ilegal kepada anggota Polri. Karena itu diperlukan pemeriksaan lanjutan kepada pihak terkait seperti mantan kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Hendra Kurniawan dan Ferdy Sambo yang menandatangani surat pemeriksaan dan rekomendasi.

"Problem-nya adalah siapa yang akan memeriksa? Bila hanya internal, tentu akan diragukan obyektivitasnya," kata Bambang

Baca Juga: Soal Tambang Ilegal Kaltim, Greenpeace: Tak Lepas dari Peran Oligarki dan Elite Politik

Baca Juga: Kongkalikong Polisi di Balik Tambang Ilegal, JATAM: Bukan Barang Baru!

Dia juga mencermati surat rekomendasi kepala Divisi Propam Polri tersebut apakah diketahui dan dibaca kapolri. Bila memang tidak dibaca, Bambang menyebut muara persoalan terpusat kepada kapolri yang juga perlu diselediki.

Selain itu, Bambang juga mengkritisi mengapa surat tanggal 7 April 2022 itu hanya merekomendasikan soal manajerial dan tidak mengusut pelanggaran etik maupun pidana terhadap Ismail Bolong dan nama-nama terkait.

"Dan menjadi ironis, Ismail Bolong malah bisa pensiun dini," tambahnya.

Bambang mengatakan video Ismail Bolong dan terbukanya surat kepala divisi Propam Polri tertanggal 7 April 2022 itu adalah pukulan telak terhadap praktik-praktik korupsi, dan kolusi di internal Polri.

Baca Juga: Sambo Blakblakan Keterlibatan Komjen Agus di Tambang Ilegal Kaltim

Baca Juga: Kalah Senior, Kapolri Berani Usut Herry Rudolf Nahak?

Menurut dia, perintah kapolri untuk menangkap Ismail Bolong itu tidak bisa menutupi fakta bahwa ada aliran dana dari Ismail Bolong kepada para perwira tinggi (pati) dan perwira menengah (pamen) Polri.

Bahkan, lanjut Bambang, pencopotan Kapolda Kaltim Irjen Pol. Hery Rudolf Nahak pada Desember 2021 juga bukan merupakan sanksi, melainkan mutasi biasa dan bisa dipersepsikan sebagai promosi karena mendapat jabatan sebagai kepala sekolah staf dan pimpinan (kasespim).

"Ismail Bolong itu ditangkap soal apa? Dia sudah pensiun dini dan disetujui. Artinya, dia sudah warga sipil biasa. Penangkapan tanpa ada bukti-bukti tindak pelanggaran itu pelanggaran HAM (hak asasi manusia)," pungkasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner