Pembunuhan Brigadir J

Perang Bintang di Vonis Mati Sambo, Castro: 'Iblis' Sebelah Tertawa 

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya memvonis mati Ferdy Sambo.

Featured-Image
Tangis ibu korban pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Rosti Simanjuntak pecah begitu mendengarkan putusan majelis hakim saat hadir di sidang vonis dengan terdakwa Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2). Majelis hakim menjatuhkan vonis mati pada Ferdy Sambo. Foto: Kompas.com/Kristianto

bakabar.com, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya memvonis mati Ferdy Sambo. Siapa pihak yang paling diuntungkan andai hukuman tersebut benar-benar terwujud? 

Pertanyaan demikian bakabar.com sodorokan ke Dosen Hukum Universitas Mulawarman, Herdianzah Hamzah. Menurut Castro, sapaan karibnya, vonis maksimal Sambo tersebut ibarat pedang bermata dua.

Satu sisi mengakomodasi rasa keadilan publik, sedang di lain sisi memicu kekuatiran baru atas apa yang bisa dilakukan oleh pihak yang berseberangan dengan Sambo.

"Ada kekuatiran jika vonis mati untuk Sambo ini akan memotong proses pengusutan dugaan kasus suap dan gratifikasi di tubuh Polri yang melibatkan petinggi-petingginya," jelas Castro, Senin petang (13/2).  

Baca Juga: Ismail Bolong Lolos dari Jerat Suap, Bukti Melempemnya Polri?

Kasus yang dimaksud Castro adalah skandal tambang ilegal yang diotaki Aiptu (Purn) Ismail Bolong di Kalimantan Timur. Bolong yang kini berstatus tersangka kepolisian itu adalah mantan anggota intelijen Polresta Samarinda yang mengaku telah menyetor Rp6 miliar kepada seorang jenderal bintang tiga di Mabes Polri. Uang pelicin dimaksud diduga sebagai upaya tutup mata terhadap aksi penambangan ilegal di Marangkayu, Kutai Kartanegara.

Tak hanya petinggi Polri, sejumlah nama juga ikut terseret lantaran diduga menikmati duit setoran dari Ismail Bolong sesuai laporan hasil penyelidikan tambang ilegal Divisi Propam kala masih dipimpin Sambo. 

"Vonis mati Sambo ini bisa dijadikan momentum untuk menghapus jejak kejahatan itu," jelasnya.

Baca Juga: Perang Bintang di Vonis Sambo, Castro: Ibarat Pertarungan Iblis

Momentum menjelang vonis Sambo ibarat perang bintang. Sejumlah petinggi Polri terindikasi melakukan manuver demi memengaruhi putusan hakim. Ada yang berharap Sambo dihukum berat, adapula sebaliknya. 

"Yang jelas, iblis di pihak sebelah pasti tertawa terbahak dengan vonis mati sambo ini," jelasnya. Mereka, lanjut Castro, tidak akan peduli dengan rasa keadilan publik lewat vonis tersebut. 

"Satu-satunya yang mereka pedulikan adalah cuci tangan dari kejahatannya yang erat kaitannya dengan Sambo," paparnya. 

Ferdy Sambo usai menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2). Foto: Tempo
Ferdy Sambo usai menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2). Foto: Tempo

Isu perang bintang sebelumnya mencuat seusai gerak senyap loyalis Ferdy Sambo berpangkat brigadir jenderal terbaca oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Mahfud MD.

Manuver tersebut bahkan dinilai oleh pengamat dari Indonesia Police Watch dan ISESS nyaris berhasil. 

Baca Juga: Tagar Perang Bintang Menggema di Jagat Maya: Geng Judi vs Geng Narkoba di Kepolisian

Buktinya, jaksa penuntut umum meloloskan Sambo dari jerat hukuman mati. Eks wakil direktur reserse kriminal umum Polda Metro Jaya itu hanya dituntut pidana penjara seumur hidup.

"Kalau enggak terpengaruh [gerilya], harusnya motif semua terdakwa itu tampak, dan tuntutannya sesuai dengan fakta-fakta dalam persidangan," kata Pengamat Kepolisian dari ISESS Bambang kepada bakabar.com.

Sebelum isu tersebut berembus kencang tentu publik ingat percakapan kontroversial Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Imam Santoso 

Sang hakim yang tengah mengadili perkara Sambo atas pembunuhan berencana terhadap Brigadir Joshua tertangkap kamera tengah berkomunikasi telepon dengan seseorang yang diduga merupakan jenderal polisi berbintang tiga.

Dalam percakapan tersebut, Wahyu terdengar seperti hendak meyakinkan lawan bicaranya bahwa tak perlu lagi pengakuan Sambo untuk memutus bersalah eks direktur pidana umum Bareskrim tersebut.

Baca Juga: Perang Bintang di Kepolisian, Kompolnas Sebut Tunggu Pengusutan Tuntas

Sejumlah pihak lantas menduga komunikasi tersebut adalah serangan balik si jenderal bintang tiga agar Sambo diganjar hukuman mati oleh majelis hakim. Ya, sosok jenderal dimaksud adalah orang yang diduga menerima setoran total Rp6 miliar dari Ismail Bolong. 

Castro melihat manuver yang dilakukan para jenderal menjelang vonis Sambo cukup membuktikan bahwa pengaruh Sambo masih mengakar di tubuh Korps Bhayangkara.

"Kapolri bisa disebut gagal dalam melakukan reformasi dalam tubuh institusinya setelah peristiwa penembakan Duren Tiga," jelas Castro. 

Oleh karenanya, bagi Castro, tak cukup hanya membersihkan para loyalis Ferdy Sambo dari tubuh institusi Polri. Castro melihat para kompetitor Sambo pun juga harus dibersihkan untuk mengembalikan tren kepercayaan publik kepada polisi.  

"Kan bukan hanya Sambo Cs dan jaringannya yang harus dipotong, tapi mereka yang anti atau berada di luar jejaring Sambo juga banyak diadukan dan dilaporkan," jelas pegiat antikorupsi satu ini.

Castro pun mengibaratkan rivalitas antara Sambo dan para loyalisnya dengan sejumlah petinggi kepolisian saat ini bak pertarungan para iblis.

Baca Juga: Sambo Dihukum Mati, Kubu Brigadir J: Perkuat Tidak Ada Pemerkosaan!

"Ibarat dua kutub yang sama-sama buruk dan harus disingkirkan dalam tubuh kepolisian. Kalau kapolri serius, harusnya semua dibersihkan. Jangan hanya sebatas lips service."

Lantas apa yang membuat kapolri terlihat begitu pasif? Castro menduga kapolri telah 'tersandera' oleh perilaku negatif anggotanya sendiri. Ia melihat ada semacam kecenderungan Sigit untuk menyelamatkan anggota dan institusinya setelah serangkaian peristiwa yang mencoreng institusi Polri. 

"Ini kan konflik kepentingan. Makanya saya selalu usulkan agar dugaan kasus suap dan gratifikasi Ismail Bolong ke petinggi Polri ditangani oleh aparat lain, kejaksaan ataupun KPK," jelasnya.

Sebagai pengingat, sejumlah kasus menjerat dan melibatkan para petinggi Korps Bhayangkara setelah kasus pembunuhan Brigadir J. Ada Tragedi Kanjuruhan yang menumbalkan ratusan nyawa akibat tembakan gas air mata kepolisian, lalu skandal tambang ilegal Ismail Bolong di Kaltim, hingga perkara penggelapan barang bukti sabu oleh Irjen Teddy Minahasa.   

Editor
Komentar
Banner
Banner