Peristiwa & Hukum

Peluang Bebas Terdakwa Febri dan Ahmad di Kasus Korupsi Dinas PUPR Kalsel

Agustya Febri dan Akhmad, dua dari empat terdakwa kasus korupsi di Dinas PUPR Kalsel bisa saja bebas dari jeratan hukum.

Featured-Image
Ahli Anang Shophan Tornado saat memberikan penjelasan di sidang lanjutan kasus korupsi di Dinas PUPR Kalsel. Foto: Syahbani

bakabar.com, BANJARMASIN - Agustya Febri dan Akhmad, dua dari empat terdakwa kasus korupsi di Dinas PUPR Kalsel bisa saja bebas dari jeratan hukum.

Peluang ini muncul atas dasar pendapat ahli hukum yang dihadirkan kuasa hukum para terdakwa di sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu (28/5). 

Dua ahli hukum yang dihadirkan dalam sidang menyatakan bahwa keduanya tidak terlibat langsung dalam pokok perkara, dan karena itu tidak dapat dijerat dengan pasal yang didakwakan.

Prof. Basuki Winarno, ahli pidana korupsi dari Universitas Airlangga, menjelaskan bahwa pasal yang digunakan jaksa KPK untuk kedua terdakwa, yakni Pasal 12 huruf b UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, tak relevan dalam kasus ini. 

Menurutnya, gratifikasi hanya dapat dikenakan kepada seseorang yang menerima sesuatu yang berkaitan langsung dengan jabatan atau kewenangannya.

“Gratifikasi itu bersifat personal dan berkaitan erat dengan jabatan penerimanya. Sementara dalam kasus ini, uang yang diterima terdakwa hanyalah titipan dan tidak ada kaitannya dengan jabatan yang mereka miliki,” jelas Prof. Basuki di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Cahyono Riza Adrianto.

DIa menambahkan, kedua terdakwa juga tak mengetahui asal-usul uang tersebut dan tidak menggunakannya untuk kepentingan pribadi. Dalam konteks ini, mereka hanya menjadi perantara tanpa kesengajaan ataupun niat untuk melakukan tindak pidana.

“Kalau seseorang hanya menerima titipan tanpa tahu asal uangnya dan tidak menikmati hasilnya, maka secara hukum ia tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana,” tambahnya.

Prof. Basuki juga menyoroti posisi terdakwa Febri yang berstatus sebagai ASN. Namun, karena tidak memiliki kewenangan dalam posisi jabatannya saat itu, maka unsur gratifikasi tidak terpenuhi. Ia menegaskan pentingnya membedakan antara menerima suap atau gratifikasi dengan menerima titipan semata.

Pendapat serupa disampaikan oleh Anang Shophan Tornado, ahli hukum yang dihadirkan oleh tim kuasa hukum terdakwa Akhmad. Ia menyebut bahwa sebagai pihak swasta, Akhmad tidak memiliki keterlibatan langsung dengan kasus korupsi yang dituduhkan.

“Dalam kasus ini, Akhmad hanya menerima uang, tanpa mengetahui asalnya. Ia pun tidak menikmati atau menggunakan uang tersebut. Maka sangat mungkin hakim memutuskan untuk membebaskannya secara murni,” jelasnya.

Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum dari KPK mendakwa keduanya dengan Pasal 12 huruf b UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 KUHP. 

Editor
Komentar
Banner
Banner