bakabar.com, JAKARTA - Kuasa Hukum Teddy Minahasa menghadirkan saksi ahli digital Forensik, Ruby Alamsyah dalam sidang kasus narkoba dengan terdakwa mantan Kapolda Sumbar Irjen Teddy Minahasa di pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (13/3).
Dalam keteranganya kepada majelis hakim, Saksi Ahli berpendapat bawah bukti percakapan WhatsApp (WA) yang difoto manual oleh penyidik, dengan tidak melewati pemeriksaan forensik tidak sah menjadi bukti dalam persidangan.
Baca Juga: Jaksa Optimis Dakwaan Terhadap Teddy Minahasa Tidak Akan Batal Demi Hukum
Pernyataan tersebut dikatakan Ruby, menjawab kuasa hukuk Teddy Minahasa Hotman Paris Hutapea. Awalnya ia menanyakan soal proses mekanisme resmi sebuah alat bukti elektronik sesuai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Pertama saya tanyakan adalah legal standing saudara, apakah memang sekadar keilmuan atau memang menurut UU ITE yang anda bilang tadi Pasal 5 dan Pasal 6 bahwa digital forensic itu bukan sekadar keilmuan tetapi sudah menjadi satu-satunya cara yang resmi untuk cara menampilkan alat bukti elektronik, betul?" Tanya Hotman kepada saksi ahli di Persidangan.
"Benar. Sesuai dengan yang diamanatkan di Pasal 5 dan Pasal 6 UU ITE (digital forensic) adalah satu-satunya cara keilmuan proses dan teknik untuk membuat barang bukti elektronik menjadi sah agar dapat dipastikan keutuhannya dan keasliannya," jawab saksi ahli digital forensik.
Baca Juga: Saksi Ahli Buka Isi Makna Surat Kecil Teddy Minahasa ke Dody
Hotman lanjut bertanya mengenai ada alat bukti elektronik yang tidak diakui secara hukum karena tidak melalui digital forensik, dan harus dilakukan peneriksaan forensik secara ulang.
"Artinya yang anda alami selama ini, alat bukti elektronik tidak diakui jika tidak melalui digital forensic?" tanya Hotman kepada saksi ahli.
"Benar," jawab saksi ahli.
Hotman kembali mempertanyakan keabsahan percakapan WhatsApp (WA) yang difoto secara manual oleh penyidik untuk dijadikan alat bukti dalam berita acara pemeriksaan (BAP) tanpa melalui proses digital forensic.
"Saya kasih contoh, yang terjadi di kasus ini, bukan forensiknya yang ditunjukkan kepada saksi tetapi WA itu di handphone, di-screenshot kayak gini (memperagakan memotret layar satu ponsel dengan ponsel lain), ada bagian yang seksi di-screenshot, bahkan sidik jarinya kelihatan. Pertanyaannya untuk mendalami pertanyaan hakim anggota, apakah yang anda maksudkan boleh sebagian tapi bukan di-screenshot seperti ini, tapi adalah sebagian dari forensik ini, yang mana yang benar?" tanya Hotman.
Baca Juga: Ahli Sebut 'Mainkan ya, Mas' Jadi Perintah Teddy Minahasa ke Dody Dalam Kasus Narkoba
Dalam kasus ini saksi ahli mengatakan, bukti yang yang dimaksud oleh Hotman tersebut adalah bukti yang tidak sah.
"Mestinya bila yang dimaksud dengan hakim anggota adalah sebuah percakapan WhatsApp dan seperti penasihat hukum menampilkan ada pemfotoan dua device, satu device menggunakan device lain, keyword-nya ada satu, yang mau dijadikan alat bukti adalah alat bukti elektronik, yaitu pesan WhatsApp tadi berarti yang diperagakan seperti penasihat hukum, menurut saya tidak sah," jawab saksi ahli.
Saksi Ahli menegaskan bukti chat percakapan yang difoto secara manual tidak sah jika merujuk pada UU ITE, dimana barang bukti elektronik tidak bisa diproses dengan cara tersebut.
"Tidak sah, confirmed, karena yang mau dijadikan alat bukti adalah percakapan ataupun informasi elektronik, sesuai dengan UU ITE, itu adalah barang bukti elektronik, barang bukti elektronik prosesnya bukan seperti itu," ujarnya.
Baca Juga: Jaksa Optimis Dakwaan Terhadap Teddy Minahasa Tidak Akan Batal Demi Hukum
Saksi Ahli mengatakan proses digital forensic dapat melakukan penangkapan layar atau screenshot dengan prosedur yang benar.
"Betul (harus digital forensic) dan proses digital forensic itu dapat melakukan screenshot yang proper, yang benar," ujar Saksi Ahli.
"Oh jadi digital forensic pun bisa melakukan screenshot?" Tanya kuasa hukum.
"Bisa melakukan screenshot dengan software yang sesuai dia gunakan untuk melakukan mobile forensic terhadap handphone tersebut karena apa, karena barang bukti digital itu sifatnya rentan. Kalau dilakukan tadi proses yang salah, yaitu melakukan foto dari device ke device lain, itu kan foto tersebut dengan mudah setelah foto siapapun nggak perlu ahli IT, bisa melakukan editing terhadap data tersebut," ujar saksi ahli
"Makanya itu tidak dianggap sah dan tidak dibenarkan, karena barang bukti digital harus diproses sesuai Pasal 6 harus dipastikan keutuhannya, kalau foto dua device tadi, kita sangat meyakinkan itu tidak akan bisa menjadi barang bukti yang sah dan tidak bisa dipastikan keutuhannya," tambah saksi ahli.
Baca Juga: Ahli Forensik Buka Chat Teddy, Dody Jawab Nggak Berani Jenderal Soal Sabu
Dalam bacaan dakwaan JPU, Teddy Minahasa menugaskan AKBP Dody mengambil sabu barang bukti hasil pengungkapan, kemudian diminta untuk ditukar dengan tawas.
Dalam kasus ini, ada 11 orang yang sudah berstatus terdakwa dan dan menjalani persidangan yakni Teddy Minahasa Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pudjiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.
Para terdakwa yang terlibat melanggar Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.