bakabar.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat terjadi penurunan jumlah batang rokok sebagai produk hasil tembakau sebanyak 1,5% pada Januari 2023. Produksi hasil tembakau sebesar 15,8 miliar batang pada Januari 2022, namun pada Januari 2023 jumlah tersebut menurun menjadi 15,6 miliar batang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan penurunan itu disebabkan oleh kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang mulai diberlakukan di awal tahun 2023. Kendati demikian, dia menilai hal itu sudah sesuai dengan tujuan dari pemberlakuan CHT itu sendiri.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Ahmad Tauhid menilai, penurunan penerimaan CHT mengindikasikan jumlah produksi rokok pabrikan menurun.
Baca Juga: Januari hingga Mei, Penerimaan dari Cukai Rokok Turun 12,4 Persen
"Jadi yang jumlah konsumsi rokok turun, industri mengalami penurunan dan tertekan," ujar Tauhid saat dihubungi bakabar.com, Jakarta, Rabu (28/6).
Di sisi lain, Tauhid menyebut beberapa faktor yang menyebabkan penurunan penerimaan CHT. Pertama, masifnya rokok ilegal. Sebelumnya, Bea cukai mencatat, hingga Mei 2023 kasus rokok ilegal mencapai 66%.
"Khawatirnya cukainya turun tapi yang ilegalnya naik, karena sudah mulai menggejala rokok linting dewe, itu yang kemudian kena cukai apa nggak," ujarnya.
Baca Juga: Jutaan Rokok Ilegal dan Ribuan Liter Miras Dimusnahkan Bea Cukai Banten
Kedua, penerimaan turun karena konsumen menurunkan kelas konsumsi rokok. Akibat kenaikan cukai rokok, harga rokok golongan 1 semakin mahal. Konsumen akhirnya mengalihkan konsumsi ke rokok jenis lain yang lebih murah.
"Contohnya, konsumen rokok golongan 1, ia akan beralih ke rokok golongan 2 yang lebih murah, terus yang golongan 2, turun ke golongan 3," ujarnya.
Kembali ke soal rokok ilegal, Tauhid menjelaskan beberapa langkah yang harus dilakukan untuk memberantas peredarannya. Pertama, pemerintah melalui aparat penegak hukum dan Bea Cukai fokus pada langkah penindakan, baik produksi rokok ilegal pabrikan maupun skala kecil atau rumah tangga.
"Penindakan menjadi prioritas, terutama pada wilayah yang biasanya menjadi sumber konsumsi atau produksi. Jadi kalau konsumsi tinggi tidak ada pergerakan kenaikan produksi di daerah-daerah pusat produksi, itu bisa jadi indikasi banyaknya rokok ilegal," ujarnya.
Baca Juga: Polisi Amankan Pria yang Merokok saat Berkendara di Jagakarsa
Kedua pemerintah menggalakkan public awareness. Pasalnya, rokok ilegal tidak ada sumbangsih ke negara dan kesehatan.
"Harus diingatkan, khwatirnya rokok ilegal ada bahan atau materi yang merusak kesahatan," ujarnya.
Langkah ketiga, lanjut Tahud, perlu penyelidikan lebih dalam, mulai dari jumlah produksi kertas rokok, produksi batang rokok, hingga tingkat konsumsi di masyarakat.
"Termasuk ada kemungkinan rokok ilegal dari luar negeri," pungkasnya.