Peristiwa & Hukum

Mantan Bupati Tabalong Didakwa Korupsi Rp1,8 Miliar

Sidang perkara korupsi jual beli bokar antara Perumda TJP dan PT EB ini digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Kamis (16/10).

Featured-Image
Mantan Bupati Tabalong dua periode, Anang Syakhfiani mengenakan kemeja putih dan peci hitam menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Kamis (16/10). Foto: Syahbani

bakabar.com, BANJARMASIN - Sidang perkara korupsi Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tanjung Jaya Persada (TJP) yang menyeret mantan Bupati Tabalong, Anang Syakhfiani, mantan Direktur TJP, Ainuddin, dan Direktur Utama PT Eksekutif Baru (EB), Jumianto, digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Kamis (16/10).

Digelar secara terpisah, ketiganya didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tabalong secara bersama-sama telah melakukan tindak pidana korupsi terkait jual beli bahan olahan karet (bokar) antara perusahaan TJP dan EB pada 2019 - 2023 yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp1,8 miliar lebih. 

Anang, Ainuddin, dan Jumianto didakwa bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-undang Korupsi Juncto Pasal 5 ayat 1 ke 1 KUHP sebagaimana dakwaan Primer dan Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-undang Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP sebagaimana dakwaan Subsider.

Dalam nota dakwaan, JPU Satrio Alfiani Santoso mengungkapkan bahwa, dugaan kasus korupsi ini berawal dari adanya tawaran kerjasama jual beli bokar oleh seseorang bernama Galih yang mengaku sebagai pemilik perusahaan PT EB dari Jakarta pada Maret 2019. 

Rencana kerjasama itu pun kemudian ditindaklanjuti, Galih bersama Jumianto selaku Direktur Utama PT EB kemudian datang ke Tabalong untuk melakukan kerjasama. Dengan iming-imingi akan membeli bokar dengan harga tinggi.

Belakang setelah perusahaan tersebut di-profiling ternyata tak berpengalaman di bidang jual beli bokar. Meski demikian, kerjasama antara antara Perumda TJP dan PT EB tetap dilakukan dengan penandatanganan kontrak pada 6 Agustus 2019.

“Bawah kerjasama jual beli bokar antar Perumda dan PT EB dilakukan tanpa melalui mekanisme dan prosedur yang seharusnya. Dimana dalam kerjasama ini perjanjian seharusnya didahului adanya proposal kerjasama, studi kelayakan rencana bisnis,” ujar JPU.

Selain itu, dalam kontrak kerjasama PT EB hanya diwajibkan membayar 25 persen dari harga pembelian bokar tanpa adanya jangka waktu kewajiban pelunasan.

“Setelah kerjasama dilakukan, Prumda mulai melakukan pembelian dengan cara dibayar lunas. Kemudian setalah itu langsung diambil PT EB. Hal itu tak sesuai dengan kesepakatan. Mengingat justru perumda yang diwajibkan menyiapkan bokar terlebih dahulu. Setelah bokar diambil PT EB baru diterbitkan invoice 25 persen, tapa adanya pelunasan sehingga Perumda menjadi pihak yang merugi,” jelas JPU.

Tercatat ada sebanyak 7 kali pengambilan bokar yang dilakukan PT EB dengan jumlah total sebanyak 236 ribu kilo lebih bokar dengan nilai uang Rp2,4 miliar lebih. Namun, yang dibayarkan hanya Rp600 juta. Sehingga dengan demikian akibat kerjasama itu, Perumda merugi sebesar Rp1,8 miliar lebih.

Usai pembacaan dakwaan, dari ke tiga terdakwa hanya Ainuddin yang mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan JPU. Sementara Anang yang merupakan mantan Bupati Tabalong dua periode meminta kepada majelis hakim yang diketuai Cahyono Reza Adrianto agar mendapat penangguhan penahanan dengan alasan faktor kesehatan.

Editor


Komentar
Banner
Banner