Skandal Setoran Polri

Soal Tambang Ilegal Kaltim, Greenpeace: Tak Lepas dari Peran Oligarki dan Elite Politik

Tambang ilegal yang terjadi di Kaltim, layaknya tak lepas dari peran oligarki dan para elite politik

Featured-Image
Lokasi Tambang Ilegal di Desa Makarti, Kecamatan Marangkayu, Kukar. apahabar.com / Humas Polda Kaltim

bakabar.com, JAKARTA - Kejahatan pertambangan tanpa izin atau 'tambang ilegal' terus menghantui masyarakat Kalimantan Timur. Bukannya berkurang, aktivitas tambang ilegal ini justru makin merata terjadi di seluruh daerah Kaltim.

Terbaru, beredar video viral Ismail Bolong yang mencabut pernyataannya yang mengaku menyetor uang miliaran rupiah ke Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto. Ismail Bolong sendiri merupakan anggota Kepolisian yang bertugas di Polresta Samarinda.

Baca Juga: Dicecar Tentang Ismail Bolong, Ini Jawaban Ferdy Sambo

Menanggapi itu, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas menyebut tambang ilegal layaknya tak lepas dari peran oligarki dan para elite politik.

"Karena memang dari sisi kepemilikan, itu kuat dari oligarki, dan berhubungan dengan elite politik dan lagi-lagi ya disebutkan dari beberapa riset, aparat kepolisian itu menjadi pemilik dari beberapa tambang yang legal," kata Arie kepada bakabar.com, Jumat (12/10).

Praktik Subur

Menurutnya, praktik setoran tambang yang melibatkan tubuh institusi Kepolisian khususnya ke Kabareskrim Polri itu sudah sering terjadi.

Namun, terdapat juga pola lainnya yang biasa digunakan, dengan membiarkan tambang ilegal tetap beroperasi. Dengan syarat penambang wajib untuk menyetor ke aparat keamanan untuk dijaga keamanannya.

Bagi Arie konteks 'tambang ilegal' ini merupakan sesuatu yang sengaja dibuat seolah-olah kebijakan hukumnya bermasalah.

"Dari beberapa temuan kita. memang banyak sekali tambang tambang ilegal yang ada di dalam kawasan hutan. ada beberapa kategori sebenarnya dalam konteks ilegal gitu ya," ujar Arie.

Baca Juga: KPK Respons Polisi 'Pemain' Tambang, Mampukah Bekas Jenderal Bongkar?

Lebih lanjut, Arie menyebut yang biasa terjadi di lapangan contohnya seperti, tambang ilegal tidak punya izin, atau kemudian proses penerbitan izin itu bermasalah.

"Nah sehingga ruang ke legalitas perusahaan itu bisa menjadi peluang untuk beking-beking dari aparat yang memiliki kewenangan untuk melakukan izin itu, sehingga berujung terjadi negoisasi," ungkap Arie.

Kerugian Negara 

Sehingga dari aktivitas 'tambang ilegal' itu tentunya akan menyebabkan kerugian pada negara.

"Karena mereka jelas tak memberi keuntungan terhadap negara, mereka hanya memberikan keuntungan pada backing-backing aparat keamanan. Nah itu dia dampak kerugian dari setoran Polri. dan akan berdampak kepada masyarakat juga tentunya," pungkas Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.

Baca Juga: Sahroni Desak Kapolri Bongkar Mafia Tambang Diduga Libatkan Komjen Agus

Sementara itu, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) pun menyebut fenomena tersebut bukanlah barang baru.

"Apa yang disampaikan Ismail Bolong itu, bukan barang baru. Bahwa, polisi memang telah lama diduga ikut menerima manfaat dan keuntungan di balik operasi tambang," ujar Koordinator Nasional JATAM, Melky Nahar saat dihubungi bakabar.com.

Polisi Cuan Besar

Selain itu menurutnya dalam konteks pertambangan ilegal, pihak polri sebagai pihak berwenang seringkali meraup keuntungan yang besar. 

Baca Juga: Isu Polisi Pemain Tambang Kaltim, Bagaimana dengan Kalsel?

"Aparat keamanan juga diduga seringkali mendapat cuan (untung) yang besar yang bersumber dari biaya pengamanan, entah terkait pengawalan mobilisasi alat berat dan proses penambangan, hingga melumpuhkan resistensi warga yang menggunakan perangkat hukum," kata Melky.

Adapun daftar 'tambang ilegal' yang ada di Jatam Kaltim sebagai berikut :
1. Santan Ulu, Kukar
2. Teluk Bayur, Berau
3. Tanjung Redeb, Berau
4. Gunung Tabur, Berau
5. Ambarawang Darat Samboja, Kukar
6. Waduk Samboja, Kukar
7. Desa Manunggal Jaya, Kukar
8. Desa Karya Jaya Samboja, Kukar

Editor


Komentar
Banner
Banner