bakabar.com, JAKARTA - Hingga kini Pemerintah Kabupaten Jember belum memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), produk turunan dari Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Sementara itu, per April 2023 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produktivitas tanaman padi di Kabupaten Jember mengalami penurunan sebanyak 8,33 ribu ton di tahun 2022 atau sebanyak 1,35 persen, dibandingkan tahun 2021.
Pada tahun 2021, total produksi padi untuk kategori Gabah Kering Giling (GKG) jauh lebih tinggi yakni 615,70 ribu ton dibandingkan tahun 2022, yang totalnya hanya mencapai 607,37 ribu ton. Kondisi tersebut dipicu karena faktor cuaca dan berkurangnya lahan pertanian.
Padahal, RDTR jadi salah satu kunci boleh dan tidaknya suatu kawasan dialihfungsikan, termasuk menjadi lahan pertanian. Tanpa itu, luasan lahan pertanian terancam berkurang.
Baca Juga: Pasar Baru Kencong Jember Terbakar, 6 Kios Pedagang Hangus
"Kita coba membatasi alih fungsi lahan hijau jadi perumahan, tapi kalau tidak segera diatur lewat RDTR, lahan hijau termasuk pertanian jadi perumahan," kata Sekertaris Komisi B DPRD Jember David Handoko Seto kepada bakabar.com, Senin (10/4).
Pemkab Jember sebenarnya sudah memiliki Perda RTRW sejak tahun 2015. Namun, sejak zaman bupati periode sebelumnya pembahasan RDTR belum juga tuntas.
"Karena tidak ada RDTR, pengembang juga boleh, kita tidak bisa menyalahkan mereka," tambahnya.
Di sisi lain, BPS Jember masih menggunakan acuan luasan lahan baku sawah sebagai dasar perhitungan luas panen padi dari ATR/BPN tahun 2019 seluas 80,123 hektar. Ketentuan tersebut sesuai Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN No.686/SK-PG.03.03/XII/2019 tanggal 17 Desember 2019 tentang penetapan luas lahan baku sawah nasional tahun 2019.
Baca Juga: Daop 9 Jember Beri Diskon 20 Persen untuk Tiket Kereta Relasi Cirebon dan Cilacap
Kepala BPS Jember Tri Erwandi ketika ditanya mengapa belum menggunakan data luasan terbaru, menurutnya memang tergantung kebijakan BPN yang memiliki teknologi untuk mengukur luasan area.
"Ini terkait dengan kewenangan, artinya yang bisa ngitung pakai satelit yang punya biaya cukup, kalau kita nggak mungkin," ungkap Erwandi.
Berdasarkan luasan lahan pertanian di tahun 2019, Jember menempati urutan ketiga dari seluruh kabupaten dan kota di Jawa Timur, setelah Lamongan 99.387 hektar dan Bojonegoro 83.197 hektar
Lebih lanjut, produksi beras Kabupaten Jember pada 2022 untuk konsumsi pangan penduduk mencapai 350,71 ribu ton, juga mengalami penurunan sebanyak 4,81 ribu ton atau 1,35 persen dibandingkan produksi beras di 2021 yang mencapai 355,52 ribu ton.
Baca Juga: Jaga Stok Darah Selama Mudik Lebaran, PMI Jember Giatkan Donor Keliling Desa
Data terbaru, pada Januari hingga April 2023, total luasan panen bila dibandingkan pada periode yang sama di tahun 2022 mengalami peningkatan sebesar 2,21 persen atau 1,29 ribu hektar.
Sementara itu, impor beras jadi salah satu ketakutan petani setiap panen raya. Ketua Asosiasi Petani Pangan Indonesia (APPI) Jawa Timur Jumantoro menjelaskan, alih fungsi lahan pertanian memang sulit dihindari, sebab Jember belum punya RDTR.
"Perluasan lahan disebabkan alih fungsi lahan akibat perumahan juga berpengaruh. Karena Jember sangat mudah memberikan izin," kata Jumantoro.
Kedua, katanya, sulitnya mendapatkan pupuk subsidi juga memicu petani malas bertani. Akhirnya banyak petani menawarkan tanahnya ke perumahan dengan harga mahal.
Baca Juga: DPS Pemilu 2024 di Jember Capai 1,9 Juta, Data Ganda antar Kabupaten Bermunculan
"Sehingga perlu pemerintah pusat dan daerah ke depan untuk memperhatikan regulasi yang ada agar ketahanan pangan tetap terjaga," paparnya.
Terakhir, Pemkab Jember juga menerima impor beras sebanyak 500 ton pada Maret 2023 dan ditambah 2000 ton pada musim panen raya pada April 2023. Impor tersebut dipicu sektor pangan khususnya beras yang sempat memberi andil inflasi tinggi di Jember.
Bupati Jember Hendy Siswanto menyebut, beras 2000 ton tersebut merupakan bantuan dari cadangan beras pemerintah pusat. Namun pihaknya menyebut, beras itu akan dibagikan gratis kepada keluarga tidak mampu sebanyak 217.060 KK, dan akan dibagikan hingga bulan Mei ke depan. Masing-masing KK akan mendapatkan 10 kilogram.
Jumantoro mengakui, impor beras memang dibutuhkan untuk stabilitas pangan. Namun, ia memberi catatan jangan sampai beras impor digelontorkan ke pasar. "Kalau sampai digelontor ke pasaran, apalagi di musim panen raya, kasihan petani," ujar Jumantoro.
Baca Juga: Tiket Mudik Hampir Habis, 59 Kereta Api Daop 9 Jember Siap Beroperasi
Terbaru, harga padi di tingkat petani per hari Senin 10 April di Jember, kata Jumantoro, masih stabil di angka Rp 5.200-5.300 per kilogramnya.
"Sudah cukup menguntungkan petani, kita hanya perlu menjaga HPP Rp 5000 per kilogram kering sawah bisa dikawal," ujarnya.