Skema Upah
Dalam Pasal 88 ayat (2) dijelaskan bahwa Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan pengupahan sebagai salah satu upaya mewujudkan hak pekerja/buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Kemudian ayat (3) merinci kebijakan pengupahan yang dimaksud, meliputi:
a. upah minimum,
b. struktur dan skala upah,
c. upah kerja lembur,
d. upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu,
e. bentuk dan cara pembayaran upah,
f. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah, dan
g. upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Upah minimum kemudian dibahas dalam Pasal 88C ayat (1) dan (2). Dipaparkan bahwa gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi dan kabupaten/kota.
Adapun upah minimum ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan yang menggunakan data dari lembaga berwenang di bidang statistik.
Pasal 90B ayat (1) menjelaskan bahwa ketentuan upah minimum dikecualikan untuk usaha mikro dan kecil.
"Upah usaha mikro dan kecil ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh di perusahaan," sebagaimana bunyi Pasal 90B ayat (2).
Lalu ayat (3) menyebut kesepakatan upah sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya sebesar persentase tertentu dari rata-rata konsumsi masyarakat berdasarkan data yang bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.
Pesangon Karyawan PHK
Perihal pesangon karyawan PHK dirinci dalam Pasal 156 ayat (1) yang berbunyi:
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Ayat (2) menyebut uang pesangon yang dimaksud diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah,
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah,
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah,
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah,
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah,
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah,
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah,
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah,
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
Lalu dalam ayat (3) menjelaskan uang penghargaan masa kerja yang dimaksud diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah,
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah,
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah,
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah,
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah,
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah,
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah,
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah,
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima dijelaskan dalam ayat (4), yakni cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur, biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarga ke tempat pekerja/buruh diterima bekerja, hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Baca Juga: YLBHI: Perppu UU Cipta Kerja Gejala Otoritarianisme Era Jokowi