Hilirisasi Bauksit

Pemerintah Dinilai Belum Siap Hilirisasi Bauksit

Andry Satrio Nugroho menyebut pemerintah perlu melihat kesiapan industri bauksit untuk menuju hilirisasi.

Featured-Image
Ilustrasi Pertambangan Bauksit. Foto: https://theminingexecutive.com

bakabar.com, JAKARTA - Indonesia menjadi negara penghasil bauksit terbesar ke-6 di dunia. Berdasarkan data Booklet Bauksit 2020 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengolah data USGS Januari 2020, jumlah cadangan bauksit Indonesia mencapai 1,2 miliar ton atau 4% dari cadangan bijih bauksit dunia sebesar 30,39 miliar ton.

Adapun pemilik cadangan bijih bauksit terbesar di dunia yaitu Guinea mencapai 24%, lalu Australia menguasai 20%, Vietnam 12%, Brazil 9%, dan kemudian di peringkat kelima ada Jamaika 7%.

Namun saat ini, ekspor mineral mentah jenis bauksit akan dihentikan mulai Juni 2023. Larangan ekspor tersebut disebut sebagai komitmen pemerintah untuk melakukan hilirisasi tambang yang dipercaya akan meningkatkan nilai tambah ekspor.

Baca Juga: Jokowi Larang Ekspor Bauksit Juni 2023, ESDM: Freeport Tak Terkecuali

Menanggapi hal itu, Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Andry Satrio Nugroho menyebut pemerintah perlu melihat kesiapan industri bauksit untuk menuju hilirisasi.

Saat ini masih terdapat empat smelter bauksit, serta tujuh dari delapan smelter yang baru akan dibangun. Kondisi smelter yang masih minim menjadi tanda bahwa hilirisasi belum siap dilakukan. 

“Jadi,  apakah hilirisasi bauksit ini dipandang sudah siap? kalau dilihat jumlah smelter sekarang, belum siap dilakukan,” ujar Andry dalam diskusi Larangan Ekspor Bauksit dan Dampaknya yang diadakan oleh INDEF secara daring pada Rabu (31/5).

Baca Juga: Pengusaha Minta Pemerintah Investasi di Smelter Bauksit

Kebijakan hilirisasi saat ini dinilai masih minim perencanaan dan memiliki indikasi terhadap penurunan kinerja ekonomi. Pemerintah belum menemukan fokus rencana dalam hilirisasi bauksit selain mengubahnya menjadi alumina.

Alumina merupakan produk olahan dari smelter bauksit. Alumina ini merupakan bahan baku yang bisa diolah lagi menjadi aluminium. Meskipun Indonesia termasuk dalam sepuluh besar negara dengan cadangan bauksit terbanyak, namun rasio produk alumina di negara ini masih rendah.

"Kami tidak melihat bagaimana pemerintah merencanakan value chain untuk industri aluminium, sampai ke level siapa yang akan mengkonsumsi produk aluminium itu," ujarya.

Baca Juga: Pemerintah Larang Ekspor Bauksit untuk Tingkatkan Nilai Tambah

Menurutnya, hilirisasi seharusnya bukan semata-mata melarang ekspor, namun juga membangun industri yang memaksimalkan produk akhir bauksit. Di antara industri yang membutuhkan aluminium yaitu konstruksi, transportasi, dan elektronik.

 “Hanya sebatas dilarang, lalu dengan larangan itu diharapkan investasi akan masuk, seharusnya tidak hanya sebatas itu” pungkas Andry.

Editor


Komentar
Banner
Banner