Presiden Terbitkan Perppu Cipta Kerja, Prof Denny: Pelecehan Konstitusi

Sikap pemerintah yang terkesan ngotot menerbitkan peraturan pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja terus menuai kontroversi.

Featured-Image
Sikap Presiden Joko Widodo yang terkesan ngotot menerbitkan Perppu Cipta Kerja disayangkan sejumlah pihak.

bakabar.com, JAKARTA - Sikap pemerintah yang terkesan ngotot menerbitkan peraturan pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja terus menuai kontroversi.

Pakar hukum tata negara, Denny Indrayana terkejut membaca berita Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu Cipta Kerja. "Sayangnya, meskipun telah mencari ke berbagai sumber, termasuk meminta kepada pejabat tinggi yang mempersiapkannya, Perppu tersebut belum tersedia untuk dibaca utuh apa substansinya," jelas pakar hukum tata negara, Denny Indrayana kepada bakabar.com, Minggu (1/1). 

Baca Juga: YLBHI: Perppu UU Cipta Kerja Gejala Otoritarianisme Era Jokowi

Kendati begitu, satu hal yang segera bisa disimpulkan adalah, kata Denny, adalah Perppu itu memanfaatkan konsep “kegentingan yang memaksa” untuk pada akhirnya menegasikan putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menguji formal dan memutuskan UU tersebut inkonstitusional bersyarat.

"Dalam bahasa pemberitaan disebutkan “Perppu ini menggugurkan Putusan MK”. Inilah kesalahan besarnya. Artinya, presiden telah melakukan pelecehan atas putusan, dan kelembagaan Mahkamah Konstitusi," jelasnya. 

Presiden, menurut Denny, tidak menghormati MK. Presiden telah melakukan Contempt of the Constitutional Court, jelas guru besar Hukum Tata Negara ini.

Denny menjelaskan jika MK diberi kewenangan oleh konstitusi untuk menguji konstitusionalitas undang-undang. Ketika dinyatakan tidak konstitusional, maka pembuat undang-undang harus patuh dan melaksanakan putusan MK, bukan dengan menggugurkannya melalui Perppu.

"Putusan MK menyatakan secara formal UU Ciptaker bertentangan dengan UUD 1945 paling tidak karena belum adanya standar baku pembuatan omnibus law," jelas advokat senior Integritu Law ini.

Baca Juga: Jokowi Terbitkan Perppu 'Cilaka', Walhi Kalsel: Perjuangan Berlanjut

Yang paling mendasar, sambung Denny, tidak adanya partisipasi publik yang bermakna atau meaningful participation dalam pembuatan UU Ciptaker.

Dengan demikian seharusnya Presiden dan DPR melakukan perbaikan UU Ciptaker dengan memperhatikan putusan MK tersebut.

"Dengan mengambil jalan pintas menerbitkan Perppu, Presiden seolah menjawab sisi kebutuhan cepat, tetapi melecehkan dan tidak melaksanakan putusan MK," jelasnya. 

"Karena Perppu meskipun nantinya disetujui DPR menjadi UU, pasti tidak melibatkan partisipasi publik sama sekali," lanjut mantan wakil menteri hukum dan HAM era Presiden SBY ini.

Yang paling berbahaya, jelas Denny, selama ini posisi presiden selalu menghormati putusan MK. Meskipun, sikap itu dinilai Denny tidak selalu sependapat sebagai perwujudan tunduk dan patuh pada konstitusi aturan bernegara.

"Presiden menerbitkan perppu yang menggugurkan dan melecehkan putusan MK sudah memberikan contoh buruk. Kalau Presiden saja memberi suri tauladan untuk melecehkan MK, bagaimana pula rakyat kebanyakan akan memandang organ konstitusi yang diberi mandat strategis untuk menjaga negara hukum demokratis kita tersebut," paparnya.



Editor


Komentar
Banner
Banner