News

Risaukan Anjlok Persepsi Korupsi, Menkopolhukam Singgung UU Ciptaker

Menkopolhukam Mahfud MD menilai anjloknya indeks persepsi korupsi (IPK) 2023 menjadi kerisauan pemerintah. Sebab rapor merah terbilang menurun dibandingkan

Featured-Image
Pilkada Serentak 2020, KPK, Menko Polhukam, Mahfud MD, Firli Bahuri, Peran Swasta di Pilkada, Praktik Kotor Swasta, apahabar.com

bakabar.com, JAKARTA - Menkopolhukam Mahfud MD menilai anjloknya indeks persepsi korupsi (IPK) 2023 menjadi kerisauan pemerintah. Sebab rapor merah terbilang menurun dibandingkan tahun 2022.

"Salah satu hal yang dalam 3 hari ini menjadi kerisauan kami pemerintah yang mengurusi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi pada tahun 2022 indeks persepsi korupsi kita menurut Transparansi Internasional turun dari 38 jadi 34," kata Mahfud MD seperti dikutip dari ANTARA, Jumat (3/2).

Baca Juga: Janjikan Lukas Enembe, Dewas KPK Didesak Panggil Firli Bahuri

Mahfud mengaku penurunan IPK menjadi perhatian dan keprihatinan sebab tren persepsi korupsi beberapa tahun terakhir selalu meningkat dan baru anjlok tajam pada tahun ini.

"Kemudian turun 38, lalu tetap bertahan di 38, dan sekarang turun menjadi 34. Indeks persepsi korupsi artinya persepsi masyarakat internasional tentang seberapa besar skor korupsi di Indonesia, berarti kalau dari interval 0-100 kita ada di angka 34," ujarnya.

Ia mengungkapkan penurunan IPK 2023 tergolong menjadi penurunan terbesar sepanjang reformasi. Maka, Mahfud mempertanyakan penanganan korupsi yang dilakukan KPK.

Baca Juga: Dalami Korupsi Enembe, KPK Periksa Anak Buah Rijatono Lakka

"Apakah korupsi makin banyak? Bisa ya karena buktinya kita menangkap orang, OTT (operasi tangkap tangan). Tapi sebenarnya kalau peningkatan korupsi itu sendiri yaitu normal, seperti itu terus sejak dahulu," katanya.

Mahfud mengeklaim penurunan IPK tak hanya sekadar penanganan korupsi saja, melainkan penegakan hukum secara umum.

"Tapi ini secara umum turun karena yang dinilai bukan hanya korupsi, melainkan misalnya perizinan berusaha. Itu orang berpendapat ini banyak kolusi. Mau investasi aja kok sulit. Orang sudah punya izin di satu tempat lalu diberikan izin ke orang lain. Seperti-seperti itu," katanya.

Lebih lanjut, persoalan birokrasi dan perizinan kerap menyumbangkan nilai buruk ada indeks persepsi korupsi. Maka, UU Cipta Kerja diklaim dapat memberikan penetrasi dan akselerasi kecepatan dalam berusaha.

Baca Juga: Lukas Enembe Keluhkan Minim Fasilitas, KPK: Sudah Sesuai Prosedur!

Ia justru memberikan dukungan bagi kinerja KPK selama 3 tahun terakhir yang sudah tunggang langgang menciduk koruptor.  

"Orang pemerintah sendiri ditangkapi semua. Asuransi Jiwasraya, Asabri, Kemhan (Kementerian Pertahanan), menteri dua ditangkap, gubernurnya digelandang, bupati-bupati ditangkap oleh OTT, dan sebagainya itu kita pemerintah sudah bersungguh-sungguh memberantas dalam arti tindakan," katanya.

"Akan tetapi, dalam arti administrasi birokrasi kita itu sedang merintis, sekarang kuat-kuatan dengan pertama menyiapkan instrumen hukum yang memungkinkan kita bekerja cepat dan mengontrol cepat," pungkasnya.

Editor
Komentar
Banner
Banner