Kebijakan Hilirisasi Nikel

Larangan Ekspor Nikel Turunkan Pendapatan, ReforMiner: Sangat Mungkin

Beberapa waktu lalu, IMF memberikan argumentasi terkait kebijakan larangan ekspor nikel dalam bentuk konsentrat.

Featured-Image
Dokumentasi. Tumpukan nikel diatas kapal tongkang di kawasan industri smelter nikel di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Senin (27/2/2023). Foto: ANTARA

bakabar.com, JAKARTA - Beberapa waktu lalu, Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan argumentasi terkait kebijakan larangan ekspor nikel dalam bentuk konsentrat. Menurutnya, kebijakan hilirisasi tersebut akan menimbulkan kerugian terhadap penerimaan negara dan berdampak negatif kepada negara lain.

Menyikapi pernyataan IMF, pengamat energi yang juga Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai tidak ada yang salah dengan argumentasi tersebut. Yang dimaksud kerugian, ketika pasar luar negeri tidak banyak yang melirik produk hilirisasi nikel Indonesia.

Pada situasi itu, penerimaan negara pasti akan menurun, termasuk ketika produk hilirisasi nikel dilarang masuk ke pasar Eropa. Sementara di dalam negeri, penjualannya tidak menggunakan kurs dolar.

"Karena kan memang kalau yang dijual di dalam negeri, tidak menggunakan USD," ujar Komaidi kepada bakabar.com, Sabtu (1/7).

Baca Juga: Kebijakan Hilirisasi Nikel, ReforMiner: Bukan Hal Baru bagi Indonesia

Selain itu, kata Komaidi, penjualan nikel hasil hilirisasi di dalam negeri, kemungkinan akan ada tarif khusus. Bahkan bukan tidak mungkin, pemerintah menerapkan potongan harga (diskon) agar produksi dalam negeri bisa terserap sempurna.

"Artinya, tidak sepenuhnya menggunakan acuan harga pasar. Nah ini mungkin yang banyak mengatakan nanti penerimaan negara akan berkurang dari sisi PNBP," ujar Komaidi.

Lebih lanjut, Komaidi menegaskan, jika kebijakan hilirisasi nikel bisa dimaksimalkan untuk menunjang kegiatan industri dalam negeri, maka penerimaan negara bukan pajak (PNBP) akan turun. Namun hal itu bisa dikompensasi melalui penerimaan pajak dari industri yang bersangkutan.

"Jadi sebenarnya relatif. Tapi kan yang jelas kedaulatan ada di tangan kita sebenarnya. Jadi dalam jangka pendek mungkin ada selisih sedikit, tetapi secara tahapan nanti bisa dikompensasi saya kira begitu," tuturnya.

Baca Juga: Bahlil Tidak Habis Pikir, IMF Katakan Rugi jika Ekspor Nikel Dilarang

Untuk itu, Komaidi menganjurkan agar tidak perlu khawatir dengan kemungkinan penurunan penerimaan negara. Pasalnya, ketika industri dalam negeri sudah solid dan mapan, justru penerimaan dari sektor pajak yang diterima negara berpotensi lebih besar.

"Mungkin PNPBnya tidak sebesar sekarang, ya tapi pajaknya akan meningkat signifikan dibandingkan sekarang," pungkasnya.

Editor
Komentar
Banner
Banner