Peristiwa & Hukum

Keberatan Atas Dakwaan JPU, Ketua dan Sekretaris NPC HSU Merasa Tak Pernah Melakukan Korupsi

Melalui tim kuasa hukumnya, Saderi yang merupakan mantan Plt Ketua dan Febrianty selaku Sekretaris NPC HSU keberatan atas dakwaan JPU.

Featured-Image
Sidang dengan agenda penyampaian eksepsi atau keberatan dua terdakwa kasus dugaan korupsi pemotongan bonus atlet difabel HSU digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Selasa (7/10). Foto: Syahbani

bakabar.com, BANJARMASIN - Sidang perkara dugaan korupsi berupa pemotongan bonus atlet difabel di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) oleh dua terdakwa Saderi dan Febrianty Rielena Astuti kembali digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Selasa (7/10).

Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Ariyas Dedy tersebut, kedua terdakwa yang merupakan pengurus National Paralympic Committee (NPC) Kabupaten HSU mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Melalui tim kuasa hukumnya, Saderi yang merupakan mantan Plt Ketua dan Febrianty selaku Sekretaris NPC Kabupaten HSU menyatakan keberatan atas dakwaan JPU. Pasalnya mereka menilai bahwa perbuatan kedua terdakwa bukanlah tindak pidana korupsi melainkan tindak pidana umum. 

“Karena itu bukan uang negara. Kan sudah sampai ke atlet. Kalaupun klien kami dituduh curang itu berarti kepada pribadi atlet. Bukan Tipikor,” ujar kuasa hukum Terdakwa Sadri dan Febrianty, Syamsul Hidayat usai persidangan.

Adanya pemotongan yang dilakukan kedua terdakwa juga dianggap tak menyalahi aturan. Sebab, pemotongan bonus tersebut sudah diatur dalam Aturan Dasar dan Aturan Rumah Tangga (AD/ART) NPC Kabupaten HSU.

“Di AD/ART-nya ada diatur 20 persen untuk pengelolaannya. Diantaranya klien kami ini ketua, boleh mengelola ngambil dari atlet lainnya, itu intinya,” jelas Syamsul.

Harusnya lanjut Syamsul kalaupun toh ada atlet yang keberatan atas pemotongan itu harusnya dilaporkan melakukan pidana penggelapan. Bukan tindak pidana korupsi. 

“Kalau atlet yang lain merasa boleh melaporkan klien kami. Tapi ini kan tidak ada yang melaporkan. Artinya nggak masalah. Karena memang ada regulasi yang mengatur bahwa pemotongan itu boleh untuk pengurus sesuai AD/ART, nanti kami buka di sidang selanjutnya,” beber Syamsul.

Seperti diketahui, Sedari dan Febrianty telah didakwa telah melakukan dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Korupsi.

Mereka diduga telah menyunat 15 persen bonus atlet berprestasi di ajang Pekan Paralympic Daerah (Peparprov) Kalimantan Selatan 2022 yang merupakan dari dana hibah dari Pemkab HSU hingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp330 juta.

Editor


Komentar
Banner
Banner