Adi juga menyebut bahwa smelter asing hadir di tengah perkampungan itu membuat banyak warga sengsara. Meski awalnya diberi izin oleh pemerintah daerah karena adanya janji memberi kesejahteraan pada masyarakat sekitar.
Namun sayang, ketika perusahaan itu beroperasi, kenyataan pahit mulai bermunculan; masyarakat kehilangan air, tanah, udara bersih bahkan nyawa. Seiring waktu, jumlah smelter semakin bertambah. Masyarakat dan lingkungan terus berhadapan dengan kerusakan. Tak ada perbaikan.
Baca Juga: Larangan Ekspor Nikel Turunkan Pendapatan, ReforMiner: Sangat Mungkin
“Awal masuknya perusahaan smelter asing ini memberikan banyak janji kepada masyarakat akan adanya mensejahterakan warga di sana. Mereka juga memberi janji memperkerjakan warga di sana. Namun kenyataan pahit itu semua bermunculan setelah mereka beroperasi,” tutur Adi.
“Kalau pun lapangan kerja yang dijanjikan warga disana. Faktanya kita melihat perbandingannya lebih banyak yang tidak bekerja ketimbang yang bekerja di perusahaan itu. Ditambah kurangnya keselamatan dalam bekerja,” sambungnya.
Adi pun menyimpulkan bahwa perusahaan smelter asing di Kabupaten Bantaeng dalam hal Ini PT HNI telah melakukan pelanggaran hukum dan HAM dalam beroperasional.
Baca Juga: Kebijakan Hilirisasi Nikel, ReforMiner: Bukan Hal Baru bagi Indonesia
Pelanggaran yang dimaksud yakni hak atas lingkungan hidup yang bersih, hak atas kesehatan dan hak atas pekerjaan yang layak.
“Tentu ini dikenakan sanksi atas pelanggaran HAM. Karena seperti kita ketahui bahwa masyrakat Indonesia berhak atas lingkungan hidup yang sehat. Kemudian setiap warga Indonesia juga berhak mendapat pekerjaan yang layak,” tuturnya.
Adi menambahkan bahwa LBH telah meminta agar pemerintah melakukan tanggung jawab dan pengawasan serta penindakan terhadap kerusakan lingkungan hidup yang terjadi
Kemudian, pihak Komnas HAM juga diminta untuk melakukan upaya investigasi sesuai kewenangannya atas berbagai pelanggaran HAM yang terjadi.
Baca Juga: Bahlil Tidak Habis Pikir, IMF Katakan Rugi jika Ekspor Nikel Dilarang
Selanjutnya, pihak perusahaan baik itu pengelola KIBA dan maupun PT HNI untuk melaksankan berbagai ketentuan yang diberlakukan dalam AMDAL. Kemudian bertanggungjawab semua atas kerugian masyarakat dan pelanggaran HAM yang terjadi.
Terakhir, LBH juga mendorong masyarakat setempat agar bersama-sama dan terorganisir melakukan pemantauan serta upaya-upaya berdasarkan hukum dan menuntut hak-haknya.