bakabar.com, JAKARTA - Vonis Ferdy Sambo tinggal hitungan hari. Sejumlah petinggi Polri terindikasi melakukan manuver demi memengaruhi putusan hakim ke mantan kepala Divisi Propam Mabes Polri tersebut. Ada yang berharap Sambo dihukum berat, adapula sebaliknya.
Teranyar, muncul isu 'gerakan bawah tanah' atau gerilya seorang jenderal polisi berbintang satu untuk menekan perangkat peradilan demi meringankan vonis Sambo.
Isu tersebut berembus kencang di tengah beredarnya percakapan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Imam Santoso.
Baca Juga: Gerilya Brigjen soal Vonis Sambo, ISSES Desak Kapolri Bersikap
Sang hakim yang tengah mengadili perkara pembunuhan berencana Brigadir Joshua tertangkap kamera tengah berkomunikasi via telepon dengan seseorang yang diduga merupakan jenderal polisi berbintang tiga.
Dalam percakapan tersebut, Wahyu terdengar seperti hendak meyakinkan lawan bicaranya bahwa tak perlu lagi pengakuan Sambo untuk memutus bersalah eks direktur pidana umum Bareskrim tersebut.
Sejumlah pihak lantas menduga komunikasi tersebut adalah serangan balik si jenderal bintang tiga agar Sambo diganjar hukuman mati oleh majelis hakim.
Menariknya, sosok jenderal berbintang tiga dimaksud juga tengah menjadi perbincangan hangat sejak akhir tahun lalu setelah beredar luasnya video pengakuan Ismail Bolong.
Bolong adalah mantan anggota intel Polresta Samarinda yang mengaku telah menyetor Rp6 miliar kepada jenderal dimaksud diduga sebagai upaya tutup mata terhadap aksi penambangan ilegal di Marangkayu, Kutai Kartanegara.
Banyak yang menduga beredarnya video pengakuan Ismail Bolong adalah cara Sambo membalas si jenderal bintang tiga. Kendati begitu, kepada salah satu media, si jenderal telah membantah pernah menelepon Wahyu. Namun ia tak membantah mengenal Wahyu saat menjadi petinggi Bareskrim Polri, 2016 silam.
Baca Juga: IPW: Gerilya Brigjen Ringankan Vonis Sambo Nyaris Berhasil
Selepas beredarnya video percakapan Hakim Wahyu, barulah 'gerakan bawah tanah' seorang jenderal polisi bintang satu terendus Menteri Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. Sebaliknya, manuver demikian diduga untuk meringankan vonis Sambo.
“Ada yang bilang soal seorang Brigjen mendekati A dan B, Brigjen-nya siapa? Sebut ke saya, nanti saya punya Mayjen. Banyak kok, kalau Anda punya Mayjen yang mau menekan pengadilan atau kejaksaan, di sini saya punya Letjen," ujar Mahfud di Kemenkopolhukam, baru tadi.
Sekalipun mengendus adanya gerakan senyap yang mencoba memengaruhi hukuman Sambo, Mahfud berkata tuntutan jaksa kepada Sambo telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
“Saya pastikan kejaksaan independen tidak akan terpengaruh dengan 'gerakan-gerakan bawah tanah' itu," pungkasnya.
Upaya loyalis Ferdy Sambo berpangkat brigadir jenderal nyaris berhasil. Buktinya, jaksa penuntut umum meloloskan Sambo dari jerat hukuman mati. Eks wakil direktur reserse kriminal umum Polda Metro Jaya itu hanya dituntut pidana penjara seumur hidup.
Pengamat kepolisian dari ISESS, Bambang Rukminto meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bersikap berani dan segera turun tangan memastikan kebenaran isu gerilya brigjen berlatar serse tersebut.
Baca Juga: Kalah Senior, Kapolri Berani Usut Herry Rudolf Nahak?
"Kalau enggak terpengaruh [gerilya], harusnya motif semua terdakwa itu tampak, dan tuntutannya sesuai dengan fakta-fakta dalam persidangan," kata Bambang kepada bakabar.com.
Pakar hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah melihat manuver yang dilakukan brigjen tersebut membuktikan bahwa pengaruh Sambo masih mengakar di tubuh Korps Bhayangkara.
"Kapolri bisa disebut gagal dalam melakukan reformasi dalam tubuh institusinya setelah peristiwa penembakan Duren Tiga," jelas Castro, sapaan karibnya kepada bakabar.com, Sabtu (28/1).
Menurutnya, tak cukup hanya membersihkan para loyalis Ferdy Sambo dari tubuh institusi Polri. Castro melihat para kompetitor Sambo pun juga harus dibersihkan untuk mengembalikan tren kepercayaan publik kepada polisi.
"Kan bukan hanya Sambo Cs dan jaringannya yang harus dipotong, tapi mereka yang anti atau berada di luar jejaring Sambo juga banyak diadukan dan dilaporkan," jelas pegiat antikorupsi satu ini.
Sejumlah kasus menjerat dan melibatkan para petinggi Korps Bhayangkara setelah kasus pembunuhan Brigadir J. Ada Tragedi Kanjuruhan yang menumbalkan ratusan nyawa akibat tembakan gas air mata kepolisian, lalu skandal tambang ilegal Ismail Bolong di Kaltim, hingga perkara penggelapan barang bukti sabu oleh Irjen Teddy Minahasa.
Ismail Bolong sempat menyebut nama beberapa pejabat teras di kepolisian yang menerima aliran uang pelicin. Tak hanya di Mabes Polri, melainkan di level polisi sektor hingga polda. Tapi, sampai sekarang nyatanya mereka tak pernah diperiksa. Bahkan eks Kapolda Kaltim Irjen Pol Herry Nahak mendapat promosi menjadi kepala sekolah staf dan pimpinan menengah Lemdiklat Polri.
Castro mengibaratkan rivalitas antara Sambo dan para loyalisnya dengan sejumlah petinggi kepolisian saat ini bak pertarungan para iblis.
"Ibarat dua kutub yang sama-sama buruk dan harus disingkirkan dalam tubuh kepolisian. Kalau kapolri serius, harusnya semua dibersihkan. Jangan hanya sebatas lips service."
Lantas, apa yang membuat kapolri terlihat begitu pasif? Castro menduga kapolri 'tersandera'. Imbas perilaku buruk anggotanya sendiri, ia melihat ada semacam kecenderungan Sigit untuk menyelamatkan anggota dan institusinya setelah serangkaian peristiwa yang mencoreng institusi Polri tersebut.
Baca Juga: Ferdy Sambo Minta Bebas, Keluarga Brigadir J: Seharusnya Dia Malu!
Baca Juga: Kongkalikong Polisi di Balik Tambang Ilegal, JATAM: Bukan Barang Baru!
"Ini kan konflik kepentingan. Makanya saya selalu usulkan agar dugaan kasus suap dan gratifikasi Ismail Bolong ke petinggi Polri ditangani oleh aparat lain, kejaksaan ataupun KPK," jelasnya.
Mengenai gerilya brigjen loyalis Sambo untuk meringankan vonis hakim, Castro meminta kapolri segera turun tangan. Menelusuri dugaan benar tidaknya pelanggaran etik anggota dimaksud.
"Kapolri harus turun tangan. Lewat propam pun tidak masalah. Biar betul-betul terlihat bekerja karena nyatanya belum ada upaya sama sekali," jelasnya mengakhiri.