News

Klaim Perusahaan: Perajin Tumangan Turun Bukan karena Bahan Baku

Perwakilan perusahaan tambang mengklaim turunnya jumlah perajin tumangan batu kapur bukan karena terbatasnya bahan baku. Namun akibat semakin terbatasnya kayu.

Featured-Image
Empat perwakilan perusahaan tambang, diundang hadir di Kantor Pemkab Jember, Rabu (18/1). Foto: Dok.apahabar.com

bakabar.com, JAKARTA - Perwakilan perusahaan tambang mengklaim turunnya jumlah perajin tumangan batu kapur bukan karena terbatasnya bahan baku. Melainkan makin terbatasnya bahan bakar kayu.

Hal demikian disampaikan saat empat perwakilan perusahaan tambang diundang hadir di Kantor Pemkab Jember, Rabu (18/1).

Undangan itu buntut dari permintaan masa demontran yang meminta Pemkab Jember memberi lahan tambang di Gunung Sadeng, Kecamatan Puger pada Selasa kemarin, (17/1).

Baca Juga: Perppu Cipta Kerja Berdampak Positif bagi Perusahaan Tambang

Massa yang tergabung dalam Persatuan Tumangan Gunung Sadeng (PTGS) dalam pengelolaan Gunung Sadeng mengeluhkan sulitnya pasokan batu kapur, dan kini meminta lahan tambang untuk dikelola. Salah satunya sejumlah lahan yang telah dikuasai 4 perusahaan tersebut.

Menanggapi hal tersebut, salah satu perwakilan perusahaan PT Indolem Prima Mitra Kelola, Tri Wahyu Utomo mengaku heran dengan aksi demo yang sudah terjadi.

Menurutnya, demo perajin tumang menuntut pengelolaan lahan tambang baru sekali ini terjadi. Padahal, katanya, 10-15 tahun lalu demonstrasi hanya sebatas protes kenaikan harga batu kapur.

"Dan demo gamping baru terjadi hari ini. Biasanya, unjuk rasa karena adanya kenaikan batu kapur," ujar Tri Wahyu saat ditemui Apahabar, Rabu sore (18/1).

Saat ini, tungku Tumang yang aktif hanya ada sekitar 30. Sementara 10-15 tahun lalu jumlahnya mencapai 200 perajin.

"Dibanding 10-15 tahun, ada 200 tumang yang aktif. Itu tidak pernah menuntut pengelolaan sendiri," katanya.

Menurutnya, turunnya jumlah perajin tumangan batu kapur, bukan karena terbatasnya suplai bahan baku, namun karena semakin mahal dan sulit mendapat kayu bakar.

"Bukan karena batu kapur tidak ada, tapi keterbatasan kayu yang terbatas," ujarnya.

Baca Juga: Longsor 171 Satui, Komisi VII: Setop Izin Perusahaan Tambang Bermasalah!

Di Gunung Sadeng, katanya, terdapat 23 perusahaan. Dari jumlah tersebut, hanya 11 yang memiliki standar kualitas batu kapur untuk perajin.

Bila perizinan dari pemerintah tidak tarik ulur, menurutnya 11 perusahaan sudah bisa memproduksi lebih dari 400 ribu ton, dengan kebutuhan 200 perajin mencapai 250 ribu ton lebih.

"Ini sudah kelebihan, lebih 150 ribu," ujarnya.

Tapi masalahnya, kata Tri Wahyu, pihaknya terganjal dengan peraturan baru dan tarik ulur izin dari pemerintah. Izin tambang di perusahaanya saat ini masih IUP eksplorasi, sehingga tidak boleh diproduksi untuk dijual ke masyarakat.

Pihaknya sendiri sudah mengajukan izin ke pemerintah pusat dan provinsi sejak dua tahun terakhir, namun belum juga tuntas.

"Kami sudah mengelola sejak 1998. Kalau ada pihak yang mengklaim. Kami akan mempertahankan," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Bambang Saputro mengatakan sejumlah perusahaan tersebut juga sedang mengajukan izin agar bisa berbagi batu kapur kepada para perajin.

Bambang mengatakan hari ini Komisi B DPRD Jember bersama tim penataan gunung Sadeng, telah berkonsultasi ke Dinas ESDM Jatim.

Menurutnya, pihak ESDM Jatim akan mengakomodir para perajin tumangan dan penggiling batu kapur yang tergabung dalam Persatuan Tumangan Gunung Sadeng (PTGS).

Namun, kata Bambang, dukungan tersebut bukan untuk memberikan perizinan pengelolaan lahan seperti yang disampaikan kelompok PTGS dalam aksi di Desa Kasiyan Timur Selasa kemarin.

"Poinnya siap akomodir PTGS dan kelompok lain untuk sinergi dengan perusahaan yang sudah memiliki perizinan lengkap," ujarnya.

Pemkab Jember sendiri tidak bisa berbuat banyak, sejak 2016 perizinan tambang sudah ditarik ke pemerintah provinsi, berlanjut ke pusat, dan pada 2022 kembali lagi ke provinsi.

Dari luasan 250 hektar lebih wilayah tambang Gunung Sadeng, izinnya sudah terploting dari pemerintah pusat. Dari jumlah tersebut, 190 hektar lebih merupakan milik Pemkab dan 60-50 hektar merupakan tanah negara bebas.

"Sesuai data yang kami dapatkan, gunung sadeng sudah terploting habis dan pemerintah pusat dan provinsi," katanya.

Editor


Komentar
Banner
Banner